Riset Buktikan Karyawan Bergaji Rendah Lebih Rentan Mati Muda

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
27 October 2023 11:20
Workers assemble electronic cigarettes on a production line at the Ruyan factory in Tianjin, China, Thursday, Feb. 19, 2009. The battery-powered products, which resemble real cigarettes but produce a fine nicotine mist, which is absorbed quickly and directly by the lungs, are gaining ground in America and Europe, and have even made a dent in China, home to 350 million smokers - the world's biggest tobacco market.  (AP Photo/Greg Baker)
Foto: Ilustrasi Pekerja Pabrik (AP Photo/Greg Baker)

Jakarta, CNBC Indonesia - Biaya hidup yang semakin tinggi membuat banyak orang bekerja lebih keras. Namun sebuah studi menunjukkan bahwa pekerja dengan gaji rendah memiliki risiko kematian yang lebih cepat.

Studi ini diungkap oleh sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of the American Medical Association (JAMA).

Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Mailman School of Public Health Universitas Columbia tersebut melacak pekerjaan dan metrik kesehatan dari sekitar 4.000 pekerja di Amerika Serikat selama 12 tahun. Para peneliti menggunakan data Health and Retirement Study Universitas Michigan yang dikumpulkan antara tahun 1992 dan 2018. Semua peserta setidaknya berusia 50 tahun pada awal masa studi dan 60-an pada akhir masa studi.

Hasilnya, menurut studi, pekerja paruh baya yang cenderung mendapatkan gaji rendah memiliki risiko kematian yang lebih tinggi. Bahkan berisiko dua kali lebih tinggi bagi mereka yang memiliki pekerjaan tidak tetap dan terus menerus memperoleh bayaran rendah.

Pekerja dengan upah rendah lebih sering sakit dan stress

Pekerja dengan upah rendah masuk ke dalam kategori paling berisiko dalam angkatan kerja. Sebab, mereka selalu melakukan pekerjaan yang berisiko di tempat kerja, cenderung lebih stres, dan memiliki risiko tinggi terhadap kesehatan.

Data penelitian menunjukkan, pekerja dengan upah rendah secara signifikan lebih sering melaporkan kesehatan yang buruk, gejala depresi, dan tidak memiliki asuransi kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan mereka.

"Upah adalah faktor risiko yang dapat diubah dan ditindaklanjuti untuk meningkatkan kesehatan dan ketidaksetaraan kesehatan," tulis para peneliti.

Pergeseran komposisi pasar tenaga kerja dan kurangnya jumlah tenaga pekerja di daerah telah mendorong kenaikan upah di AS selama dua tahun terakhir. Namun, umumnya kenaikan upah tersebut tidak dapat mengimbangi inflasi harga yang tinggi.

Menurut Indeks Biaya Ketenagakerjaan Biro Statistik Tenaga Kerja AS, bila menyesuaikan inflasi, upah dan gaji turun sebanyak 1,2 persen untuk setahun.

Pekerja berpenghasilan rendah dan menengah, terutama dari industri rekreasi dan perhotelan, biasanya mengalami pertumbuhan upah yang lebih cepat daripada mereka yang berpenghasilan lebih tinggi. Namun, pendapatan rumah tangga tetap tidak merata dan mereka terus dirugikan akibat terjadinya inflasi.

Peneliti Federal Reserve Bank of Dallas menyebutkan, sebagian besar pendapatan rumah tangga berpenghasilan rendah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, gas, dan sewa tempat tinggal. Lalu, mereka juga tidak memiliki tabungan.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Efek Negatif dari Gaji Rendah yang Jarang Disadari

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular