Bullying Calon Dokter, Dijadikan Pembantu hingga Urus Laundry

Rindi Salsabilla, CNBC Indonesia
Kamis, 20/07/2023 16:12 WIB
Foto: Ilustrasi mahasiswa kedokteran (AFP/VALENTINE CHAPUIS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mengungkap tradisi toksik bullying (perundungan) di lingkungan pendidikan kedokteran. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, salah satu bentuk bullying paling umum adalah calon dokter yang masih junior diperlakukan sebagai asisten pribadi atau pembantu pribadi oleh para pelaku.

"Peserta didik ini digunakan sebagai asisten, sebagai sekretaris, sebagai pembantu pribadi lah. Disuruh nganterin laundry, bayarin laundry, nganterin anak, ya kemudian ngurusin parkir, ambilin ini, ambilin itu, jadi asisten pribadi," ungkap Budi dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Kamis (20/7/2023).

Selain itu, ada juga yang korban diminta mengerjakan tugas hingga penelitian untuk para seniornya.


"Yang paling sering tuh nulis tugas, ini biasanya dari kakak kelas seniornya, atau juga nulis jurnal, nulis penelitian. Itu sebenarnya tugas buat kakak kelasnya, kakak kelasnya nyuruh juniornya kerja."

Alasan banyak calon dokter jadi korban bullying 

"Perundungan ini biasanya digunakan dengan alasan bahwa kita harus membentuk karakter dokter-dokter mudanya," ujar Budi.

"Saya setuju karakter dokter-dokter itu harus dibentuk, tapi dibentuknya, kan, bukan hanya dengan kekerasan untuk bisa mencapai atau membentuk ketangguhan dari yang bersangkutan, tapi juga yang harus dibentuk rasa empatinya, rasa simpati kepada pasien, cara komunikasi. Itu menurut saya penting," sambungnya.

Menkes mengungkapkan bahwa selama ini sebagian besar rumah sakit enggan mengakui kasus perundungan yang terjadi di lingkungannya, padahal peserta didik dan bahkan orang tua sering mengadu kasus perundungan di rumah sakit.

"Kalau saya tanya ke pimpinan (rumah sakit) selalu dijawab "Tidak ada," Saya enggak tahu apakah ini denial, tapi kalau saya tanya ke bawah, selalu ada," ungkap Menkes.

"Kalau ditanya ke bawah (peserta didik), [jawabannya] "Ya, ampun, pak,". Kalau kita tanya ke orang tua mahasiswa kedokteran, [jawabannya] "Ya, ampun, pak, kenapa anak saya diginiin (mengalami perundungan)," lanjutnya.

Terkait masalah laten ini, Kemenkes telah menyediakan situs web dan saluran siaga (hotline) bagi para korban perundungan di rumah sakit vertikal Kemenkes.

Budi mengatakan, sistem laporan perundungan di rumah sakit vertikal Kemenkes dapat diakses melalui www.perundungan.kemkes.go.id dan hotline 0812-9979-9777. Nantinya, data laporan yang masuk akan langsung diterima oleh Inspektorat Jenderal Kemenkes.


(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kisah Marshel Widianto, Dulu Susah Kini Hidup Ala Rich People