
Nggak Sarapan Bisa Picu Obesitas & Diabetes, Kok Bisa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sarapan pagi adalah salah satu aktivitas yang sering dilewatkan oleh sebagian besar orang. Umumnya, alasan untuk melewatkan sarapan adalah merasa tidak memiliki waktu yang cukup hingga khawatir mengonsumsi terlalu banyak kalori.
Dokter spesialis gizi klinik Eka Hospital, dr. Oki Yonatan mengatakan bahwa sarapan pagi adalah salah satu hal yang tidak boleh dilewatkan, terlebih bila akan melakukan banyak aktivitas sejak pagi hari.
"Menurut hasil penelitian, kalau kita melewati sarapan atau sarapannya kurang dari tiga kali dalam seminggu maka bisa meningkatkan risiko obesitas, diabetes, bahkan penyakit kardiovaskular (gangguan jantung dan pembuluh darah)," papar dr. Oki, dikutip dari akun YouTube resmi Eka Hospital, Jumat (23/6/2023).
Menurut dr. Oki, orang yang melewatkan sarapan pagi cenderung tidak dapat mengontrol porsi makan siang karena merasa sangat lapar. Bila hal tersebut terjadi, risiko obesitas dan diabetes dapat semakin meningkat.
"Kalau makan pagi, pasti banyak yang merasa takut tambah gemuk karena banyak kalori. Justru kalau kita makan pagi, itu kita bisa mengontrol di makan siangnya," ujar dr. Oki.
"Jadi, kita memulai makan siang itu tidak dalam kondisi lapar sekali sehingga kita bisa atur porsinya, makan secukupnya sesuai porsi," imbuhnya.
Oki menjelaskan, tidak ada ketentuan pasti terkait bagaimana pola sarapan pagi yang baik. Sebab, kebutuhan gizi setiap orang berbeda-beda. Dengan demikian, ia menganjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis gizi klinik untuk memperoleh panduan makan yang sesuai.
Sebagai informasi, menukil dari laman resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), obesitas adalah kondisi abnormal akibat penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak.
Salah satu hal yang berkaitan dengan obesitas adalah angka BMI atau Indeks Massa Tubuh (IMT). Menurut Kemenkes, IMT berat badan normal berada di kisaran 18,5 hingga 22,9. Sementara, IMT obesitas berada di kisaran 25 hingga 29,9 dan di atas 30 bagi klasifikasi obesitas II.
Namun, dr. Oki menegaskan bahwa angka IMT tidak dapat menjadi acuan pasti untuk mengetahui tingkat komposisi tubuh. Sebab, IMT hanya dihitung berdasarkan berat badan.
"Angka IMT bagus tidak menjamin sehat karena IMT itu hanya melihat berat badan, tidak bisa tahu apakah itu dari lemak, otot, atau air," tegas dr. Oki.
"Maka dari itu, harus periksa komposisi tubuh. Walaupun IMT normal, tetapi kalau persentase lemaknya tinggi sekali tentu bahaya. Harus kita turunkan," imbuhnya.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 9 Kebiasaan yang Bikin Umur Pendek, Kamu Sering Melakukannya?