5 Kasus Obesitas Ekstrem di Indonesia, Ada yang Bobot 350 Kg!
Jakarta, CNBC Indonesia - Pengidap obesitas 300 Kilogram asal Kota Tangerang, Banten, Muhammad Fajri (MF), meninggal dunia setelah dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) selama kurang lebih 14 hari, Kamis (22/6/2023).
"Tadi malam pada pukul 01.25 WIB, Almarhum Tuan MF berpulang ke Rahmatullah di hadapan keluarga dan diterima dengan baik oleh pihak keluarga," kata Pelaksana Tugas Direktur Pelayanan Operasional RSCM, dr. Renan Sukmawan di RSCM Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Peristiwa ini pun langsung menjadi sorotan publik Tanah Air. Namun, Fajri bukan pengidap obesitas ekstrem pertama di Indonesia yang mencuri perhatian. Sebelumnya, terdapat sejumlah kasus obesitas ekstrem yang serupa dengan Fajri.
Berikut sejumlah kasus obesitas di Indonesia.
1. Titi Wati (350 kg)
Awal Januari 2019 lalu, Titi Wati alias Titin menjadi perhatian publik karena memiliki berat badan sebesar 350 kg. Perempuan asal Kalimantan Tengah itu dilaporkan sempat tidak bisa berdiri karena tidak kuat menopang berat badannya.
Serupa dengan Muhammad Fajri, Titin divonis masuk ke dalam kategori obesitas morbid. Setelah dievakuasi oleh sekitar 20 petugas dari rumahnya menuju RSUD Doris Sylvanus, Palangkaraya, untuk segera memperoleh penanganan medis.
Saat itu, Titin menjalani operasi bariatrik yang dapat membantu menurunkan berat badan. Menurut sejumlah laporan, operasi pengecilan lambung yang dilakukan Titin dinilai mampu menurunkan berat badannya sebanyak 15-20 kilogram dalam waktu satu bulan dan mengurangi volume lambung sebesar 50 persen.
Setelah operasi, berat badan Titin sempat turun sekitar 100 kg. Tidak hanya itu, tingkat gula darah Titin pun sempat mengalami penurunan di angka 150.
Pada November 2022, Titin mengeluhkan sakit akibat kesulitan buang air besar (BAB). Namun, pada akhir Januari 2023 Titin meninggal dunia akibat obesitas dan infeksi saluran kemih.
2. Aria Permana (192 kg)
Agustus 2016 lalu, Aria Permana sempat menjadi sorotan utama masyarakat Indonesia karena memiliki berat badan 192 kilogram saat berusia sembilan tahun.
Melansir dari detikhealth, pada Juli 2016 Aria ditangani 13 dokter di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Tim dokter tersebut terdiri dari dokter ahli gizi, kejiwaan, serta sejumlah dokter dengan berbagai spesialisasi.
Akibat bobot tubuhnya, Aria sempat sulit bergerak. Bahkan, Aria sempat berhenti bersekolah akibat kelelahan berjalan.
Setelah melalui berbagai penanganan medis, ia dibimbing oleh binaragawan, Ade Rai, untuk menjalani pola hidup sehat. Dalam proses tersebut, Ade Rai memberikan sejumlah alat pendukung agar Aria aktif bergerak, seperti bola, raket bulu tangkis, barbel, dan stamper.
Berkat bimbingan Ade Rai dan penanganan medis, berat badan Aria turun dari 193 kg menjadi 83 kg. Aria juga sempat menjalani operasi gelambir kulit untuk menghilangkan sisa gelambir pada sejumlah area tubuh seperti tangan, perut, dan dada.
3. Sunarti (149 kg)
Pada awal 2019, Sunarti asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat, sempat menjadi sorotan publik karena memiliki berat badan mencapai 149 kg. Awal Januari 2019, Sunarti sempat dilarikan ke RSUD Karawang karena mengalami sesak napas.
Lalu, pada akhir Januari 2019, Sunarti dirawat di RS Hasan Sadikin, Bandung, untuk kemudian menjalani operasi bariatrik pada 18 Februari 2019. Dalam operasi tersebut, Sunarti menjalani tindakan pengecilan lambung.
