Skandal Seks Kelam di Balik Lahirnya Istilah 'Hidung Belang'

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
18 August 2023 07:20
Ilustrasi pasangan
Foto: Oziel Gómez via Unsplash

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu istilah kata dalam Bahasa Indonesia yang cukup dikenal adalah 'hidung belang'. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebut hidung belang' sebagai "laki-laki yang gemar mempermainkan perempuan."

Sebenarnya, sejak kapan istilah itu muncul? Apakah 'hidung belang' benar-benar ada orang yang mencoret-coret hidung? Atau mengapa istilah itu terasosiasi dengan tindakan tak terpuji? Begini ceritanya.

Alkisah, ada seorang tentara bernama Pieter Cortenhoeff (17) yang bertugas di Kastel Batavia. Dia berperawakan tinggi, gagah dan berparas ganteng. Tiap kali para perempuan istana tak sengaja berjumpa dengannya pasti akan melirik dan salah fokus. Ini dialami juga oleh Sara Specx (13) yang naksir dengan ketampanan Pieter.

Ilustrasi pasanganFoto: Roman Kraft via Unsplash

Alwi Shahab dalam Robinhood Betawi: Kisah Betawi Tempo Doeloe (2017) menyebut Sara adalah putri pejabat Belanda Jacques Specx hasil perkawinan tak sah dengan perempuan Jepang. Parasnya cantik, khas campuran Belanda dan Jepang. Saat bapaknya pergi, Sara dititipkan ke Gubernur Jenderal J.P Coen. 

Sebagai pemuda beranjak dewasa, Pieter lama-lama kepincut dengan Sara. Namun, sulit baginya untuk bisa mendekati apalagi memadu asmara bersama anak pejabat itu di lingkungan istana. Sebab, ada larangan perkawinan dan praktik pergundikan yang diteken Gubernur Jenderal J.P Coen. Jika ada yang berani melakukan itu, maka akan terancam hukuman penjara dan pemenggalan. 

Meski begitu, otak Pieter tak buntu. Dia menyogok penjaga benteng supaya bisa bertemu dan bermesraan dengan Sara hingga larut malam. Dia melakukan ini berkali-kali. Tidak ada hambatan dan tidak ada pula yang mengetahui, kecuali Pieter, Sara dan penjaga benteng. Percintaan pada akhirnya membuat keduanya lupa ada ancaman tegas apabila tindakannya terbongkar.

Hingga akhirnya pada suatu malam, keduanya terkena apes. Saat sedang dimabuk asmara di rumah J.P Coen, tulis Achmad Sunjayadi dalam (Bukan) Tabu di Nusantara (2018), keduanya tertangkap basah oleh seseorang. Orang tersebut kemudian melaporkan kepada Coen dan terjadilah skandal besar di Batavia.

Coen langsung marah. Pikir Coen, bisa-bisanya seorang anak pejabat berpacaran dengan tentara pangkat rendahan. Apalagi tindakan bejat itu dilakukan di rumah pribadinya. Alhasil, tanpa tedeng aling-aling, Coen menjatuhkan hukuman berat: eksekusi dan penggal!

Banyak pendeta tak setuju atas putusan Coen dan memintanya mengeluarkan grasi saja. Terlebih, keduanya masih sangat muda. Namun, Coen yang berpegang teguh pada ajaran agama menolak itu semua. Dia tak sedih keduanya dieksekusi.

Hingga akhirnya, keduanya dieksekusi di halaman Balai Kota yang kini berada di Kota Tua. Dari penjara istana keduanya diseret sambil dipecut oleh petugas ke tempat eksekusi. Pakaian Sara dilucuti. Sedangkan hidung putih Pieter dicoreti oleh arang hingga belang-belang sebagai tanda dia sudah melakukan aksi asusila. 

Sepanjang perjalanan, petugas dan penonton tak peduli jeritan dan permintaan ampun keduanya. Sampai akhirnya, jeritan akhirnya terhenti saat kepala Pieter dipenggal dan warga yang melihat kepalanya jatuh ke tanah spontan berkata "Hidung belang!".

Dari sinilah, 'hidung belang' terasosiasikan sebagai tindakan asusila yang masih bertahan hingga sekarang. 


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hari Lansia 29 Mei: Begini Sejarah dan Maknanya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular