Bela Israel, Founder Victoria's Secret Stop Donasi ke Harvard
Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi nirlaba (nonprofit), Wexner Foundation, yang didirikan oleh miliarder yang juga pendiri Victoria's Secret, Leslie Wexner dan istrinya, Abigail, memutuskan untuk menyetop donasi kepada Harvard University.
Melansir dari CNN International, Wexner Foundation yang merupakan salah satu donatur terbesar Harvard University memutuskan untuk menyetop aliran dananya setelah pihak kampus menyuarakan dukungannya kepada Palestina atas serangan Israel.
"Kami terkejut dan muak dengan kegagalan pemimpin Harvard dalam mengambil sikap yang jelas dan tegas terhadap pembunuhan biadab terhadap warga sipil Israel yang tak bersalah," kata para pemimpin Wexner Foundation, dikutip Senin (20/11/2023).
Wexner yang diprediksi memiliki total harta kekayaan US$5 miliar atau Rp77,12 triliun (asumsi kurs Rp15.424/US$) turut menyoroti pernyataan yang dikeluarkan oleh para kelompok mahasiswa yang menyalahkan Israel atas serangan Hamas.
"Pemimpin Harvard memang bergerak diam-diam, meragukan, dan kami tidak dapat "mengerti atas kegagalan kampus untuk memisahkan universitas dan mengutuk pernyataan" yang dikeluarkan oleh 34 kelompok mahasiswa yang menganggap Israel bersalah atas serangan teror yang kejam terhadap warganya sendiri," tulis surat Wexner Foundation.
"Seharusnya tidak sesulit itu," lanjut surat tersebut.
Dengan merujuk pada "hilangnya standar moral yang jelas," Wexner Foundation mengumumkan bahwa Harvard Kennedy School tidak lagi menjadi mitra yang "kompatibel" untuk organisasinya.
Wexner Foundation menyatakan bahwa pihaknya memiliki misi untuk mengembangkan dan menginspirasi pemimpin dalam komunitas Yahudi di Amerika Utara dan Israel melalui program dan investasi kepada para profesional berbakat.
Adapun, Wexner Foundation memiliki hubungan erat dengan Harvard University dalam mendukung program fellowship di Kennedy School of Government yang membuka peluang para profesional pemerintahan dan layanan publik di Israel untuk menempuh pendidikan di Harvard University dalam jangka waktu tertentu.
Harvard Buka Suara
Sementara itu dalam sebuah pernyataan kepada CNN, Harvard University buka suara terkait Wexner Foundation yang berencana untuk setop aliran dana kepada universitas.
"Kami berterima kasih kepada Wexner Foundation atas dukungan jangka panjangnya terhadap beasiswa mahasiswa," kata juru bicara Harvard dalam pernyataannya.
Selain itu, pada minggu lalu Presiden Harvard, Claudine Gay, merilis pernyataan video untuk menanggapi kritik yang semakin meningkat.
"Orang-orang bertanya kepada saya di mana kita berdiri. Jadi, biarkan saya menjelaskan. Universitas kami menolak terorisme, termasuk kekejaman barbar yang dilakukan oleh Hamas," kata Gay.
"Universitas kami menolak kebencian, termasuk kebencian terhadap orang Yahudi, kebencian terhadap Muslim, kebencian terhadap setiap kelompok orang berdasarkan agama, asal nasional, atau aspek identitas mereka," lanjut Gay.
Lalu, Gay turut menyatakan bahwa Harvard "menolak intimidasi terhadap individu berdasarkan keyakinan mereka" dan "menganut komitmen terhadap ekspresi bebas."
"Komitmen itu bahkan berlaku untuk pandangan yang banyak di antara kita anggap tidak dapat diterima, bahkan kontroversial. Kami tidak menghukum atau memberi sanksi kepada orang yang menyatakan pandangan seperti itu," ujar Gay.
"Dan itu jauh berbeda dari memberi dukungan padanya," lanjutnya.
Melihat tanggapan Harvard terhadap serangan teroris dan surat anti-Israel, Wexner Foundation kembali membuka suara.
"Banyak rekan kami yang tidak lagi merasa terpinggirkan di HKS (Harvard Kennedy School), Mereka merasa ditinggalkan," tulis Yayasan Wexner.
Para Donatur Ramai-ramai Cabut Aliran Dana dari Harvard University
Keputusan Wexner University untuk mengakhiri hubungan dan dukungan finansial untuk Harvard adalah salah satu contoh respons para pendonor yang terkejut dan kontra atas dukungan universitas terhadap Palestina dan menyerukan anti-Israel.
Dalam laporan yang berbeda, CNN International menyebutkan bahwa para donatur paling berpengaruh di universitas ternama tersebut mengancam akan menghentikan pemberian dana karena kampus pidato anti-Israel dan antisemitisme. Disebutkan, beberapa pendonor besar tersebut adalah pendukung Israel.
Peran Donatur terhadap Finansial Perguruan Tinggi
Menurut temuan para peneliti di Lilly Family School of Philanthropy di Indiana University pada 2020, filantropi adalah hal terpenting dari pendanaan perguruan tinggi di AS dalam beberapa tahun terakhir.
Para peneliti menyebutkan bahwa institusi pendidikan berada di urutan kedua setelah institusi keagamaan sebagai penerima sumbangan terbesar di AS.
Menurut para peneliti, perguruan tinggi menerima donasi US$1 juta atau sekitar Rp15,42 miliar lebih banyak daripada tujuan donasi lainnya sepanjang 2000 hingga 2012.
Umumnya, para pendonor memberikan dana besar bagi perguruan tinggi untuk menunjang fasilitas, penelitian fakultas, teknologi di kampus, atletik, beasiswa, dan bantuan keuangan untuk mahasiswa yang berpenghasilan rendah.
"Ada manfaat yang sangat besar dari mengembangkan dan membina hubungan dengan para pendonor," kata penulis di Chronicle of Higher Education, Lee Gardner.
"Hubungan dengan para pendonor sangat-sangat penting bagi seluruh jenis perguruan tinggi," lanjutnya.
Adapun, filantropi adalah sumber pendapatan terbesar Harvard University. Pada 2022 lalu, filantropi menyumbang 45 persen dari total US$5,8 miliar atau sekitar Rp89,45 triliun pendapatan universitas.
Secara rinci, filantropis menyumbang 9 persen dari anggaran operasional universitas pada 2022 lalu dan 36 persen dari dana abadi sebesar US$51 miliar atau sekitar Rp786,62 triliun yang dikumpulkan selama beberapa dekade.
Mahasiswa Harvard University Mengutuk Israel
Pada Oktober lalu, koalisi kelompok mahasiswa Harvard University mengeluarkan surat pernyataan anti-Israel setelah serangan pada 7 Oktober 2023. Dalam surat tersebut, para mahasiswa menyalahkan Israel atas "serangan mematikan" yang dilakukan Hamas.
Surat tersebut pun mengundang berbagai kritik, fitnah, hingga dorongan untuk menarik dukungan mereka kepada Palestina.
Mantan Presiden Harvard University dan Menteri Keuangan AS, Lawrence Summers, mengatakan bahwa pernyataan para mahasiswa "tidak masuk akal secara moral". Namun, ia mengatakan bahwa ancaman finansial dari pendonor bukanlah solusi yang tepat untuk mempengaruhi posisi universitas dalam masalah ini.
"Saya percaya penyesuaian yang dilakukan universitas harus datang dari hati nurani dan percakapan di komunitas mereka, bukan sebagai respons terhadap tekanan keuangan," kata Summers.
(hsy/hsy)