Jurus BGS Selesaikan Masalah RI Kekurangan 29 Ribu Dokter Spesialis

Rindi Salsabilla, CNBC Indonesia
Senin, 06/05/2024 12:30 WIB
Foto: Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam acara peluncuran Pendidikan Dokter Spesialis berbasis Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama di halaman Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Kota Jakarta Barat, Senin (6/5/2024). (Youtube/Kementerian Kesehatan RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan Indonesia kekurangan 29 ribu dokter spesialis. Oleh karena itu, BGS sudah menyiapkan sejumlah kebijakan, terbaru adalah Pendidikan Dokter Spesialis berbasis Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama.

"Salah satu penyebab kurang memang produksi dokter spesialis kita 2.700 per tahun, kebutuhan kita 29 ribu-30 ribu. Jadi butuh waktu 10 tahun lebih dan itu terjadi terus setiap tahun," ujarnya di halaman Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Kota Jakarta Barat, Senin (6/5/2024).



Sebagai perbandingan, Inggris memiliki 50 juta penduduk atau seperenam dari total penduduk Indonesia. Akan tetapi, produksi dokter spesialisnya 12 ribu per tahun atau hampir lima kali lipat produksi di Indonesia.

"Sesudah kami lihat memang karena sistemnya berbeda. Itu sebabnya kebijakan keempat kita membuka pendidikan berbasis rumah sakit dan kolegium karena ini yang memang dilakukan standar di seluruh dunia," kata BGS.

"420 rumah sakit pendidikan sekarang aakan mendampingi 24 fakultas kedokteran yang sudah melakukan pendidikan spesialis, sehingga bukan hanya 24 yang bisa memproduksi tapi ditambah lagi 420," lanjut eks direktur utama Bank Mandiri itu.

Lebih lanjut, BGS memastikan, pendidikan dokter spesialis ini sama seperti pendidikan dokter spesialis di dunia. Para peserta diberikan sejumlah kemudahan.

"Tidak usah bayar uang kuliah, tidak usah bayar uang pangkal, mereka akan menjadi tenaga kontrak dari rumah sakit sehingga mereka mendapat benefit yang normal seperti tenaga kerja lainnya," ujar BGS.

"Mereka akan dapat perlindungan kesehatan, perlindungan hukum, jam kerja yang wajar dan statusnya bukan di bawah, bukan status pesuruh, bukan status pembantu, bukan status sebagai keset atau status sebagai untul, tapi memang statusnya sama," lanjutnya.

Mantan direktur utama MIND ID itu pun memastikan, penyusunan kurikulumnya melibatkan seluruh kolegium di Indonesia. Ahli-ahli asing juga dilibatkan untuk membantu sehingga kurikulum yang dihasilkan bukan hanya versi Indonesia melainkan juga versi internasional.

"Supaya kita bisa menjangkau ilmu-ilmu baru yang ada di luar negeri dan dimasukkan ke kurikulum dokter spesialis ini," kata BGS.

Dia pun memastikan transparansi dari seluruh proses rekruitmen peserta dan wawancaranya. Tujuannya agar semua orang punya hak yang sama tanpa memandang asal usulnya.



(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Waspadai Penyakit Jantung di Usia Muda, Risiko Kematian Nyata