Waspada! Pakar UGM Ingatkan Risiko Kosmetik Palsu yang Masih Marak

Fergi Nadira, CNBC Indonesia
Jumat, 28/11/2025 11:15 WIB
Foto: Ilustrasi kosmetik palsu. (Aristya Rahadian/CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri kosmetik Indonesia terus menguat seiring permintaan yang naik tajam dalam beberapa tahun terakhir. Data TopBusiness.id menunjukkan pasar kosmetik nasional tumbuh sekitar 73 persen per tahun hingga 2025.

Nilai pasar industri kecantikan di 2024 bahkan diperkirakan menembus Rp146 triliun. Lonjakan ini didorong oleh beragam kategori, mulai dari skincare, personal care, rias wajah, parfum, hingga perawatan bibir dan mata.

Pada 2022, transaksi kosmetik wajah saja mencapai lebih dari Rp129 miliar. Peluang ini ikut mendorong munculnya banyak pelaku usaha baru. Hingga 2024, sudah ada lebih dari 1.500 UMKM/IKM kosmetik, sementara BPOM mencatat 1.057 UMKM telah terdaftar secara resmi.


Walau besar dan menjanjikan, pasar kosmetik domestik masih dibayangi penggunaan produk ilegal. Dosen Departemen Dermatologi dan Venereologi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM), Flandiana Yogianti mengingatkan, masih banyak kasus iritasi hingga alergi akibat kosmetik tidak aman.

"Sekitar 20-30 persen pengguna kosmetik mengalami keluhan karena produk tidak memenuhi standar," ujarnya dikutip dari website resmi UGM, Jumat (28/11/2025).

Ia menyebut hampir 40 persen kasus penyakit kulit di Yogyakarta terkait pemakaian kosmetik. Ini terutama karena bahan berbahaya seperti merkuri, hidrokuinon, dan asam retinoat.

"Sepanjang 2025 BPOM menarik lebih dari 100 produk kosmetik karena kandungan berisiko," kata Flandiana. Ia mendorong semua produsen dan penjual memastikan produk memiliki notifikasi BPOM yang menjamin keamanan, mutu, dan manfaat.

Atik Wijayanti, konsultan kosmetik dan anggota KAGAMA, menilai peluang industri masih terbuka lebar, tetapi calon pengusaha wajib memahami proses bisnis secara menyeluruh. Mulai dari riset pasar, membaca tren produk halal dan alami, hingga memetakan kompetitor.

"Dasar utamanya adalah memahami bagaimana memulai bisnis kosmetik dengan benar," jelasnya.

Atik juga menekankan pentingnya penerapan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Standar ini memastikan produk aman, efektif, dan diproduksi dengan proses yang diawasi ketat.

"Kepercayaan konsumen lahir dari jaminan mutu, dan itu hanya bisa dicapai bila CPKB diterapkan sungguh-sungguh," ujarnya.

Sementara itu, Direktur PT Natural Cosmetics Indonesia, Hasto Widiharto melihat momentum ini sebagai peluang memperkuat identitas lokal. Ia menilai bahan baku Indonesia punya potensi besar, seperti mikroalga untuk anti-aging, kunyit untuk kulit sensitif dan anti-acne, serta daun kelor yang kaya vitamin C dan cocok untuk serum serta sunscreen.

"Kita harus bangga karena bahan lokal punya daya saing global," kata Hasto.

Tri Suhartini dari PT Ecovivo Daya Lestari menyoroti tren baru dalam inovasi kosmetik, yakni pemanfaatan limbah rumah tangga sebagai bahan baku. Kulit buah, ampas kopi, hingga sisa minyak nabati kini dapat diolah menjadi produk bernilai tambah sekaligus mendorong ekonomi sirkular.

"Pendekatan ini bukan hanya ramah lingkungan tetapi membuka peluang bisnis baru," jelasnya.


(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Menilik Masa Depan Industri Skincare Tanah Air