
Calon Dokter RI Jadi 'Perahan' Senior, Menkes Turun Gunung!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan (Menkes RI), Budi Gunadi Sadikin, mengaku terkejut dengan 'tradisi' perundungan (bullying) di lingkungan pendidikan kedokteran yang telah terjadi selama puluhan tahun.
Menindak lanjuti hal itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) resmi menyediakan situs web dan saluran siaga (hotline) bagi para korban perundungan di rumah sakit vertikal Kemenkes, pada Kamis (20/7/2023) lalu. Sistem laporan perundungan di rumah sakit vertikal Kemenkes dapat diakses melalui perundungan.kemkes.
Budi Mengatakan, data laporan yang masuk bakal langsung diterima oleh Inspektorat Jenderal Kemenkes. Dengan demikian, ia menjamin data pelapor tidak akan diketahui oleh pelaku bullying dan rumah sakit terkait.
"Kita ada dua opsi. Kalau berani ngasi nama dan NIK. Saya akan bilang ini hanya masuk ke tempat Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan. Enggak masuk ke yang lain," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
"Jadi enggak usah khawatir nanti seniornya, rumah sakit, atau direktur rumah sakit lihat, tidak. Ini (laporan korban perundungan) masuk ke Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan," tegasnya.
Selain memberikan hukuman bagi pelaku sesuai yang tertuang pada Instruksi Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023 tentang Pencegahan dan Perundungan terhadap Peserta Didik pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kementerian Kesehatan, Menkes Budi berkomitmen untuk memberikan perlindungan bagi korban perundungan hingga pendidikan selesai, yakni berupa perlindungan hukum dan psikologi bila dibutuhkan.
Dalam kesempatan yang sama, Budi mengungkapkan keprihatinannya atas 'tradisi' bullying yang kerap terjadi pada pendidikan dokter umum, internship, dan dokter spesialis di rumah sakit pendidikan.
Salah satu kasus bullying yang membuat Budi prihatin dengan para mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) adalah dijadikan 'ATM berjalan' oleh para senior untuk memenuhi kebutuhan di luar pendidikan.
"Kelompok ini yang saya terkejut, ini berkaitan dengan uang. Jadi, cukup banyak juga junior-junior ini yang disuruh ngumpulin [uang], ada yang jutaan, puluhan juta, ada yang terkadang sampai ratusan juta," ungkap Budi.
Menurut Menkes, uang-uang dari para junior tersebut biasanya digunakan para senior untuk kebutuhan pribadi, seperti menyewa rumah, makan malam, hingga menyewa lapangan dan sepatu olahraga setiap minggunya.
"[Uang-uang tersebut] bisa buat nyiapin rumah untuk kumpul-kumpul para senior. Kontraknya setahun Rp50 juta, bagi rata dengan juniornya," beber Menkes.
"Atau kalau praktik, kan, suka sampai malam, sama rumah sakit diberi makan malam, tapi makan malamnya enggak enak. "Kita maunya makanan Jepang," Jadi setiap malam mesti keluarin Rp5 juta sampai Rp10 juta untuk semuanya ngasih makan makanan Jepang," lanjutnya.
Selain itu, Menkes juga menemukan kasus senior yang secara terang-terangan meminta para junior untuk membelikan telepon genggam atau iPad baru kepada juniornya.
Umumnya, para korban mengaku tidak berani untuk melaporkan kasus perundungan yang diterima. Sebagai upaya 'balas dendam', para korban akan melakukan hal serupa ketika mereka telah menjadi senior.
"Itu (kasus perundungan) tidak berani disampaikan oleh para junior. Akibatnya begitu dia (korban perundungan) jadi senior, dia melakukan itu (perundungan kepada junior baru)," kata Budi.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Cabut Status Pandemi Covid-19, Menkes Ingatkan Hal Ini