Musim Banjir Waspada Infeksi Mematikan Akibat Kencing Tikus
Jakarta, CNBC Indonesia - Setiap kali hujan turun dan genangan mulai muncul, risiko penyakit yang dibawa tikus ikut meningkat. Salah satunya leptospirosis, infeksi bakteri yang bisa menyerang siapa saja yang bersentuhan dengan air tercemar.
Penyakit ini kerap muncul di wilayah padat penduduk, terutama yang rawan banjir atau memiliki sanitasi buruk. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang terdapat dalam urine tikus.
Begitu air, tanah, atau benda terkontaminasi, bakteri dapat masuk ke tubuh manusia melalui luka kecil di kulit atau selaput lendir. Kontak dengan air banjir atau genangan menjadi jalur penularan paling umum, sehingga masyarakat yang beraktivitas di luar rumah saat musim hujan memiliki risiko lebih tinggi.
Menurut RSUD Mampang Prapatan, gejala leptospirosis dapat muncul 2 sampai 30 hari setelah paparan, dengan rata-rata mulai terasa pada hari ke-7 hingga ke-10. Keluhan yang paling sering dilaporkan meliputi demam mendadak, sakit kepala, mata merah, mual muntah, nyeri otot terutama di betis, diare, hingga ruam kulit.
Pada kasus berat, pasien bisa mengalami penyakit kuning (jaundice), gagal ginjal, bahkan berujung kematian bila tidak segera mendapat penanganan medis. RSUD Mampang Prapatan mengingatkan masyarakat untuk waspada.
"Jika mengalami gejala setelah kontak dengan air yang mungkin terkontaminasi, segera datangi Puskesmas atau rumah sakit terdekat," tulisnya dalam unggahan resmi dikutip dari Instagram, Senin (1/12/2025).
Pencegahan menjadi upaya paling penting di musim hujan. Beberapa langkah yang direkomendasikan antara lain:
- Menggunakan sarung tangan dan sepatu boots saat membersihkan area rumah atau selokan yang berpotensi terpapar urine tikus.
- Rajin mencuci tangan dengan sabun setelah beraktivitas di luar ruangan.
- Menjaga kebersihan rumah, menghindari tumpukan sampah, serta menutup makanan agar tidak mengundang tikus.
- Segera memeriksakan diri bila muncul gejala yang mengarah pada leptospirosis.
Kasus leptospirosis juga meningkat di sejumlah daerah. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat 19 kasus hingga 8 Juli 2025, dengan enam pasien meninggal dunia. Tingkat kematiannya mencapai 31 persen, lebih tinggi dibanding periode yang sama di 2024 yang mencatat 10 kasus dan dua kematian.
"Yang cukup memprihatinkan, kematiannya cukup tinggi," ujar Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit, Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Dinkes Kota Yogyakarta, Lana Unwanah, dikutip dari CNN Indonesia.
(hsy/hsy)