
Jokowi Klaim RUU Kesehatan Bakal Percepat Produksi Dokter RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo menekankan urgensi keberadaan Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan yang akan disahkan siang ini. Penekanan itu disampaikan Jokowi usai meresmikan Jalan Tol Cisumdawu, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (11/7/2023).
"UU Kesehatan kita harapkan setelah dievaluasi dan dikoreksi di DPR saya kira akan memperbaiki reformasi di bidang pelayanan kita. Kita harapkan kekurangan dokter bisa dipercepat, kekurangan spesialis bisa dipercepat arahnya ke sana," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui ada kekurangan dokter hingga dokter spesialis di tanah air. Pengakuan itu didasarkan oleh temuan langsung saat melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah.
Mantan Wakil Menteri BUMN itu menuturkan, mengacu kepada standar WHO, jumlah dokter ideal 1/1.000. Dengan demikian, Indonesia membutuhkan 270 ribu dokter.
"Kita paling 160 ribu sampai 170 ribu. Masih kurang 120 ribu lebih, produksinya cuma 12 ribu setahun. Berarti butuh 10 tahun. Lama kan itu," ujar BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin, dalam program Economic Update pada Senin (10/7/2023).
Lantas, mengapa peningkatan jumlah dokter berlangsung lama?
BGS bilang ada perencanaan yang kurang baik.
"Itu yang saya introspeksi dulu. Kita nanti akan perbaiki. Tapi saya sudah hampir final perencanaan dokter, dokter spesialis, sudah jadi. Kalau ini jadi, ini gap-nya besar sekali," katanya.
Oleh karena itu, eks direktur utama Bank Mandiri itu menekankan mesti ada akselerasi di bidang produksi dokter dan dokter spesialis.
"Harus diakselerasi. Ada yang bilang diakselerasi, kualitasnya jelek, ya nggak bisa begitu. Harusnya kita akselerasi dengan kualitas yang bagus," ujar BGS.
"Tapi tidak bisa dibilang jangan akselerasi, kemudian kualitasnya jelek, kemudian kita tunggu 100 tahun merdeka, tetap saja dokter di puskesmas nggak lengkap, dokter gigi di puskesmas nggak lengkap," lanjutnya.
Menurut BGS, Kementerian Kesehatan sudah menyiapkan beberapa program percepatan. Salah satunya membuka pendidikan spesialis yang bisa dilakukan kolegium-kolegium di rumah sakit, tidak hanya di perguruan tinggi.
"Karena sekali lagi, Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia di mana kalau ingin menjadi dokter spesialis, harus bayar uang kuliah ke fakultas kedokteran. Di luar negeri tidak ada setahu saya. Itu sebabnya kalau kita tanya jadi dokter spesialis itu susah dan mahal," kata BGS.
"Karena fakultas kedokteran yang bisa melakukan pendidikan dokter spesialis mungkin cuma 20 atau 21. Lulusannya mungkin 2.900 setahun, padahal gap-nya kita mungkin lebih dari 30 ribu sampai 40 ribu," lanjutnya.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Komisi IX DPR & Pemerintah Sepakat Bentuk Panja RUU Kesehatan