Sisi Lain Piala Dunia U-20

Ekonomi Indonesia Melesat, Tapi Kok Peringkat di FIFA Anjlok?

Rindi Salsabilla, CNBC Indonesia
05 April 2023 04:45
Singapore Soccer Suzuki Cup
Foto: Pelatih tim nasional Indonesia Shin Tae Yong (AP/Suhaimi Abdullah)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepak bola Indonesia kembali menjadi sorotan dunia dan masyarakat tanah air. Setelah status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 dicabut oleh FIFA, tim nasional (timnas) Indonesia U-20 pun resmi dibubarkan pada Sabtu (1/4/2023) lalu.

Keputusan dibubarkannya timnas disampaikan oleh pelatih, Shin Tae Yong, dalam sesi latihan bersama Timnas Indonesia U-20 dan Timnas Indonesia U-22 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Jakarta, Sabtu (1/4/2023) sore.

"Setelah ini akan dibubarkan para pemain [Timnas Indonesia U-20] dan semua [pihak di tim] yang mempersiapkan Piala Dunia U-20 kemarin," kata Shin Tae Yong, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (4/4/2023).

Shin Tae Yong mengatakan, alasan dibubarkannya Timnas U-20 adalah karena tim tersebut tidak memiliki misi selain Piala Dunia U-20 2023.



Diketahui, batalnya penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia juga berdampak pada nasib timnas Indonesia U-20. Sebab, Timnas Garuda seharusnya bisa ikut berlaga di Piala Dunia U-20 2023 berkat status tuan rumah. Namun, impian untuk berjuang di ajang sepak bola junior paling bergengsi di dunia itu harus kandas.

Deretan masalah yang menghantam sepak bola Indonesia pun mengundang banyak pertanyaan dari masyarakat terkait kualitas sepak bola Indonesia. Apalagi, peringkat Indonesia di FIFA termasuk dalam level yang rendah, yakni peringkat 60 terbawah alias 151 dari 211 negara anggota FIFA.

Meskipun Indonesia mengalami kenaikan satu peringkat, yakni dari 152 menjadi 151, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia (145), Filipina (134), Thailand (111), dan Vietnam (96).

Lantas, apa penyebab terperosoknya peringkat Indonesia di dalam daftar FIFA? Lalu apakah ada korelasi antara kemajuan ekonomi suatu negara dengan kesuksesan sepak bola?

Sebuah studi yang dipublikasikan bertajuk "Is Football an Indicator of Development at the International Level?" oleh Robert Gasquez dari University of Barcelona mengungkapkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memiliki keterkaitan erat dengan peringkat FIFA suatu negara.

Selain PDB dan IPM, penelitian itu menyebutkan bahwa faktor-faktor pembangunan lain, seperti pendidikan, kesehatan, keterbukaan perdagangan, inflasi, pertumbuhan penduduk, dan rasio investasi juga memengaruhi peringkat FIFA suatu negara.

"Hasil dari penelitian ini dapat diartikan sebagai bukti bahwa peringkat FIFA suatu negara dapat dianggap sebagai indikator pembangunan, baik dalam jangka panjang maupun pendek," sebut Gasquez dalam laporannya, dikutip Senin (4/4/2023).

Namun, penelitian Gasquez tidak nampak di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun CNBC Indonesia, faktor ekonomi ternyata bukanlah penyebab utama rendahnya peringkat sepak bola Indonesia di dalam daftar FIFA.

Sebab, seiring dengan hasil penelitian tersebut, pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, terutama Amerika, Eropa, dan Asia, sejalan dengan perkembangan kualitas sepak bolanya. Namun, kondisi ini tidak terjadi di Indonesia.

Peringkat FIFA Indonesia selalu turun sejak 1992, padahal pertumbuhan ekonomi negara berkembang secara pesat, seperti negara dengan peringkat FIFA tinggi lainnya. Sebagai informasi, peringkat Indonesia di dalam daftar FIFA pada 1992 adalah 108. Dengan demikian, Indonesia mengalami pemerosotan hingga 43 peringkat bila dibandingkan dengan 2022.

