5 Kalimat Toksik Wajib Dihindari Kalau Mau Anak Penurut
Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak orang tua mengeluh anaknya susah diajak kerja sama. Tapi ternyata, masalahnya bisa jadi bukan pada sikap anak, melainkan cara orang tua berkomunikasi. Hal ini diungkapkan Reem Raouda, pakar parenting sekaligus pencipta program FOUNDATIONS, yang telah mempelajari lebih dari 200 hubungan orang tua dan anak.
Dari pengamatannya, Reem menemukan satu benang merah, yakni orang tua yang jarang menghadapi pembangkangan tidak menggunakan ancaman, sogokan, atau hukuman keras. Sebaliknya, mereka memilih kata-kata yang membangun rasa hormat dan mendorong kerja sama.
Pasalnya, kalimat seperti "Kalau kamu nggak nurut, nanti..." justru bisa memicu reaksi melawan atau menghindar pada anak. Berikut lima kalimat yang menurut Reem sebaiknya dihindari, lengkap dengan alternatif yang lebih positif, dilansir CNBC Make It:
1. Hindari: "Pokoknya kamu harus turuti kata ibu/ayah!"
Ganti dengan: "Ibu/ayah tahu kamu nggak setuju, nanti kita diskusi ya."
Kenapa?
Kalimat otoriter ini bisa membuat anak merasa tak dihargai. Memberi ruang untuk berdiskusi bukan berarti menghilangkan aturan, tapi membantu anak memahami alasan di balik keputusan orang tua.
2. Hindari: "Kalau nggak nurut, nggak boleh main, ya!"
Ganti dengan: "Kalau kamu sudah siap melakukan \[perilaku yang diinginkan], kita bisa lanjut ke \[aktivitas yang diinginkan]."
Kenapa?
Ancaman bikin anak bersikap defensif. Kalimat alternatif ini tetap memegang batasan, tapi memberi anak pilihan untuk memenuhi tanggung jawabnya. Bukannya menghapus aturan, tapi menghapus konflik.
3. Hindari: "Jangan nangis!"
Ganti dengan: "Kamu kelihatan sedih banget. Coba ceritakan, apa yang terjadi?"
Kenapa?
Meminta anak menahan tangis bisa membuat mereka merasa emosi mereka tidak valid. Sementara menunjukkan empati akan membantu anak merasa aman dan lebih terbuka secara emosional.
4. Hindari: "Berapa kali harus mama/papa bilang?!"
Ganti dengan: "Mama/papa sudah minta ini beberapa kali. Coba bantu pahami, bagian mana yang bikin kamu kesulitan?"
Kenapa?
Kalimat pertama mengasumsikan anak sengaja membangkang. Padahal, bisa jadi mereka bingung atau belum punya keterampilan yang dibutuhkan. Reframing seperti ini mendorong pemecahan masalah, bukan menyalahkan.
5. Hindari: "Kamu kan tahu itu salah!"
Ganti dengan: "Kayaknya ada sesuatu yang bikin kamu nggak jadi diri kamu yang terbaik. Yuk kita bahas bareng."
Kenapa?
Kalimat "kamu tahu itu salah" menyudutkan dan memalukan anak. Sebaliknya, frasa alternatif mengajak anak merefleksikan diri dan menunjukkan bahwa orang tua tetap percaya padanya.
Bukan Soal Kontrol, Tapi Koneksi
Reem menekankan, kunci agar anak mau mendengarkan bukan dengan memperkuat kontrol, tapi menciptakan koneksi yang aman dan saling menghormati. Ketika anak merasa dihargai dan dilibatkan dalam proses, mereka lebih mudah diajak kerja sama.
Perubahan frasa ini bukan sekadar ubah kata, tapi mencerminkan perubahan cara pandang tentang pengasuhan, dari kontrol menjadi koneksi. Ketika orang tua merespons dengan empati dan kepemimpinan yang tenang, anak-anak tumbuh jadi pribadi yang tangguh secara emosional dan punya hubungan yang kuat dengan orang tuanya.
(hsy/hsy)