Ramai-Ramai Warga India Daftar Kerja di Israel, Ada Apa?

Rindi Salsabilla, CNBC Indonesia
25 January 2024 10:30
Pandangan dari udara menunjukkan pengunjuk rasa memegang bendera Israel selama demonstrasi menentang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan perombakan yudisial pemerintah koalisi nasionalisnya di dekat Knesset, parlemen Israel di Jersusalem 24 Juli 2023. (REUTERS/Ilan Rosenberg)
Foto: Pandangan dari udara menunjukkan Kota Jersusalem, 24 Juli 2023. (REUTERS/ILAN ROSENBERG)
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Ratusan warga India berbondong-bondong melamar pekerjaan di Israel. 

Melansir dari Al Jazeera, ratusan pria India mengantre untuk mengikuti tes keterampilan demi mendapatkan pekerjaan sebagai tenaga konstruksi atau tukang kayu di Israel. Ini adalah pertama kalinya sektor konstruksi Israel membuka lowongan bagi masyarakat India.

Setelah lebih dari 100 hari melakukan serangan di Gaza, Israel mulai mengalami krisis tenaga kerja yang mengakibatkan pemblokiran puluhan ribu tenaga kerja asal Palestina.

Pada Oktober lalu, perusahaan konstruksi Israel dilaporkan meminta pemerintah untuk mengizinkan mereka mempekerjakan hingga 100 ribu pekerja India untuk menggantikan warga Palestina yang izin kerjanya ditangguhkan setelah serangan di Gaza dimulai.

Lalu pada Desember, India mengiklankan 10 ribu lowongan posisi untuk pekerja konstruksi di Israel, termasuk 3.000 posisi sebagai tukang kayu dan pekerja besi, 2.000 posisi untuk tukang ubin lantai, dan 2.000 untuk tukang perekat.

Dalam iklan tersebut, gaji yang ditawarkan adalah 6.100 shekel Israel atau sekitar Rp25,8 juta per bulan (asumsi kurs Rp4.242/shekel Israel).

Pada bulan yang sama, negara bagian terpadat di India, Uttar Pradesh, juga merilis iklan serupa untuk 10.000 pekerja lainnya. Laporan mengatakan, upaya rekrutmen dimulai di ibu kota negara bagian, Lucknow, berhasil menarik ratusan pelamar.

Seorang pejabat dari salah satu lembaga pemerintah negara bagian yang mengawasi upaya perekrutan, Haryana Kaushal Rozgar Nigam Limited, mengatakan bahwa rata-rata 500 hingga 600 pelamar diwawancarai setiap hari selama upaya perekrutan selama seminggu di Rohtak yang berakhir pada hari Minggu. Sebelumnya, perekrut dari Israel sudah tiba di India untuk mewawancarai para pelamar pada Awal bulan ini.

Alasan Warga India Tergiur dengan 'Loker' di Israel

Salah satu pelamar, Sharma (43) mengaku bahwa bekerja di Israel adalah "kesempatan sekali seumur hidup" untuk keluar dari garis kemiskinan. Terlebih, Sharma sempat kehilangan pekerjaan saat pandemi Covid-19 dan berasal dari negara bagian termiskin di India, Bihar.

"Mereka mengatakan bahwa saya telah lolos putaran pertama. Klien Israel sekarang akan datang ke Rohtak untuk wawancara putaran kedua dan saya harus datang ke sini," kata Sharma, dikutip Kamis (25/1/2024).

"Kami telah tidur di dalam bus dalam suhu dingin selama tiga hari terakhir dan menggunakan kamar kecil di sebuah restoran pinggir jalan, menunggu wawancara kami," imbuhnya.

Sejak kehilangan pekerjaan saat pandemi Covid-19, Sharma sempat bekerja di bawah skema ketenagakerjaan pemerintah yang membayarnya kurang dari US$3 atau sekitar Rp47.136 per hari (asumsi kurs Rp15.712/US$) per hari untuk bekerja selama lima jam di ladang.

Namun, upah harian itu jelas tidak cukup untuk menghidupi istri, dua anak, dan seorang saudara perempuan yang menjadi tanggungannya.

"Jika saya bisa mendapatkan pekerjaan ini di Israel, saya akan mampu menafkahi anak-anak saya dan menabung cukup banyak untuk menikahkan saudara perempuan saya," ujar Sharma.

Selain Sharma, pekerja konstruksi lainnya asal Bihar, Shiv Prakash, mengaku bahwa gaji yang ditawarkan oleh perusahaan Israel tiga kali lipat dari gaji yang ia terima sebelumnya.

"Siapa yang mau melewatkan kesempatan seperti itu?" tanya laki-laki berusia 39 tahun itu.

Warga India Berusaha Datang di Saat Warga Israel "Kabur"

Menurut data dari Otoritas Kependudukan dan Imigrasi Israel, sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu, perekonomian Israel mendapatkan pukulan besar. Akibatnya, hampir 50 ribu warga Israel dan lebih dari 17 ribu pekerja asing meninggalkan salah satu negara di Asia Barat itu.