Sebagai contoh, Indonesia, Argentina, Prancis, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Korea Selatan sama-sama mengalami perkembangan angka PDB yang signifikan dalam kurun waktu 30 tahun. Namun, dalam hal peringkat FIFA Indonesia tidak pernah mengalami nasib seberuntung negara-negara tersebut.

Padahal, angka PBD Indonesia tercatat meningkat, yakni US$138 miliar pada 1992 dan US$1,2 triliun pada 2022. Bahkan, ekonomi Indonesia pada 2022 pun berhasil tumbuh sebesar 5,31% dibanding tahun sebelumnya.

Pada 1992, Argentina menduduki posisi ke-10 peringkat FIFA saat angka PBD-nya US$228 miliar. Namun, seiring dengan meningkatnya angka PBD menjadi US$630 miliar, peringkat Negeri Tango di FIFA pada 2022 ikut melonjak jadi urutan kedua.

Sementara itu, Prancis mencatatkan angka PBD sebesar US$1,4 triliun pada 1992. Saat itu, peringkat FIFA Prancis adalah 19. Lalu pada 2022, peringkat FIFA Prancis pada 2022 menanjak jadi urutan ke-3 seiring dengan meningkatnya angka PBD menjadi US$2,77 triliun.

Demikian pula dengan AS. Negeri Paman Sam itu juga mengalami kenaikan peringkat FIFA, yakni urutan 24 pada 1992 menjadi urutan 13 pada 2022. Kenaikan peringkat itu juga sejalan dengan naiknya angka PBD dalam periode tersebut, yakni dari US$6,5 triliun menjadi US$25,4 triliun.

Sedangkan, dua raksasa sepak bola Asia, yaitu Jepang dan Korea Selatan juga senasib dengan negara-negara sebelumnya.

Pada 1992, Jepang mencatatkan angka PBD sebesar US$3,9 triliun saat peringkatnya di FIFA berada di posisi 66. Pada 2022, peringkat itu berubah menjadi nomor 20 seiring dengan meningkatnya angka PBD menjadi US$5,5 triliun.

Sama dengan Negeri Sakura, Negeri Ginseng juga mengalami peningkatan ranking FIFA selama tiga dekade, yakni dari 49 menjadi 25. Berdasarkan data, PBD Korea Selatan pada 1992 adalah US$355 miliar. Lalu, pada 2022 angka itu meningkat jadi US$1,7 triliun.

Jika bukan faktor ekonomi, lalu apa penyebabnya?

Pada 2021 lalu, Shin Tae Yong sempat mengungkapkan salah satu faktor yang membuat ranking Indonesia di FIFA selalu tersungkur, yakni fisik dan mental. Ia mengatakan, fisik dan mental pemain timnas Indonesia sangat kalah meskipun memiliki performa di lapangan yang cukup baik.

"Secara fisik dan mental pemain timnas Indonesia sangat kalah dan itu mau tidak mau harus diperbaiki," ujar Shin Tae Yong, dikutip dari Detik Sport, Selasa (4/4/2023).

Selain itu, kurangnya jam terbang para pemain timnas Indonesia dalam laga uji coba internasional pun juga menjadi faktor melorotnya posisi timnas dalam daftar FIFA. Indonesia memang terhitung pasif selama masa FIFA Matchday.

Bahkan, skuad Garuda sering kali kesulitan mencari lawan untuk FIFA Matchday. Hal itu disebabkan karena ranking Indonesia yang belum baik.

Sebagai informasi, FIFA Matchday adalah ajang uji coba resmi yang diselenggarakan oleh FIFA bagi negara-negara yang terdaftar sebagai anggotanya. Agenda FIFA Matchday ini dijadikan momentum terbaik bagi negara-negara anggota FIFA demi meraup raihan poin.

Apabila berhasil memanfaatkan rangkaian FIFA Matchday dengan baik, tentu akan sangat membantu bagi setiap timnas meraih poin demi memperbaiki peringkat di FIFA. Dengan demikian, timnas Indonesia harus aktif berpartisipasi dalam FIFA Matchday bila ingin menaikkan posisi ranking FIFA.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular