Jreng! Peneliti Ungkap Jumlah Sperma Terus Turun, Pertanda?
Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah tinjauan literatur medis terbaru, menunjukkan selama 50 tahun terakhir, jumlah sperma manusia turun lebih dari 50% di seluruh dunia.
Jika penurunan terus berlanjut, hal ini bisa berdampak penting bagi reproduksi manusia. Para peneliti mengatakan itu juga akan menjadi pertanda penurunan kesehatan pada pria secara umum, karena kualitas air mani dapat menjadi penanda penting kesehatan secara keseluruhan.
Kendati demikian, temuan ini masih menjadi perdebatan di antara para ahli kesuburan pria.
Beberapa mengatakan temuan itu nyata dan mendesak, tetapi yang lain mengatakan mereka tidak yakin dengan data karena metode penghitungan sperma telah berubah begitu banyak dari waktu ke waktu sehingga tidak mungkin membandingkan angka historis dan modern.
Hampir semua ahli setuju masalah ini membutuhkan studi lebih lanjut.
"Saya pikir salah satu fungsi mendasar dari setiap spesies adalah reproduksi. Jadi saya pikir jika ada sinyal bahwa reproduksi sedang menurun, saya pikir itu adalah temuan yang sangat penting," ujar Dr. Michael Eisenberg, ahli urologi dari Stanford Medicine yang tidak terlibat dalam tinjauan tersebut, dikutip CNN, Sabtu (19/11/2022).
Einsenberg bilang, ada hubungan kuat antara kesehatan reproduksi pria dan kesehatannya secara keseluruhan. Jadi, itu mengapa kemungkinan laki-laki saat ini tidak sesehat seperti sebelumnya.
Adapun, peneliti yang lain skeptis tentang kesimpulannya, meskipun tinjauan telah dilakukan dengan baik.
"Cara analisis air mani telah berubah selama beberapa dekade. Itu telah membaik. Ini telah menjadi lebih standar, tetapi tidak sempurna," ujar kata Dr. Alexander Pastuczak, seorang ahli bedah dan asisten profesor Fakultas Kedokteran Universitas Utah di Salt Lake City. Dia tidak terlibat dalam peninjauan.
"Bahkan jika Anda mengambil sampel air mani yang sama dan menjalankannya serta melakukan analisis air mani pada tahun 1960-an dan 70-an dibandingkan hari ini, Anda akan mendapatkan dua jawaban berbeda," ujarnya lagi.
Pastuczak mengatakan, studi analisis air mani yang lebih kontemporer, yang mengandalkan sampel yang dianalisis dengan metode berbeda. Nah peneliti ini, dinilai tidak melihat tren tersebut.
"Faktanya, beberapa penelitian di kawasan Eropa Utara menunjukkan jumlah sperma naik dari waktu ke waktu, bukan turun," ujarnya.
Hasil penelitian mengenai sperma terbaru terbit pada 2017, dan untuk pertama kalinya mencakup data yang dihimpun di Amerika Tengah dan Selatan, Asia, dan Afrika. Penelitian ini terbit dalam jurnal pembaruan reproduksi manusia.
Sebuah tim peneliti internasional menyisir hampir 3.000 studi yang mencatat jumlah sperma pria dan diterbitkan antara 2014 dan 2020, tahun-tahun yang belum dimasukkan dalam analisis mereka sebelumnya.
Para peneliti mengecualikan studi yang menampilkan hanya pria yang sedang dievaluasi untuk infertilitas, yang hanya memilih pria yang memiliki jumlah sperma normal dan yang peserta studinya dipilih berdasarkan kelainan atau penyakit genital.
Mereka hanya memasukkan penelitian yang diterbitkan dalam bahasa Inggris, dengan 10 pria atau lebih dan mereka dengan peserta yang spermanya dikumpulkan dengan cara yang khas dan dihitung menggunakan alat yang disebut hemocytometer.
Pada akhirnya, hanya 38 studi yang memenuhi kriteria mereka. Mereka menambahkan ini ke studi yang termasuk dalam ulasan mereka sebelumnya. dan mengekstraksi data mereka, yang dimasukkan ke dalam model.
Secara keseluruhan, para peneliti menyebutkan, jumlah sperma turun lebih dari 1% per tahun antara tahun 1973 dan 2018. Studi tersebut menyimpulkan bahwa secara global, rata-rata jumlah sperma telah turun 52% pada tahun 2018.
Ketika para peneliti studi membatasi analisis mereka pada tahun-tahun tertentu, mereka menemukan penurunan jumlah sperma tampaknya semakin cepat, dari rata-rata 1,16% per tahun setelah 1973 menjadi 2,64% per tahun setelah 2020.
(dce)