Jelang Olimpiade 2024, Prancis Disebut Rasis Gegara Jilbab

Rindi Salsabilla, CNBC Indonesia
Jumat, 19/07/2024 12:15 WIB
Foto: Pasukan keamanan Prancis mulai menutup sebagian besar wilayah Kota Paris pada hari Kamis (18/07), jelang upacara pembukaan Olimpiade pada pekan depan di Sungai Seine. (REUTERS/Kai Pfaffenbach)

Jakarta, CNBC Indonesia - Prancis dituduh melakukan diskriminasi gender yang rasis atas keputusan melarang atlet mengenakan jilbab selama Olimpiade Paris 2024.

Melansir dari The Telegraph, meskipun Komite Olimpiade Internasional mengatakan bahwa para atlet akan diizinkan untuk mengenakan jilbab di perkampungan atlet tanpa batasan, Prancis memberlakukan larangan yang hanya berlaku bagi atlet negara tuan rumah.

Amnesty International adalah salah satu 11 kelompok yang meminta Presiden International Olympic Committee (IOC), Thomas Bach untuk membatalkan kebijakan tersebut melalui surat terbuka.


Juru bicara Amnesty International, Anna Blus menyebut bahwa larangan untuk menggunakan hijab olahraga selama Olimpiade dan Paralimpiade adalah hal yang sangat tidak sesuai dengan klaim Olimpiade Paris 2024, yaki "Olimpiade Kesetaraan Gender"

"Larangan atlet Prancis berkompetisi dengan hijab olahraga dalam Olimpiade dan Paralimpiade merupakan sebuah ejekan atas klaim bahwa Paris 2024 adalah Olimpiade Kesetaraan Gender," kata Blus, dikutip Jumat (19/7/2024).

"Justru ini menjadi yang pertama dan memperlihatkan diskriminasi gender rasis yang mendasari akses untuk berolahraga di Prancis," lanjutnya.

Blus menegaskan bahwa tidak ada satu pun pembuat kebijakan yang boleh mengatur apapun terkait apa yang akan dikenakan oleh perempuan, termasuk panitia Olimpiade.

"Selain itu, tidak ada perempuan yang boleh dipaksa untuk memilih antara olahraga yang dia sukai atau keyakinan, identitas budaya, atau kepercayaannya," tegas Blus

"Belum terlambat bagi otoritas Prancis, federasi olahraga, dan Komite Olimpiade Internasional untuk melakukan hal yang benar dan membatalkan semua larangan berhijab pada atlet olahraga Prancis," sambungnya.

Foto: Olimpiade Paris 2024. (AP Photo)

Sebelumnya, pada September 2023 lalu, Menteri Olahraga Prancis, Amelie Oudea-Castera mengatakan bahwa atlet Prancis akan dilarang mengenakan hijab. Adapun, alasan dari pelarangan tersebut adalah komitmen pemerintah untuk menegakkan laicite, yakni bentuk sekularisme ketat Prancis yang menentang tampilan simbol-simbol agama sela,a acara olahraga.

"Itu berarti larangan terhadap segala jenis dakwah. Itu berarti netralitas mutlak dalam pelayanan publik, tim Prancis tidak akan mengenakan jilbab," kata Oudea-Castera kepada France 3 TV.

Meskipun ada penolakan dari kelompok hak asasi manusia (HAM) internasional, seperti Amnesty, IOC menegaskan bahwa pihaknya mendukung hak Prancis untuk menerapkan larangan tersebut dengan menyatakan bahwa "kebebasan beragama ditafsirkan dengan berbagai cara oleh berbagai negara."

Keputusan tersebut pun mendapat sorotan dari PBB. Dalam tanggapannya, PBB menyebut bahwa "tidak ada seorang pun yang boleh memaksakan pada seorang perempuan terkait apa yang perlu atau tidak boleh dia kenakan."

Beberapa atlet putri Prancis juga mengaku, larangan tersebut telah menghalangi mereka untuk berpeluang lolos ke Olimpiade.

"Terlepas dari keinginan dan keterampilan saya, saya sebenarnya tidak diizinkan bermain untuk Prancis karena kebijakan diskriminatif," ungkap pemain basket berusia 24 tahun, Diaba Konaté.

"Sangat sedih tidak bisa mewakili negara asal hanya karena identitas agama saya," lanjtnya.

Sementara itu, pemain sepak bola profesional asal Saint-Denis pinggiran Paris, Lina Boussaha memutuskan untuk bergabung dengan tim Arab Saudi agar bisa mengenakan jilbab selama pertandingan.

Sejarah kontroversial Prancis terkait jilbab sebenarnya telah dimulai sejak 2004, yakni ketika undang-undang (UU) yang melarang orang mengenakan "simbol agama yang mencolok" di sekolah umum dan lembaga pemerintah disahkan.

Sebanyak 77 persen masyarakat Prancis diklaim selalu mendukung larangan tersebut meskipun UU itu belum diperluas ke bidang olahraga. Ternyata, federasi olahraga di seluruh Prancis telah menerapkan larangan berdasarkan peraturan sendiri.

Pada 2023 lalu, pengadilan administratif tertinggi Prancis menguatkan larangan pesepakbola perempuan mengenakan jilbab, meski FIFA mengizinkannya sejak 2014.

Federasi Bola Basket Prancis juga turut melarang penggunaan jilbab selama kompetisi. Selain itu, wilayah Paris mengambil tindakan "keras" dengan memotong pendanaan klub-klub yang tidak menghormati aturan tersebut.


(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Cantik Tak Kenal Krisis, Bisnis Kosmetik Tetap Bersinar