Jumlah Sperma di Dunia Menyusut 50%, Mikroplastik Biang Kerok Utama?

Verda Nano Setiawan , CNBC Indonesia
Sabtu, 22/11/2025 16:30 WIB
Foto: Ilustrasi Sperma. (Dok. Freepik)
Dafar Isi

Jakarta CNBC Indonesia - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sekitar 1 dari 6 orang di seluruh dunia mengalami infertilitas sepanjang hidupnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan mendesak untuk memperluas akses layanan fertilitas yang terjangkau dan berkualitas tinggi bagi mereka yang membutuhkan.

Berdasarkan laporan yang dirilis WHO tahun 2023 lalu, setidaknya 17,5% populasi dewasa global mengalami infertilitas. Angkanya hampir sama di negara berpenghasilan tinggi, menengah, dan rendah. Prevalensi sepanjang hidup tercatat mencapai 17,8% di negara berpenghasilan tinggi dan 16,5% di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Disebutkan, infertilitas tidak pandang bulu. Menurut dia, besarnya jumlah orang yang terdampak menunjukkan perlunya memperluas akses terhadap layanan fertilitas. WHO, dalam keterangan di situs resminya pun mengimbau agar isu ini tidak diabaikan dalam riset dan kebijakan kesehatan, sehingga cara-cara yang aman, efektif, dan terjangkau untuk mencapai kehamilan bisa tersedia bagi mereka yang membutuhkannya.


Infertilitas sendiri merupakan penyakit pada sistem reproduksi pria maupun wanita, yang didefinisikan sebagai kegagalan untuk mencapai kehamilan setelah 12 bulan atau lebih melakukan hubungan seksual teratur tanpa kontrasepsi.

Adapun, kondisi ini dapat menyebabkan tekanan emosional, stigma, serta beban finansial, yang berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan psikososial seseorang.

Bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Di tengah gencarnya klaim bonus demografi yang diharapkan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Bukan hal mengejutkan jika mendengar orang-orang di sekitar kita bercerita tentang teman atau kenalan yang susah hamil, meski sudah mencoba berbagai upaya. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2022 mengungkapkan, sekitar 10-15% dari 39,8 juta (atau setara 4-6 juta) pasangan usia subur di Indonesia mengalami infertilitas atau kesulitan punya anak.

Secara global, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, gangguan reproduksi dialami oleh 1 dari 6 orang di seluruh dunia.

"Sayangnya, stigma negatif masyarakat sering kali menyalahkan perempuan ketika pasangan suami istri belum memiliki keturunan. Padahal 30% penyebabnya berasal dari laki-laki," ujar Staff Pengajar Departemen Biologi Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya William William, dikutip Sabtu (22/11/2025).  

Dalam tulisannya berjudul Jumlah sperma laki-laki sedunia menurun 50%: Penyebab jutaan pasutri di Indonesia sulit punya anak? yang ditayangkan The Conversation pada 20 November 2025, William menjabarkan sebuah penelitian tahun 2023 menemukan, jumlah sperma laki-laki di dunia dalam setengah abad terakhir menurun lebih dari 50% sejak tahun 1970-an. Penurunan ini terjadi hampir di semua wilayah, termasuk Asia.

"Selain memperkecil peluang kehamilan, penurunan jumlah sperma menjadi sinyal serius bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam pola hidup dan lingkungan kita," katanya.

Polusi hingga gaya hidup picu infertilitas

Sperma adalah "cermin" kesehatan tubuh laki-laki. Saat sperma menurun, kemungkinan besar tubuh kita sedang terpapar polusi, stres berlebih, ataupun gaya hidup yang tidak sehat.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa polusi udara sangat mempengaruhi kualitas sperma. Studi tahun 2022 dalam jurnal Science of The Total Environment mengungkap bahwa polusi yang kita hirup setiap hari bisa mengurangi jumlah sperma.

Kondisi ini rentan dialami laki-laki di kota besar seperti Jakarta, yang kualitas udaranya sering kali melebihi batas aman WHO.

Ditambah lagi, paparan mikroplastik dari lingkungan diduga dapat mengganggu fungsi hormonal dan proses pembentukan sperma.

Selain polusi dan faktor lingkungan, gaya hidup tidak sehat juga berperan besar. Kebiasaan merokok, minum alkohol, kurang tidur, dan konsumsi makanan tinggi lemak bisa menurunkan kualitas sperma secara perlahan.

Gaya hidup tidak sehat bisa memicu obesitas yang terbukti menurunkan kadar hormon seks laki-laki, testosteron. Sementara itu, stres kronis dan kurang istirahat dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron yang berujung pada gangguan produksi sperma.

Banyak laki-laki enggan memeriksakan diri

Sayangnya, banyak laki-laki enggan memeriksakan diri ketika pasangan sulit hamil. Budaya dan stigma membuat masalah kesuburan sering dianggap urusan perempuan semata.

Pemeriksaan sederhana seperti analisis sperma di laboratorium bisa mempercepat penemuan mengenai penyebab infertilitas dan langkah pengobatan yang tepat.

Namun, tak sedikit laki-laki yang merasa takut dengan hasil pemeriksaan dan enggan membicarakan soal kesuburan. Padahal kondisi jumlah sperma rendah ataupun bentuk sperma abnormal sering kali bisa diperbaiki lewat perubahan gaya hidup, terapi hormon, maupun tindakan medis tertentu.

Cegah dengan pola hidup sehat

Sebenarnya, terdapat beberapa cara untuk mengurangi risiko penyebab infertilitas, seperti:

- Berhenti merokok dan membatasi konsumsi alkohol.

- Menjaga berat badan ideal dan rutin berolahraga.

- Tidur cukup dan mengelola stres.

- Mengurangi paparan polusi dan panas berlebih (misalnya memangku laptop terlalu lama).

- Konsumsi makanan kaya antioksidan, seperti buah, sayur, ikan, dan biji-bijian.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tertunda 30 Tahun, Museum Paris Rilis Patung Lilin Putri Diana