Pada 1 Maret 2019, Sunarti sempat diperkenankan melakukan rawat jalan karena pihak rumah sakit menilai bahwa tensi, nadi, respirasi, dan suhu badan Sunarti masuk ke dalam kategori baik. Namun, sehari setelahnya, yakni pada 2 Maret 2019, Sunarti meninggal dunia setelah mengalami sesak napas.
4. Yudi Hermanto (310 kg)
Penderita obesitas ekstrem asal Karawang, Jawa Barat, Yudi Hermanto, memiliki berat badan sebesar 310 kg. Akibatnya, Yudi sempat menjalani perawatan di RSUD Karawang.
Melansir dari detiknews, Yudi mengaku berat badannya mulai naik sejak 2015. Saat itu, ia bekerja sebagai petugas keamanan di salah satu perusahaan katering Karawang. Yudi yang sering bertugas malam hari kerap diberi sisa makanan katering oleh sopir mobil.
Menurut Yudi, setelah bekerja selama setahun sebagai sekuriti, berat badannya mencapai 110. Setelah memutuskan berhenti bekerja dan menganggur, kebiasaan makan Yudi semakin tidak terkontrol.
Pada Desember 2017, Yudi dinyatakan meninggal dunia akibat mengalami sesak napas dan kejang-kejang setelah mandi.
5. Muhammad Fajri (300 kg)
Fajri adalah kasus terbaru obesitas ekstrem yang mendapat sorotan masyarakat Indonesia dengan berat badan mencapai 300 kg. Dokter spesialis anestesi RSCM, dr. Sidharta Kusuma Manggala, menjelaskan bahwa Fajri meninggal dunia akibat syok sepsis atau kondisi yang ditandai dengan terganggunya aliran darah akibat infeksi.
"Infeksi di kakinya semakin berat dan juga ada infeksi di bagian paru-parunya. Kemudian, infeksi ini menimbulkan kejadian yang namanya syok sepsis," ujar dr. Sidharta dalam kesempatan yang sama.
Sidharta mengatakan, syok sepsis adalah respons tubuh terhadap infeksi yang berat. Ia menyebut, pihaknya memberikan antibiotik kepada Fajri ketika syok tersebut terjadi.
"Ciri-ciri syok sepsis lainnya adalah gagalan organ. Jadi, dia mulai gagal organ jantungnya, kemudian pembuluh darahnya. Kemudian tekanan darahnya mulai turun, ginjalnya bermasalah juga karena syok sepsis-nya," jelas dr. Sidharta.
Sidharta menyebutkan bahwa pasien yang mengalami komorbid, terutama obesitas morbid yang dialami Fajri berisiko tinggi mengalami syok sepsis akibat daya tahan tubuh yang melemah.
"Ini namanya obesitas morbid kalau pada Tuan MF. BMI (Body Mass Index atau Indeks Massa Tubuh) di atas 35. BMI-nya 91. Jadi tiga kalinya yang super tidak normal. Jadi, memang benar-benar berat. Kemudian, akibat kormobid itu maka gampang sekali terjadi infeksi," papar dr. Sidharta.
Ia mengatakan, daya tahan Fajri yang melemah akibat obesitas morbid membuat kuman di lingkungan sekitarnya, termasuk tempat tinggal dan rumah sakit, mudah masuk ke tubuh sehingga rentan terjadi infeksi.
"Infeksi ini mengakibatkan kegagalan di beberapa organ tubuhnya," tegas dr. Sidharta.
Prevalensi obesitas di Indonesia
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2018, prevalensi obesitas pada orang dewasa naik dari 26,3 persen pada 2013 menjadi 35,4 persen pada 2018.
Sementara itu, menurut laporan UNICEF dalam 'Analisis Lanskap Kelebihan Berat Badan dan Obesitas di Indonesia' pada 2022, satu dari tiga orang dewasa di Indonesia hidup dengan obesitas. Laporan itu juga menggunakan data Riskesdas 2018.
(hsy/hsy)