Warga Korea Selatan Mendadak Panic Buying Garam, Ada Apa?

Rindi Salsabilla, CNBC Indonesia
27 June 2023 11:15
Ilustrasi Garam Dapur (Foto oleh Lorena Martínez via Pexels)
Foto: Ilustrasi Garam Dapur (Foto oleh Lorena Martínez via Pexels)

Jakarta, CNBC Indonesia - Warga Korea Selatan mendadak dilanda panic buying garam dapur. Fenomena yang telah terjadi selama sepekan terakhir ini dipicu oleh rencana Jepang membuang limbah beracun dari pembangkit listrik nuklir Fukushima.

Melansir dari The Korea Herald, penyedia layanan perbandingan harga daring, Danawa, mencatat bahwa selama periode 7 hingga 13 Juni 2023, jumlah transaksi daring garam meningkat sebesar 817 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama pada minggu sebelumnya.

Sementara itu, penjualan garam di toko-toko luring juga mengalami lonjakan yang signifikan. Berdasarkan data dari jaringan hypermarket nasional, bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, penjualan garam di E-mart dari 1 hingga 14 Juni meningkat sebesar 55,6 persen, sementara penjualan garam laut melonjak 118,5 persen.

Di Lotte Mart, penjualan garam naik 30 persen selama periode yang sama, sedangkan penjualan garam di pusat perbelanjaan daring SSG.com melonjak enam kali lipat.

"Di tengah peningkatan permintaan tersebut, harga garam juga melonjak," tulis The Korea Herald, dikutip Selasa (27/6/2023).

Menurut Korea Agro-Fisheries & Food Trade Corp., harga eceran lima kilogram garam kasar laut pada Kamis (15/6/2023) lalu adalah 12.942 won atau sekitar Rp148,8 ribu (asumsi kurs Rp11.50/won). Harga tersebut naik 64,2 persen jika dibandingkan dengan harga rata-rata garam di Korea Selatan, yakni senilai 7.883 won atau sekitar Rp90,6 ribu.

Meskipun garam mengalami peningkatan penjualan dan kenaikan harga, Menteri Kelautan dan Perikanan setempat mengungkapkan bahwa tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan penyimpanan stok garam secara nasional, mengingat bahwa peningkatan hanya terjadi pada transaksi langsung tingkat konsumen.

Menurut kementerian, transaksi semacam itu hanya menyumbang sekitar 7 hingga 8 persen dari total transaksi garam di seluruh negara.

"Kami percaya bahwa peningkatan pembelian pribadi tidak akan berdampak pada pasokan dan permintaan secara keseluruhan, serta harga garam laut," ujar seorang pejabat dari Kementerian Perikanan, dikutip Selasa (27/6/2023).

"[Namun] jika transaksi dan harga terus meningkat, kami akan mempertimbangkan untuk mengadakan diskon nasional setelah pemerintah melakukan pembelian garam," imbuhnya.

Lalu, apa hubungan antara pembuangan limbah dari pembangkit listrik nuklir Fukushima dan panic buying garam?

Kementerian Kelautan dan Perikanan Korea Selatan mengatakan, kenaikan harga garam laut akhir-akhir ini kemungkinan besar dipicu oleh musim hujan, bukan permintaan yang meningkat. Sebab, hujan mengakibatkan penurunan produksi garam laut.

"Seiring berkurangnya jumlah hari hujan dan peningkatan jumlah sinar matahari, produksi garam laut diperkirakan akan pulih ke ke tingkat rata-rata pada Juni," ujar pejabat yang sama.

Badan pemerintah tersebut mengatakan bahwa sejak April, mereka telah melakukan uji radiasi di sepuluh lahan garam setiap bulannya. Hingga saat ini, tidak ada zat radioaktif yang terdeteksi.

"Bahkan selama kecelakaan nuklir Fukushima pada 2011, uji radiasi untuk garam laut dilakukan sebanyak 286 kali. Saat itu, tidak ada zat radioaktif yang terdeteksi dalam garam laut kita," ujar pejabat tersebut.

Pejabat tersebut menambahkan bahwa mulai bulan Juli hingga akhir tahun, pemerintah berencana untuk memperluas cakupan inspeksi radiasi ke 150 tambang garam yang menyumbang 50 persen dari produksi garam Negeri Ginseng.

Di tengah aksi pembelian panik (panic buying), Badan Konsumen Korea mengeluarkan peringatan kepada masyarakat agar berhati-hati. Sebab, pihaknya mengklaim telah menemukan kasus penjual di platform e-commerce yang menggunakan informasi tak terkonfirmasi untuk meningkatkan penjualan, seperti mengatakan bahwa garam akan terkontaminasi jika air limbah dari Fukushima dilepaskan.

"Kami mengeluarkan peringatan karena kami memandangnya sebagai tindakan menipu konsumen dengan desas-desus yang belum terkonfirmasi dan informasi palsu," kata seorang pejabat dari Badan Konsumen Korea.

Sebelumnya, Pemerintah Jepang telah mengumumkan bahwa mereka akan membuang limbah dari pembangkit listrik nuklir mulai musim panas ini. Jepang akan menggunakan metode filtrasi untuk menghilangkan isotop radioaktif dan melarutkan air terkontaminasi tersebut.

Diperkirakan, air tersebut akan dilepaskan selama sekitar 30 tahun, yakni dari 2023 hingga 2051.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 9 Tanda Tubuh Overdosis Garam, Salah Satunya Susah Tidur

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular