CNBC Insight

Alasan Sebenarnya Kenapa Senang Saat Melihat Orang Lain Susah

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Sabtu, 20/07/2024 16:15 WIB
Foto: Emoticn tertawa (Image by Gerd Altmann from Pixabay)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kata-kata "senang melihat orang lain susah" tentu pernah kita dengar, terlontar dari orang-orang di sekitar kita, teman, keluarga, atau pun dialog di acara tv/ film/ maupun buku/ tulisan. Atau pada saat teman kita terjungkal dari kursi. Alih-alih menolong, tak jarang kita malah menertawakannya terlebih dahulu. Lalu akan ada yang nyeletuk "senang banget lihat orang susah/ menderita".

Hal ini ternyata tak sedikit dimanfaatkan orang, meski tak semuanya bertujuan buruk. Contoh paling populer saat orang sengaja dikerjai agar orang lain tertawa. Atau ketika pengemis secara sadar melakukan penyiksaan diri, seperti berendam di lumpur, agar menghibur orang. 

Lalu, kenapa kita senang melihat orang lain susah atau menderita?


Dari sisi psikologi, kebiasaan ini disebut schadenfreude. Schadenfreude diambil dari bahasa Jerman, yakni schaden (kekerasan) dan freude (kebahagiaan). Secara terminologi, kata itu dapat diartikan sebagai perasaan senang yang bisa didapat kalau melihat orang lain susah.

Menurut peneliti Shensheng Wang dan Scott O. Lilienfeld dalam riset berjudul "Schadenfreude deconstructed and reconstructed" (2019), schadenfreude merupakan emosi umum manusia dalam berinteraksi.

Hal ini bisa terjadi karena manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan keadilan, identitas sosial, dan penghormatan. Untuk mengejar itu muncul jiwa kompetitif dan ambisius. Hanya saja, di sebagian orang kemunculan sikap itu tak dibarengi kepercayaan diri, sehingga hanya timbul iri dengki.

Pada titik ini, melansir Sciencefocus, cara alternatif terbaik yang bisa dilakukan dengan merendahkan orang lain. Dengan melihat, atau dengan sengaja membuat seorang lain kehilangan muka hingga menderita, maka di situlah manusia mereka lebih baik dan naik statusnya.

Singkatnya, manusia butuh pengakuan untuk membuat dirinya lebih hebat dibanding manusia lain. Karenanya mereka juga butuh manusia yang lemah, susah, dan menderita. Jika ini terjadi, maka mereka akan merasa bahagia dan lebih dipandang hebat dibanding yang lain.

Dalam kasus orang terjungkal dari kursi di atas, misalnya. Saat korban terjungkal, subjek yang melihat merasa lebih superior dan bahagia karena bisa duduk normal tanpa ada tragedi memalukan.

Menariknya, kebiasaan schadenfreude justru bersifat biologis dan berkaitan dengan reaksi emosional orang. Pada 2013 tim riset dari dari Universitas Princeton melakukan pengukuran alat rekam listrik pada otot pipi objek penelitian.

Hasilnya mengungkap ada kemunculan aliran listrik saat orang lain mengalami kesengsaraan. Artinya, otot penggerak senyum dan tawa justru lebih aktif saat melihat orang lain menderita, susah, atau apes. Apalagi saat yang dilihat orang yang dibenci.

Jadi, apakah kamu salah satu yang menerapkan schadenfreude?


(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kisah Marshel Widianto, Dulu Susah Kini Hidup Ala Rich People