Benarkah Punya Anak Bikin Perempuan Cepat Tua? Ini Risetnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa waktu lalu, YouTuber asal Indonesia, Gita Savitri Devi kembali menjadi perbincangan warganet setelah ia menyatakan bahwa tidak memiliki anak (childfree) bisa membuat perempuan jadi lebih awet muda dan tidak mengalami penuaan dini.
"Enggak punya anak adalah anti penuaan diri yang natural. Kamu bisa tidur delapan jam per harinya [dan] tidak merasakan stres karena mendengarkan bayi berteriak. Ketika kamu mulai punya kerutan, kamu punya uang untuk botox," ujar Gita melalui akun Instagram pribadinya (@gitasav), dikutip Jumat (10/2/2023).
Lantas, benarkah hamil, melahirkan, dan memiliki anak dapat mempercepat penuaan pada perempuan?
Selama masa kehamilan dan persalinan, perempuan dipastikan akan mengalami perubahan fisik, hormonal, dan fisiologis yang signifikan. Saat ini, para peneliti sedang berupaya untuk memahami bagaimana kehamilan dan persalinan mempengaruhi proses penuaan perempuan.
Dilansir dari The Washington Post, para peneliti melakukan pengamatan terhadap sejumlah tanda biologis penuaan, seperti telomere atau bagian ujung kromosom yang memendek seiring bertambahnya usia, epigenetik atau studi terkait perubahan gen akibat perilaku dan lingkungan seseorang, dan microchimerism atau beberapa sel genetik yang menetap dalam organisme.
Sejauh ini, hasil sementara penelitian sangat beragam. Menurut penelitian yang dipublikasikan Parity Associated with Telomere Length Among US Reproductive Age Women, kehamilan dan persalinan terbukti mempercepat penuaan perempuan pada tingkat fundamental.
Namun, studi yang dipublikasikan Number of Children and Telomere Length in Women: A Prospective, Longitudinal Evaluation justru menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperlambat proses penuaan.
"Perbedaan hasil ini pasti akan ditemukan pada tahap awal penelitian," sebut antropolog biologi di University of Washington, Dan Eisenberg, dikutip Jumat (10/2/2023).
"Studi tunggal apa pun bisa salah bahkan ketika para ilmuwan melakukan segalanya dengan benar," lanjutnya.
Eisenberg mengatakan, cara kerja penelitian sains adalah peneliti mengobservasi pertanyaan serupa di seluruh dunia, kemudian menggabungkan beberapa hasil observasi dan studi tersebut untuk melihat tren dan menyimpulkan kebenarannya.
Semakin sering hamil semakin cepat tua?
Pada 2018, Eisenberg dan para rekan peneliti menerbitkan studi yang dipublikasikan dalam jurnal Scientific Reports. Studi tersebut menemukan bahwa telomere perempuan hamil tampak sekitar empat bulan hingga empat tahun lebih tua daripada perempuan yang tidak memiliki anak.
Dilaporkan, studi tersebut melibatkan 800 perempuan di Cebu, Filipina dengan usia 20-an tahun. Sekitar 60 persen di antaranya tidak pernah memiliki anak, sedangkan sisanya telah melahirkan satu anak atau lebih.
Dalam studi tersebut, Eisenberg mengamati usia epigenetik wanita dengan melihat DNA yang diekstrak dari sel darah putih. Dengan mempelajari populasi sel dalam DNA, peneliti dapat menentukan usia epigenetik seseorang. Hasilnya mirip dengan telomere, yakni semakin banyak kehamilan yang dialami seorang perempuan maka semakin 'tua' usia epigenetiknya.
"Tapi ini adalah wanita yang sangat muda. Kami tidak tahu apakah efek ini bertahan seiring bertambahnya usia. Mungkin mereka bangkit kembali dari waktu ke waktu," ujar antropolog biologi di Universitas Northwestern yang memimpin bagian epigenetik dari penelitian yang sama, Calen Ryan.
Menariknya, Ryan, Eisenberg, dan peneliti lainnya juga menemukan bahwa seorang perempuan yang hamil saat pengukuran dilakukan, epigenetiknya tampak 'lebih muda' dari yang diekspektasikan. Namun, mereka tidak menemukan efek yang sama saat melihat panjang telomer.
"Mengapa seorang wanita terlihat lebih muda secara epigenetik selama kehamilan dan secara epigenetik lebih tua setelah kehamilan selanjutnya?" kata Ryan.
"Mungkinkah darah ibu terkontaminasi dengan darah bayi, atau sel darah bayi. Jika demikian, apakah ini artefak? Ini adalah hal-hal yang perlu kita pahami," lanjutnya.
Apa faktor yang memengaruhi proses penuaan perempuan?
Ahli Epidemiologi di Universitas Simon Fraser, Pablo Nepomnaschy berpendapat bahwa jumlah dukungan sosial yang didapat seorang ibu juga bisa menjadi faktor utama panjang telomere.
Dalam studinya yang dipublikasikan PLOS One pada 2016, Nepomnaschy mengamati 75 perempuan dari dua komunitas pedesaan tetangga dan mengukur panjang telomere pada dua titik selama 13 tahun. Hasilnya, perempuan di Guatemala yang punya anak justru memiliki telomere yang lebih panjang daripada mereka yang tidak memiliki anak.
"Masyarakat suku Maya di Guatemala percaya bahwa anak-anak adalah anugerah Tuhan, anak adalah berkah," kata Nepomnaschy.
"Maka dari itu, perempuan diharapkan untuk memiliki banyak anak. Mungkin ada banyak tekanan bila tidak memiliki anak di masyarakat tersebut," lanjutnya
Nepomnaschy bercerita, para perempuan di Guatemala saling membantu membesarkan anak satu sama lain. Seringkali, anak perempuan tertua dalam keluarga membantu merawat yang lebih muda. Struktur pendukung yang luas semacam itu bukanlah sesuatu yang dimiliki banyak wanita Amerika.
"Ini murni hipotesa," ujar Nepomnaschy.
"Namun, dukungan masyarakat bisa menurunkan tingkat stres pada ibu dan berdampak pada peningkatan panjang telomere. Itu juga bisa membantu menjelaskan kenapa ada perbedaan antara temuannya dan penelitian lain," lanjutnya
Nepomnaschy menjelaskan, panjang telomer yang meningkat juga bisa disebabkan oleh peningkatan dramatis estrogen pada wanita hamil. Estrogen dapat berfungsi sebagai antioksidan yang mencegah pemendekan telomere.
"Ketika Anda hamil, kadar estrogen Anda naik. Paparan estrogen yang berkepanjangan itu mungkin melindungi perempuan dari penuaan," jelas Nepomnaschy.
Melihat banyaknya hasil berbeda dari sejumlah penelitian, Eisenberg mengatakan penuaan diri yang terjadi setelah kehamilan dan persalinan bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
(hsy/hsy)