
Menkes Ungkap Penyebab Penyakit Kusta di Indonesia Sulit Hilang

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menegaskan, penyakit kusta bukanlah kutukan maupun aib. Penyakit ini bisa disembuhkan total jika ditangani sejak dini, namun masih kuatnya stigma sosial membuat banyak penderita memilih bungkam daripada mencari pengobatan.
"Kusta itu bisa disembuhkan. Obatnya ada dan gratis. Tapi karena takut diejek, dikira kena kutukan, akhirnya orang enggan lapor. Akibatnya terlambat ditemukan, menular, bahkan bisa sebabkan disabilitas," ujar Menkes Budi saat kunjungan kerja di Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, dikutip dari website resmi Kemenkes RI.
Menkes menjelaskan, kusta justru tidak mudah menular seperti COVID-19. Diperlukan kontak erat dan berkepanjangan agar penyakit ini bisa berpindah.
"Kalau COVID-19 ngobrol sebentar bisa nular. Kusta beda, butuh kontak lama. Asal sedang diobati, aman berinteraksi," jelasnya.
Menkes menekankan, deteksi dini penting agar pengobatan lebih efektif dan bisa mencegah disabilitas. Pengobatan kusta umumnya berlangsung enam bulan, menggunakan obat kombinasi yang disediakan pemerintah secara gratis.
"Kalau ada satu kasus ditemukan, anggota keluarganya langsung dikasih obat pencegahan satu kali minum. Itu cukup untuk memutus penularan," ujarnya.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang hadir dalam kunjungan tersebut menyoroti keterkaitan erat antara kusta dan faktor kemiskinan. Ia menyebut perlunya intervensi bukan hanya soal medis, tetapi juga bantuan sosial.
"Banyak penderita kusta berasal dari keluarga miskin. Maka kita bantu juga gizinya. Saya dan Pak Bupati siap kasih bantuan Rp1 juta per bulan, asal digunakan untuk makan sehat," katanya.
Dedi juga mengusulkan skema insentif bagi perawat dan bidan yang secara aktif mendampingi pasien hingga sembuh.
"Satu nakes dampingi lima pasien. Kalau sembuh, kita kasih bonus Rp10 juta. Jangan cuma bicara pengabdian, tapi tak diberi penghargaan," tegasnya.
Sementara itu, Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang mengatakan, penanganan kusta masuk dalam prioritas pembangunan berbasis desa, termasuk perbaikan sanitasi dan rumah sehat.
"Kalau rumah pasien kusta tidak layak, kita bantu rehabilitasi. Kita bangun Kabupaten Bekasi dari desa," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Bekasi, dr. Alamsyah, menyebut stigma masih jadi penghalang utama. Banyak penderita menyembunyikan penyakitnya karena takut dijauhi dan dianggap membawa aib.
Data per Juni 2025 mencatat ada 121 kasus baru kusta di Bekasi, dengan tingkat penemuan kasus (CDR) sebesar 3,34. Sebagian besar merupakan kusta tipe Multibasiler (MB), termasuk 6 kasus pada anak-anak yang mengindikasikan masih ada penularan aktif dalam keluarga.
"Ini bukan aib. Ini saatnya ubah persepsi. Dengan dukungan lintas sektor dan komunitas internasional, Bekasi bisa jadi contoh eliminasi kusta," kata Alamsyah.
Program eliminasi kusta di Kabupaten Bekasi kini dijalankan secara kolaboratif oleh Puskesmas, RS, klinik, kader desa, serta mitra seperti NLR (No Leprosy Relief). Pemerintah mengajak masyarakat untuk tidak takut melapor dan segera mengakses pengobatan yang telah tersedia.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menkes Akui Rasio Tenaga Kesehatan RI Setara Yaman dan Tonga
