Liburan ke AS Sekarang Kena Biaya Tambahan Rp4 Juta, Ini Penjelasannya

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Senin, 21/07/2025 12:05 WIB
Foto: Patung Liberty di New York, Amerika Serikat. (REUTERS/Brendan McDermid)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mulai tahun fiskal 2025, wisatawan yang ingin masuk ke Amerika Serikat (AS) dengan visa non-imigran harus membayar biaya tambahan baru bernama Visa Integrity Fee sebesar US$250 atau sekitar Rp4 juta. Biaya ini bukan pengganti biaya visa biasa, melainkan pungutan tambahan yang dikenakan di atas biaya yang sudah berlaku sebelumnya.

Kebijakan ini merupakan bagian dari One Big Beautiful Bill Act, undang-undang imigrasi yang digulirkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri AS bilang, tujuan visa ini adalah memulihkan integritas dalam sistem imigrasi AS, termasuk menindak tegas mereka yang tinggal melebihi masa berlaku visa.

Menurut data Layanan Penelitian Kongres AS, meski mayoritas pemegang visa patuh, sekitar 1-2% pengunjung non-imigran tetap tinggal di AS setelah masa visanya habis. Bahkan, sekitar 42% dari total 11 juta imigran ilegal di AS awalnya masuk secara legal, tapi melanggar batas waktu tinggal.


Siapa yang Wajib Bayar dan Berapa Jumlahnya?

Biaya US$250 ini berlaku bagi semua pemegang visa non-imigran, termasuk turis, pelancong bisnis, hingga pelajar internasional dan dibayar saat visa disetujui. Artinya, jika visa ditolak, pemohon tidak akan dikenakan biaya ini.

"Rincian tentang persyaratan baru ini masih sedikit, yang mengakibatkan tantangan yang signifikan dan pertanyaan yang belum terjawab terkait penerapannya," kata juru bicara dari Asosiasi Perjalanan AS dikutip CNBC International, Senin (21/7/2025).

Besaran biaya minimalnya ditetapkan untuk periode 1 Oktober 2024 hingga 30 September 2025. Namun, Menteri Keamanan Dalam Negeri AS punya wewenang untuk menaikkan jumlahnya dan akan disesuaikan dengan inflasi di tahun-tahun berikutnya.

Selain itu, ada juga kenaikan biaya Formulir I-94, yang digunakan untuk mencatat kedatangan dan keberangkatan pengunjung. Biayanya naik dari US$6 menjadi US$24. Ini berarti, semisal untuk pemegang visa kerja H-1B, total biaya bisa mencapai US$455.

Menyoal pengembalian uang, akan dilakukan setelah visa perjalanan berakhir. Seorang mitra di firma hukum imigrasi yang berbasis di Houston, Reddy Neumann Brown PC, Steve A. Brown menyebut, biaya tersebut belum diterapkan. Bahkan tidak jelas kapan akan dimulai.

"Saya yakin akan dibutuhkan sebuah peraturan, atau setidaknya pemberitahuan di Federal Register, mengenai implementasi pengumpulan dana," kata Brown.

Dalam teori, wisatawan bisa mengklaim pengembalian Visa Integrity Fee jika mereka mematuhi semua syarat visa, seperti tidak bekerja ilegal dan meninggalkan AS sebelum masa berlaku visa berakhir (dengan toleransi maksimal lima hari keterlambatan).

Departemen Keamanan Dalam Negeri menyatakan, implementasinya butuh koordinasi lintas lembaga. Hingga saat ini, belum ada aturan teknis tentang bagaimana dan kapan sistem pengembalian akan berlaku.

Kantor Anggaran Kongres (CBO) AS memprediksi hanya sedikit yang akan mengajukan klaim pengembalian dana, dan Departemen Luar Negeri diperkirakan butuh waktu bertahun-tahun untuk menyiapkan sistemnya. CBO memperkirakan, aturan ini bisa menambah pemasukan dan mengurangi defisit AS sebesar US$28,9 miliar selama periode 2025-2034.

Brown juga menyarankan untuk menganggap biaya ini sebagai "uang hangus". "Kalau bisa dikembalikan, itu bonus. Tapi jangan berharap banyak. Pemerintah biasanya tidak mudah mengembalikan uang," ujarnya.

Dampak pada Wisatawan dan Industri Pariwisata

Para pelancong individu, terutama pemegang visa B (turis dan bisnis), kemungkinan besar akan paling terdampak. Biaya tambahan ini bisa membuat perjalanan ke AS terasa jauh lebih mahal bagi sebagian besar wisatawan.

Kebijakan ini juga muncul di tengah persiapan AS menyambut berbagai event besar tahun 2026, termasuk Piala Dunia FIFA dan peringatan 250 tahun kemerdekaan AS (America 250). Namun, ironi muncul saat dana promosi pariwisata justru dipangkas.

Brand USA, badan pemasaran destinasi AS, mengalami pemotongan dana drastis dari US$100 juta menjadi US$20 juta. Bahkan, separuh dewan direksi mereka dipecat oleh Departemen Perdagangan pada April lalu. CEO Brand USA Fred Dixon menyatakan kekecewaannya, meski tetap berharap dana bisa dipulihkan untuk 2026.

Sementara itu, Asosiasi Perjalanan AS mengkritik keras pemberlakuan biaya baru ini.

"Kami mendukung investasi dalam infrastruktur dan keamanan. Tapi menambahkan biaya baru untuk pengunjung asing, sambil memangkas promosi wisata, adalah langkah mundur," ujar Presiden dan CEO-nya, Geoff Freeman.


(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kesadaran Perawatan Gigi Naik, Tapi Akses Masih Terbatas