La Sape di Kongo Vs Kaum Flexing RI, Hidup Miskin Asal Gaya
Jakarta, CNBC Indonesia - Tampil trendy merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan diri. Sebagian orang menemukan kesenangan tersendiri ketika mereka memadu-padankan item fesyen terbaru dan tampil sebagai fashionista.
Tak harus pakai barang mahal, siapa saja sebenarnya bisa tampil trendy asal punya selera fesyen yang bagus. Namun, prinsip tersebut berbeda dengan apa yang terjadi di sebuah kota miskin di Kongo, Afrika. Di mana ada kelompok bernama La Sape yang memperlihatkan gaya pakaian branded meski hidupnya serba kekurangan.
Pengikut Le Sape disebut sapeurs atau anggota Societe des Ambianceurs et des Personnes Elegantes (Masyarakat Pembuat Trend dan Orang Elegan). Ketika keluar rumah, mereka mengubah jalan-jalan Brazzaville, ibu kota Republik Kongo, menjadi pentas mode.
Mereka tampil trendi meniru gaya para pria kelas atas Eropa. Kemudian tiap akhir pekan mereka berkumpul di tepi jalan yang dipadati pedagang kaki lima.
Para Sapeurs memamerkan busana yang mereka kenakan dan saat itulah mereka saling bersaing lewat pakaian mahal mereka. Mereka juga pantang mengenakan busana tiruan karena dianggap menghina dan tidak dibenarkan.
Tak jauh berbeda dengan Indonesia, flexing alias pamer telah menjadi fenomena baru di era sosial media khususnya di Indonesia. Banyak netizen menyebut bahwa flexing sering kali dilakukan oleh 'orang kaya palsu' yang cenderung suka pamer harta kekayaan.
Pakar bisnis Profesor Rhenald Kasali, dalam channel YouTube-nya, mengungkapkan fenomena ini muncul tak lepas dari munculnya media sosial yang membuat orang terdorong untuk tampil dan mendapat pengakuan. Perilaku flexing dipahami sebagai sikap konsumtif yang mencolok, menghabiskan uang untuk membeli barang-barang mewah dan layanan premium demi menunjukkan status atau kemampuan finansial.
Di Indonesia sudah banyak terjadi kasus seperti ini, Rhenald Kasali mencontohkan kasus First Travel yang sempat menghebohkan seluruh jagat Tanah Air. Dalam kasus tersebut, si pemilik bisnis sekaligus pelaku sebelumnya sangat sering memamerkan kekayaan melalui media sosial. Langkah itu dilakukan agar para target pelanggannya percaya menggunakan jasa mereka.
Sementara kasus paling terbaru adalah dua afiliator trading, Indra Kenz dan Doni Salmanan yang bahkan sebelumnya dilabeli Crazy Rich oleh masyarakat serta banyak media di Indonesia. Kedua orang ini pun sekarang sudah menjalani pemeriksaan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penipuan menggunakan status mereka sebagai afiliator.
Perilaku seorang yang melakukan flexing akan semakin konsumtif, hal itu dikarenakan hidup hanya untuk memenuhi kesan dari banyak orang. Tujuannya agar selalu terlihat seperti orang kaya, tak pelak orang-orang seperti ini dengan mudahnya membeli barang yang mendukung kesan mereka.
(hsy/hsy)