Fatwa MUI: Sembako Tak Boleh Dipajaki!
Jakarta, CNBC Indonesia - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa Pajak Berkeadilan dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI XI akhir pekan lalu. Barang kebutuhan primer, termasuk sembilan bahan pokok (sembako), tidak boleh dibebani pajak.
Pajak hanya boleh dikenakan untuk harta serta konsumsi yang masuk kategori kebutuhan sekunder dan tersier. Ketua MUI Bidang Fatwa periode 2025-2030, Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh menyebut, pembayaran pajak tetap menjadi kewajiban moral dan hukum warga negara selama dijalankan secara adil, transparan, dan berpihak pada kemaslahatan publik.
"Pajak merupakan instrumen pembiayaan negara dalam mewujudkan kesejahteraan. Karena itu, setiap warga negara wajib menaati aturan perpajakan sepanjang dilaksanakan dengan dan untuk kemaslahatan bersama," ujarnya dalam siaran resmi dikutip dari website MUI Pusat, Selasa (25/11/2025).
Dalam poin fatwa, MUI menyatakan objek pajak hanya boleh dikenakan kepada harta yang potensial diproduktifkan atau yang tergolong kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).
Adapun barang kebutuhan primer (dharuriyat), terutama sembako, tidak boleh dipajaki, terlebih secara berulang. Bumi dan bangunan yang dihuni untuk kepentingan tempat tinggal juga tidak boleh dikenakan pajak berulang.
MUI menegaskan pemungutan pajak yang tidak sesuai prinsip tersebut hukumnya haram. Fatwa juga menyebut pemerintah wajib mengelola dana pajak secara amanah, profesional, transparan, akuntabel, dan berkeadilan.
"Sebab secara syar'i, pajak yang dibayarkan merupakan milik rakyat yang hanya dititipkan kepada negara untuk dikelola," kata ia.
Penetapan pajak juga harus mempertimbangkan kemampuan wajib pajak. MUI mendorong evaluasi terhadap tarif pajak progresif yang dianggap terlalu membebani masyarakat. Dalam ketentuan lain, MUI menegaskan zakat yang telah dibayarkan umat Islam dapat menjadi pengurang kewajiban pajak, sesuai regulasi yang berlaku.
Meski memberikan batasan objek pajak, MUI menegaskan masyarakat tetap wajib mematuhi aturan perpajakan jika memenuhi ketentuan syariat dan digunakan untuk kepentingan publik.
"Membayar pajak merupakan wujud tanggung jawab warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Prof Ni'am.
MUI juga meminta pemerintah dan DPR mengevaluasi aturan perpajakan yang dinilai tidak berkeadilan, serta memberantas mafia pajak untuk memastikan manfaat pajak kembali ke masyarakat.
(hsy/hsy)