Kenapa Warga Keturunan China Ada di Seluruh Dunia? Ini Alasannya

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
18 April 2025 07:30
Warga keturunan Tionghoa melaksankan sembahyang di Vihara Amurva Bhumi, kawasan Karet Semanggi, Jakarta, Jumat (24/1/2020). Ibadah tersebut dalam rangka Tahun Baru Imlek 2571/2020. 


Tahun Baru Imlek selalu menjadi ajang perayaan terbesar bagi etnis Tionghoa, tidak hanya di negara asalnya tapi juga di seluruh dunia salah satunya di Indonesia.



Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting bagi orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada hari ke-15.


Perayaan Imlek ini meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Thian dan yang terakhir dilakukan adalah perayaan Cap Go Meh. Tujuan dilakukannya sembahyang tersebut, sebagai rasa terima kasih atau rasa syukur untuk menyambut Tahun Baru.


Salah satu ciri khas dalam setiap perayaan Imlek adalah serba warna merah. Dalam budaya China, warna merah diidentikkan sebagai simbol kebahagiaan, kesehatan dan kemakmuran. 

Warna merah juga dipercaya dapat menangkal roh jahat dan mendatangkan keberuntungan.



Warna merah juga dipercaya dapat mengusir Nian atau sejenis makhluk buas yang hidup di dasar laut atau gunung yang keluar saat musim semi atau saat tahun baru Imlek.



Perayaan Imlek diyakini amat penting untuk memperoleh keberuntungan di tahun mendatang.


Tahun Baru Imlek sekaligus menandai dimulainya shio baru. Imlek tahun ini adalah shio tikus logam.



Warna merah dalam pakaian yang dikenakan adalah warna keberuntungan orang China. Warna itu dipercaya menakuti roh-roh dan nasib buruk.




Di Vihara Amurva Bhumi juga menampilkan atraksi Barongsai. Pagelaran Barongsai selalu ada setiap perayaan Imlek. 


Menurut kepercayaan orang China kuno, tarian barongsai menjadi cara untuk mengusir setan dan roh jahat. 




angpau juga dipercaya makin memperlancar rezeki di kemudian hari. Membagikan angpau pada saat Imlek berkaitan dengan transfer energi dan kesejahteraan yang juga dipercaya memperlancar rezeki di kemudian hari. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto).
Foto: Warga keturunan China melaksankan sembahyang di Vihara Amurva Bhumi, Jl. Prof. DR. Satrio, Karet Semanggi, Jakarta, Jumat (24/1/2020) malam. Ibadah tersebut dalam rangka Tahun Baru Imlek 2571/2020 (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto).

Jakarta, CNBC Indonesia - Populasi keturunan China di dunia jumlahnya sangat besar. Dari hampir 8 miliar penduduk bumi, sekitar 1,4 miliar di antaranya merupakan warga negara atau keturunan China, mencakup 18% populasi global.

Angka ini bahkan belum termasuk warga peranakan Tionghoa yang telah berasimilasi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Lalu, bagaimana bisa etnis Tionghoa tersebar begitu luas di seluruh dunia?

Tradisi Merantau Sejak Ribuan Tahun Lalu

Penyebaran etnis Tionghoa tak lepas dari tradisi migrasi dan perantauan yang telah dilakukan sejak ribuan tahun lalu. Salah satu buktinya adalah keberadaan Jalur Sutra yang telah aktif sejak tahun 130 SM.

Jalur ini menghubungkan Asia Timur dengan kawasan Mediterania. Ini menjadi jalur penting perdagangan antara China dengan Timur Tengah serta Eropa.

Tak hanya berdagang, Jalur Sutra juga menjadi jalur penyebaran budaya dan tempat tinggal bagi para pedagang. Banyak yang akhirnya menetap di daerah-daerah sepanjang jalur tersebut dan berinteraksi dengan penduduk lokal, melahirkan komunitas keturunan Tionghoa di berbagai belahan dunia.

Dua Gelombang Migrasi Besar

Selain itu, selama membentang 4.000 km, Jalur Sutra juga tidak hanya untuk berdagang, tetapi juga sebagai tempat bermukim sehingga terjadi interaksi dengan penduduk lokal yang melahirkan generasi baru yang keturunan China. Sejarawan China, Zhuang Guotu, mencatat setidaknya ada dua gelombang migrasi besar dalam sejarah modern yang membuat diaspora Tionghoa semakin meluas.

Pertama, pada abad ke-16. Migrasi besar-besaran terjadi karena kebutuhan tenaga kerja akibat ekspansi kolonialisme bangsa-bangsa Eropa.

Di Batavia, misalnya, Gubernur Jenderal VOC J.P. Coen secara khusus mendatangkan orang-orang Tionghoa karena dianggap memiliki etos kerja yang tinggi. Mereka disebut mampu mengembangkan sektor perdagangan di wilayah jajahan Belanda.

Kedua, migrasi besar kembali terjadi pada pertengahan abad ke-19. Kali ini, penyebabnya adalah meningkatnya permintaan tenaga kerja asal China setelah sistem perbudakan dihapus di banyak negara Barat. Selain itu, kondisi politik dalam negeri China yang tidak stabil serta bencana alam juga mendorong masyarakatnya untuk mencari kehidupan baru di luar negeri.

Warisan Diaspora: Pecinan di Berbagai Negara

Perpindahan besar-besaran ini kemudian membentuk komunitas-komunitas Tionghoa di berbagai negara. Kawasan pecinan yang kini lazim ditemui di berbagai kota besar dunia menjadi bukti nyata dari mobilitas dan adaptasi masyarakat Tionghoa yang luar biasa.

Dengan akar sejarah yang panjang dan peran penting dalam perdagangan global, tak heran jika hingga hari ini, etnis Tionghoa masih memiliki pengaruh kuat di berbagai sektor ekonomi dan budaya di seluruh dunia.


(Fergi Nadira/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 10 Negara yang Paling Banyak Konsumsi Mi Instan, RI Masuk?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular