
Ternyata Ini 4 Alasan Israel Jadi Surga Startup Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Israel, terutama kota Tel Aviv, adalah rumah perusahaan rintisan atau startup kedua terbesar di dunia setelah Silicon Valley, Amerika Serikat (AS). Menurut laporan 2019 Global Startup Ecosystem Report yang dipublikasikan Startup Genome dan Global Entrepreneurship Network, Tel Aviv bahkan memiliki lebih banyak startup per kapita di dunia bila dibandingkan dengan Silicon Valley pada 2019.
Melansir dari IEEE Spectrum, sederet perusahaan startup yang bertengger di Israel, seperti Google, Nielsen, dan Nvidia. Perusahaan-perusahaan itu disebut "mengoperasikan inkubator, akselerator, dan kompetisi" di seluruh Israel. Bahkan, beberapa pihak menyebut bahwa Tel Aviv adalah Silicon Valley berikutnya.
Menurut laporan tersebut, Tel Aviv memiliki karakteristik yang unik sebagai 'surga' bagi para startup. Berikut adalah alasan Tel Aviv menjadi 'surga' startup dunia:
![]() |
1. Ada hibah dari pemerintah
Salah satu alasan mengapa Tel Aviv menjadi 'surga bagi para startup adalah Tnufa National Pre-Seed Fund, yakni hibah tanpa risiko yang diberikan pemerintah kepada para pengusaha berbasis di Israel untuk mengeksplorasi teknologi inovatif.
"Namun, itu bukanlah satu-satunya alasan Israel menjadi 'surga' bagi startup," tulis laporan IEEE Spectrum, Kamis (26/10/2023).
Direktur senior pengembangan bisnis untuk Israel Innovation Authority's Startup Division, Karina Rubinstein, menjelaskan bahwa alasan lain startup menjamur di Israel adalah karena masyarakat Israel memiliki semangat kewirausahaan yang tinggi.
"Sejak usia muda, mereka terpapar pada jenis pemikiran yang berbeda, yaitu mereka menghadapi tantangan yang tidak ada batasan sama sekali," kata Rubinstein.
2. Jaringan yang kuat dari wajib militer
![]() |
Selain itu, alasan lain adalah wajib militer Israel. Sebagai informasi, seluruh warga Israel diwajibkan untuk dinas bersama militer yang disebut Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada usia 18 tahun dan wajib bertugas setidaknya dua tahun.
Manfaat dari wajib militer ini bagi startup, menurut Direktur senior pengembangan bisnis untuk Israel Innovation Authority's Startup Division, Karina Rubinstein, mereka bisa membangun jaringan yang kuat. Apalagi, IDF juga memaksa seluruh pihak untuk berkolaborasi dalam situasi berisiko tinggi. Menurutnya, hal itu sangat penting bagi sebuah perusahaan teknologi rintisan.
3. Mudah dapat pendanaan
Dalam hal pendanaan, banyak pengusaha asing yang tidak memiliki hubungan dengan Israel memilih untuk memulai startup mereka di negara kecil ini. Tnufa National Pre-Seed Fund dari Otoritas Inovasi Israel disebut berkemungkinan memainkan peran dalam keputusan pengusaha-pengusaha itu.
Tnufa National Pre-Seed Fund membiayai para pengusaha, baik dari Israel maupun luar negeri, pada tahap ideasi selama mereka berhasil mendapatkan visa dengan bantuan Otoritas Inovasi. Setelah visa mereka disetujui, para perintis startup berhak mengajukan permohonan dana dengan syarat operasinya tetap berbasis di Israel.
Menurut laporan, dana yang disuntikkan kepada startup adalah hingga 200 ribu NIS atau sekitar Rp783,3 juta (asumsi kurs Rp3.917/NIS) selama dua tahun. Melalui suntikan dana tersebut, para perintis dapat mengembangkan ide-ide mereka tanpa harus mengambil utang atau modal ventura.
4. Alasan budaya
![]() |
Pengusaha Israel dan penulis buku "Chutzpah," Inbal Arieli, mengatakan bahwa ada alasan budaya di balik kesuksesan startup di Israel, yakni para orang tua di Israel yang selalu mendorong semangat kewirausahaan pada anak-anak mereka.
Arieli menyebut semangat ini sebagai "chutzpah". Chutzpah adalah kata Yiddish yang menggambarkan seseorang yang memiliki keberanian, berani, atau tegas. Dengan kata lain, seseorang berani mencoba suatu hal meskipun ada risiko kegagalan atau menghadapi masalah dengan cara yang mungkin terlihat absurd.
Menurut Arieli, orang tua mendorong anak-anak untuk membangun api unggun mereka sendiri, bahkan di Tel Aviv. Anak-anak diserahkan secara penuh untuk mengendalikan seluruh proses, mulai dari mengumpulkan kayu hingga menyalakan api.
"Menyalakan api unggun adalah pengalaman kerja sama, anak-anak belajar mengelola risiko dan membangun rasa percaya diri melalui eksperimen dan aktivitas nyata," kata Arieli.
Menurut pandangan Arieli, aktivitas itu membantu anak-anak untuk membentuk keterampilan yang mereka butuhkan untuk berinovasi ketika dihadapkan pada tantangan kehidupan.
Selain itu, menerima risiko kegagalan juga menjadi norma budaya di Israel.
Arieli mengatakan, membuat kesalahan sangat diterima oleh masyarakat Israel sehingga memungkinkan orang untuk belajar dari kesalahan.
Berkaitan dengan pernyataan Arieli, Rubinstein mengaku setuju. Menurut Rubinstein, Israel mendorong kegagalan. Di Israel, terdapat mentalitas "coba lagi" yang menyatakan bahwa seseorang berhak untuk gagal.
Startup Israel Mulai 'Kabur' ke AS
Meskipun Israel disebut sebagai negara yang memiliki ekosistem terbaik bagi startup, banyak perusahaan teknologi lokal yang mulai bergeser ke AS akibat "ketidakpastian di dalam negeri".
Melansir dari Reuters, saat ini semakin banyak startup teknologi Israel yang bergabung di AS karena tertarik dengan dana AS yang besar dan kebijakan pro-bisnis. Selain itu, alasan lain yang mendorong kepindahan tersebut adalah perombakan peradilan di dalam negeri yang mengguncang investor.
"Hal ini menandai sebuah kemunduran karena Israel telah berhasil dalam satu dekade terakhir untuk membujuk lebih banyak startup untuk menyiapkan identitas hukum mereka di dalam negeri," tulis Reuters.
Dilaporkan, sebanyak 80 persen startup teknologi baru di Israel memilih untuk berbadan hukum di Delaware, AS, pada 2023. Menurut survei Otoritas Inovasi Israel (IIA), angka tersebut naik jika dibandingkan pada 2022.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pantas Israel Jadi Negara Kaya Raya, Ternyata Ini Rahasianya