Selain itu, sekitar 764.000 warga Israel, atau hampir seperlima angkatan kerja Israel, saat ini menganggur karena evakuasi, penutupan sekolah, atau panggilan tugas cadangan tentara untuk perang.

Sektor konstruksi Israel sebagian besar bergantung pada tenaga kerja asing yang sebagian besar adalah warga Palestina. Namun setelah serangan Gaza dimulai, izin kerja lebih dari 100 ribu pekerja Palestina ditangguhkan oleh pemerintah Israel.

Meskipun perang yang sedang berlangsung disebut-sebut sebagai alasan Israel mencari pekerja dari India, pemerintah Israel telah melakukan rencana tersebut selama lebih dari delapan bulan.

Pada Mei 2023, Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen, menandatangani perjanjian dengan Menteri Luar Negeri India, S Jaishankar, yang mengizinkan 42 ribu pekerja konstruksi India bermigrasi untuk bekerja.

Namun bukan hanya kelas pekerja yang ingin melakukan perjalanan ke Israel untuk bekerja, generasi muda India yang berpendidikan juga melamar pekerjaan ini untuk mencari penghasilan yang stabil.

Menurut laporan 2023 yang dibuat oleh sebuah universitas swasta terkemuka, tingkat pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi di bawah usia 25 tahun di India mencapai 42 persen setelah pandemi Covid-19.

10 Serikat Pekerja India Menolak Loker dari Israel, Ini Alasannya

Meskipun terlihat menggiurkan bagi sejumlah kalangan, rencana India mengirimkan tenaga ke negara yang terlibat dalam genosida warga Palestina telah dikritik oleh kelompok buruh dan oposisi.

Pada November lalu, 10 serikat pekerja terbesar India mengeluarkan pernyataan tegas yang mendesak pemerintah untuk tidak mengirim pekerja India ke Israel di tengah perang yang sedang berlangsung di Gaza.

"Tidak ada yang lebih tidak bermoral dan membawa bencana bagi India selain 'ekspor' pekerja ke Israel. Bahkan India mempertimbangkan untuk 'mengekspor' pekerja menunjukkan cara India melakukan dehumanisasi dan mengkomodifikasi pekerja India," kata pernyataan tersebut.

Federasi Pekerja Konstruksi India DAN serikat pekerja besar lainnya juga menentang setiap upaya India untuk mengirim pekerja konstruksi miskin ke Israel demi mengatasi kekurangan pekerja dan dengan cara apa pun mendukung serangan genosida terhadap Palestina.

Mantan anggota parlemen India dan sekretaris jenderal Pusat Serikat Buruh India, Tapan Kumar Sen, mengatakan bahwa organisasinya tidak menentang mobilitas tenaga kerja lintas batas. Namun, hal itu tidak boleh mengorbankan pekerja Palestina.

"Kami ingin semua pekerja mendapatkan pekerjaan. Kami tidak ingin seseorang dipecat dan orang lain diberi pekerjaan. Setiap pekerja India harus menentang pemecatan pekerja Palestina dan menggantinya dengan pekerja India," katanya.

Sekretaris nasional Dewan Serikat Pekerja Pusat Seluruh India, Clifton D'Rozario, mengatakan bahwa pemerintah India bertindak seperti "kontraktor" untuk Israel dan gagasan mengirim pekerja ke Israel mirip dengan perbudakan kontrak selama kolonialisme Inggris pada abad ke-19.

"Negara yang menegosiasikan sebagian pekerja untuk dikirim ke negara bagian tertentu, negara yang memiliki sejarah menindas komunitas lain, untuk masuk sebagai pengganti dalam keadaan apa pun adalah hal yang tidak dapat diterima. Kalaupun tidak ada konflik, saya katakan itu tidak bisa diterima," ujar D'Rozario.

Di tengah kritik yang semakin meningkat, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri India, Randhir Jaiswal, mengatakan bahwa pemerintah sadar akan tanggung jawabnya untuk memberikan keselamatan dan keamanan bagi warga negara India di luar negeri.

Ia mengatakan, undang-undang (UU) ketenagakerjaan di Israel kuat dan ketat, serta memberikan perlindungan terhadap hak-hak buruh dan hak migran.

Sementara itu, para ahli mengatakan India harus menilai secara menyeluruh kondisi di Israel yang akan dialami para pekerjanya, bahkan jika hal itu menguntungkan secara finansial.

Dilaporkan, Israel sempat dilanda tuduhan melanggar hak-hak pekerja. Menurut laporan Human Rights Watch 2015, pekerja Thailand di sektor pertanian Israel dibayar di bawah upah minimum. Mereka juga mengalami kondisi kerja yang tidak aman dan dipaksa bekerja dengan jam kerja yang panjang.

Selain itu, pada Maret 2018 pemerintah India mengaku 39 pekerja India tewas setelah mereka diculik oleh kelompok bersenjata ISIS di Irak. Sekelompok 46 perawat India dibebaskan pada Juli 2014 oleh ISIS setelah lebih dari seminggu disandera.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Apa Itu Bakteri Shigella yang Serang Tentara Israel di Gaza?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular