Pantas Harga Tiket Pesawat di RI Mahal. Luhut Ungkap Sebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves RI), Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan alasan harga tiket pesawat di Indonesia mahal dalam beberapa bulan terakhir, Kamis (11/7/2024).
Luhut mengungkapkan bahwa penyebab harga tiket penerbangan yang tinggi diakibatkan oleh aktivitas penerbangan global yang telah 90 persen pulih jika dibandingkan dengan situasi sebelum pandemi, yakni 2019.
Dalam penjelasannya, Luhut menyebut bahwa berdasarkan data International Air Transport Association (IATA), sebanyak 4,7 miliar penumpang diproyeksikan bakal muncul sepanjang 2024 alias 200 juta penumpang lebih banyak daripada 2019.
Guna mengatasi salah satu permasalahan yang kerap dikeluhkan oleh masyarakat ini, Luhut menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan evaluasi operasi biaya pesawat, termasuk menganalisis rincian nilai Cost Per Block Hour (CBH).
"Kami menyiapkan beberapa langkah untuk efisiensi penerbangan dan penurunan harga tiket, misalnya evaluasi operasi biaya pesawat," jelas Luhut dalam unggahan melalui akun Instagram pribadinya (@luhut.pandjaitan), Kamis (11/7/2024).
"Cost Per Block Hour (CBH) merupakan komponen biaya operasi pesawat terbesar [sehingga] perlu diidentifikasi rincian pembentukannya. Kami juga merumuskan strategi untuk mengurangi nilai CBH tersebut berdasarkan jenis pesawat dan layanan penerbangan," sambungnya.
Sebagai informasi, CBH adalah waktu yang dihitung dari saat pintu pesawat ditutup dan di-pushed back saat akan terbang hingga pintu pesawat dibuka saat mendarat.
Selain itu, pemerintah juga bakal mempercepat kebijakan pembebasan Bea Masuk serta pembukaan Larangan dan Pembatasan (Lartas) barang impor tertentu untuk kebutuhan penerbangan demi mengefisiensikan penerbangan dan menurunkan harga tiket pesawat.
"Di mana porsi perawatan berada di 16 persen porsi keseluruhan setelah avtur," ucap Luhut.
Lebih lanjut, Luhut turut menyoroti mekanisme pengenaan tarif berdasarkan sektor rute yang berimplikasi terhadap pengenaan dua kali tarif PPN, luran Wajib Jasa Raharja (IWJR), dan Passenger Service Charge (PSC) bagi penumpang yang melakukan transit dengan berganti pesawat.
Menurut luhut, mekanisme perhitungan tarif perlu disesuaikan berdasarkan biaya operasional maskapai per jam terbang. Ia mengatakan bahwa hal ini dapat berdampak signifikan dalam mengurangi beban biaya pada tiket penerbangan.
"Hal lain yang tidak kalah penting adalah evaluasi peran pendapatan kargo terhadap pendapatan perusahaan penerbangan yang seringkali luput dari perhatian," ujar Luhut.
"Ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan harga Tarif Batas Atas," lanjutnya.
Luhut mengatakan, pemerintah turut akan mengkaji peluang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk beberapa destinasi prioritas. Nantinya, seluruh proses untuk menangani masalah tiket yang mahal akan dipimpin oleh Komite Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional.
Sebelumnya, dalam beberapa bulan belakangan ini masyarakat Indonesia mengeluhkan harga tiket pesawat domestik meroket. Bahkan, harga tiket pesawat rute Jakarta-Padang sempat menyentuh angka Rp4,7 jutaan.
Luhut mengungkapkan bahwa jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan negara berpenduduk tinggi, harga tiket penerbangan Indonesia memang tergolong sangat mahal. Bahkan, Indonesia menduduki negara dengan tiket termahal kedua di dunia setelah Brasil.
(rns/rns)