Manfaat Memaafkan Menurut Psikologi: Turunkan Stres-Panjangkan Umur

Dany Gibran, CNBC Indonesia
25 August 2025 13:37
Ilustrasi meminta maaf
Foto: Brett Jordan via Unsplash
Daftar Isi

Jakarta, 25 Agustus 2025 - Memaafkan bukan hanya soal moral, tetapi juga terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Psychology Today menjelaskan bahwa sikap memaafkan mampu menurunkan stres, memperbaiki kualitas tidur, hingga memperpanjang usia.

Memaafkan sebagai Perawatan Diri

Menyimpan dendam terbukti dapat memicu stres kronis. Hal ini disebabkan meningkatnya kadar kortisol dalam tubuh, yang kemudian memicu tekanan darah tinggi, melemahkan sistem kekebalan, dan memperbesar risiko penyakit jantung.

Sebaliknya, memaafkan terbukti membantu menurunkan kadar kortisol, memperbaiki kualitas tidur, dan mengurangi risiko gangguan kesehatan kronis. Amy Morin, LCSW, seorang psikoterapis sekaligus penulis buku 13 Things Mentally Strong People Don't Do, menegaskan dalam Psychology Today bahwa memaafkan bukanlah tentang orang lain, melainkan tentang membebaskan diri dari beban emosional yang berbahaya bagi kesehatan.

Memaafkan Bisa Memperpanjang Usia

Penelitian dari Luther College di Iowa menemukan bahwa individu yang lebih mudah memaafkan memiliki angka kematian lebih rendah dibandingkan mereka yang sulit melepaskan dendam. Temuan ini menunjukkan bahwa sikap memaafkan bukan hanya berdampak pada kesehatan mental, tetapi juga berhubungan dengan panjang umur.

Mitos tentang Memaafkan yang Perlu Diluruskan

Beberapa kesalahpahaman seputar memaafkan:

  1. Memaafkan tidak berarti membenarkan kesalahan.

  2. Memaafkan tidak harus berakhir pada rekonsiliasi.

  3. Memaafkan adalah proses, bukan keputusan instan.

Dukungan dari Riset Kesehatan dan Neurosains

Sejumlah penelitian lain juga menguatkan pentingnya memaafkan. Laporan Mayo Clinic (2023) menyebut bahwa sikap memaafkan mampu menurunkan risiko depresi, kecemasan, meningkatkan kesehatan jantung, serta memperkuat sistem imun.

Dari sisi neurosains, studi yang dipublikasikan oleh Greater Good Science Center, University of California, Berkeley, menemukan bahwa memaafkan mengaktifkan area otak yang berhubungan dengan empati dan pengendalian diri, seperti medial prefrontal cortex dan posterior cingulate cortex. Aktivasi ini membantu seseorang mengurangi emosi negatif dan lebih mudah memahami sudut pandang orang lain.

Tidak Semua Orang Harus Memaafkan

Meski banyak penelitian mendukung manfaat memaafkan, para ahli juga mengingatkan bahwa proses ini tidak boleh dipaksakan. Amanda Ann Gregory, LCPC, seorang terapis trauma yang menulis di Psychology Today pada September 2024, menegaskan bahwa tekanan untuk memaafkan justru bisa memperlambat proses pemulihan emosional. Setiap orang memiliki perjalanan penyembuhan yang berbeda, sehingga memaafkan sebaiknya muncul secara alami.


(dag/dag)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mau Keluar atau Bertahan di Zona Nyaman? Ini Tips dari Psikolog

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular