
Kenapa Hantu Tidak Telanjang? Benarkah Itu Cuma Ilusi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketika membayangkan hantu, yang terlintas di pikiran biasanya sosok menyeramkan berbalut kain kafan putih, bukan makhluk telanjang yang berkeliaran di malam hari. Namun, pernahkah anda bertanya-tanya, mengapa hantu selalu digambarkan memakai pakaian?
Berdasarkan artikel The Conversation yang tayang pada 25 Oktober 2024, dituliskan pada tahun 1863 karikaturis dan ilustrator George Cruikshank, yang terkenal karena karyanya bersama Charles Dickens membuat "penemuan" yang aneh tentang beragamnya penampakan hantu. Ia menulis:
"Rasanya belum pernah ada yang memikirkan absurditas dan ketidakmungkinan adanya hantu berpakaian... Demi kesopanan, hantu tidak bisa, tidak boleh, dan tidak berani muncul tanpa pakaian; dan karena tidak ada hantu atau roh berpakaian, lalu mengapa, tampaknya hantu tidak pernah muncul dan tidak akan pernah bisa muncul," ujar George Cruikshank dikutip dari The Conversation, Sabtu (18/10/2025)..
Pertanyaan itu menjadi bahan renungan serius bagi masyarakat Inggris era Victoria.
Pada saat itu, citra hantu yang terbungkus kain kafan mencerminkan kesinambungan antara jasad dan roh.
Peran sosial utama hantu sebelum periode modern adalah membawa pesan kepada mereka yang hidup dari alam baka, sehingga kaitannya dengan pakaian pemakaman menjadi masuk akal.
Pada pertengahan abad ke-19, dengan spiritualisme dan bentuk-bentuk awal penelitian psikis yang menyebar di dunia barat, orang-orang mulai melaporkan melihat hantu mengenakan pakaian sehari-hari dan kontemporer.
Kritikus dan antropolog Andrew Lang membandingkan mimpi dan melihat hantu pada tahun 1897.
Bagi Lang, pakaian hantu adalah bahan pembuat mimpi. Implikasinya, bahwa para peramal hantu adalah orang yang berpakaian, bukan yang melepas pakaian, tampaknya mencerminkan moralitas hantu yang merajalela, di mana sebagian besar roh abad ke-19 disucikan dan suci.
Asumsi Lang yang ganjil bahwa tidak ada ketelanjangan dalam mimpi menggemakan hal ini.
Mode dan pakaian berperan penting dalam identifikasi kelas, gender, dan pekerjaan pada periode Victoria. Hantu-hantu dari kelas pelayan tampaknya lebih terikat pada pakaian mereka, alih-alih wajah atau suara mereka sebuah tema yang muncul dalam beberapa laporan hantu yang dikirimkan ke majalah The Strand pada tahun 1908.
Pakaian mengidentifikasi orang dan membuat mereka dapat direpresentasikan. Ketelanjangan mengganggu cara pengkategorian seseorang secara instan ini.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
