Kasus Campak Meledak di Seluruh Dunia, WHO Ungkap Pemicunya
Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat ada lonjakan kasus campak di seluruh dunia. Tahun lalu, 59 negara melaporkan wabah campak besar atau mengganggu layanan kesehatan, hampir tiga kali lebih banyak dibanding 2021.
Seperempat wabah terjadi di negara yang sebelumnya telah berhasil mengeliminasi campak, termasuk Kanada dan Amerika Serikat.
"Target eliminasi campak secara global kini terasa seperti tujuan yang semakin jauh," tulis WHO dalam laporannya pekan lalu dikutip dari CNN International, Senin (1/12/2025).
Turunnya sumber daya untuk vaksinasi dan pengawasan penyakit, termasuk berkurangnya dukungan pemerintah AS, disebut menjadi faktor utama merosotnya capaian eliminasi. Di AS, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mencatat 1.798 kasus campak terkonfirmasi tahun ini, angka tertinggi sejak negara itu dinyatakan bebas campak pada tahun 2000.
Mengapa Campak Kembali Merebak?
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menjelaskan, campak masih menjadi virus paling menular di dunia. Meski vaksinnya murah dan sangat efektif, penyakit ini memanfaatkan celah dalam cakupan imunisasi.
"Lebih dari 30 juta anak di seluruh dunia tidak terlindungi vaksin campak pada 2024," katanya.
Ketika virus kembali menyebar, itu menandakan adanya kesenjangan akses layanan kesehatan dan cakupan vaksinasi yang tidak merata. WHO mencatat pola yang sama terjadi pada penyakit lain yang sebenarnya bisa dicegah dengan vaksin, seperti polio dan pertusis (batuk rejan).
Secara global, kematian akibat campak memang turun tajam sejak awal 2000-an. Sejumlah negara juga berhasil mencapai status eliminasi tahun ini, termasuk Cabo Verde, Seychelles, Mauritius, serta 21 negara Pasifik yang sudah bebas campak dan rubella.
Namun, capaian tersebut tidak cukup untuk menahan lonjakan global. Kepala Program Imunisasi WHO, Diana Chang Blanc mengatakan, kemajuan menuju eliminasi masih berjalan terlalu lambat. Ia menegaskan, setiap kematian akibat campak sebenarnya bisa dicegah dengan vaksin yang murah dan tersedia luas.
WHO juga mencatat masih ada tiga negara yang belum memberikan dosis kedua vaksin campak sebagai standar nasional. Padahal, dosis kedua meningkatkan efektivitas vaksin hingga 95% dan memberi perlindungan jangka panjang.
Pada 2024, hanya 84% anak dunia yang menerima dosis pertama dan 76% menerima dosis kedua. Artinya, masih ada 30 juta anak yang rentan terhadap campak tahun ini.
WHO menyebut pandemi Covid-19 memukul program imunisasi secara global. Banyak anak yang ketinggalan jadwal vaksin rutin dan belum berhasil mengejar ketertinggalan.
Faktor lain adalah misinformasi dan disinformasi tentang vaksin, yang semakin menyebar dalam beberapa tahun terakhir. Namun WHO menegaskan masalah terbesar tetap soal akses.
"Fondasi sistem imunisasi rutin yang lemah adalah penyebab nomor satu tingginya kasus campak," kata Chang Blanc. Sistem dasar ini membutuhkan tenaga kesehatan terlatih, logistik, transportasi, dan surveilans yang kuat, sesuatu yang tidak dimiliki oleh banyak negara.
(hsy/hsy)[Gambas:Video CNBC]