Sejarah Petasan, Melintasi China dan Majapahit hingga Lebaran

Tradisi ini bermula dari kebiasaan warga sekitar untuk menyalakan kembang api dan petasan saat malam takbiran, kemudian menjadi terorganisir dengan adanya perlombaan antar kampung.
Perlombaan diadakan di sepanjang Sungai Melawi, setiap kampung memiliki tim yang terdiri dari orang-orang yang ahli dalam membuat dan menyalakan kembang api dan petasan.
Contoh lainnya adalah, Meriam Karbit. Meriam Karbit adalah tradisi unik dalam menyambut Hari Raya Idul fitri di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Terbuat dari kayu meranti atau mabang, meriam karbit memiliki bobot hingga 500 kg dan diberi pelumas agar kedap air dan suara. Kayu kemudian diredam di Sungai Kapuas untuk memperpanjang usia dan kemudian dicat dan dibungkus dengan kain berbagai motif.
Meriam diisi dengan karbit dan dinyalakan dengan obor.
Tradisi ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Setiap malam takbiran menjelang Hari Raya Idulfitri, Kota Pontianak menggelar Festival Meriam Karbit yang menarik minat warga dan wisatawan.
Masyarakat berbondong-bondong memadati pesisir Sungai Kapuas untuk merasakan sensasi menyulut meriam raksasa dengan tangan mereka sendiri.
Setiap kampung di sepanjang Sungai Kapuas mengumpulkan dana secara swadaya untuk membuat Meriam Karbit.
Suara keras yang dihasilkan oleh meriam tersebut sering kali menarik perhatian wisatawan untuk melihat langsung permainan tradisional tersebut.
Ada sekitar 250 meriam yang tersebar di sepanjang Sungai Kapuas yang saling bersaut dentuman.
Kontroversi Penggunaan Petasan
Meski telah menjadi tradisi, penggunaan petasan saat Ramadan dan Lebaran juga menimbulkan beberapa dampak negatif.
Suara petasan yang keras dapat mengganggu ketenangan masyarakat sekitar, bahkan mengganggu hewan peliharaan.
Terlebih, penggunaan petasan juga berpotensi menimbulkan kebakaran dan kecelakaan. Makanya tidak jarang penyalahgunaan petasan saat lebaran menimbulkan kecelakaan.
Ada banyak kasus ledakan petasan yang berujung kematian.
Salah satunya, Pada Kamis (15/4/2021) terjadi ledakan petasan saat masyarakat di Desa Karangpakis, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang sedang salat tarawih yang menyebabkan satu orang tewas dan satu terluka parah.
Ledakan petasan juga merenggut nyawa dua kakak-beradik di Ponorogo (27/4/21) yang hendak menyalakan petasan mercon racikan sendiri di rumah yang akan dinyalakan saat lebaran.
Kita harus menyadari bahwa penggunaan petasan saat Ramadan dan Lebaran dapat mengganggu ketenangan masyarakat sekitar, bahkan merenggut nyawa.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang bertanggung jawab, kita harus bijak dalam menggunakan petasan. Namun, kita juga perlu melestarikan sejarah petasan di Indonesia dan menjadikannya sebagai warisan budaya yang berharga.
Namun, sebagai masyarakat yang cerdas dan bertanggung jawab, kita harus selalu mengutamakan keselamatan dan keamanan dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)[Gambas:Video CNBC]
