Flow Diverter, Solusi Jitu Dalam Penyembuhan Aneurisma

Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
16 September 2021 18:15
Ilustrasi (Gambar oleh hainguyenrp dari Pixabay )
Foto: Ilustrasi otak (Gambar oleh hainguyenrp dari Pixabay )

Jakarta, CNBC Indonesia - Pecahnya pembuluh darah di otak karena aneurisma bisa terjadi pada siapa saja. Sebagai catatan, aneurisma merupakan penyakit di mana terdapat dinding pembuluh yang menonjol atau membengkak menyerupai kantung baik karena struktur pembuluh darah yang rusak atau lemahnya dinding pembuluh darah.

Membengkaknya bagian pembuluh darah mampu mengakibatkan risiko pecahnya pembuluh darah. Pecahnya pembuluh darah ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan dan komplikasi lainnya termasuk kematian.

Bila terjadi hal demikian, penderita harus segera dibawa ke instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit (RS) untuk mendapat penanganan medis yang memadai. Adapun salah satu terapi yang dapat dilakukan yakni dengan tindakan flow diverter.

Ini merupakan tindakan pembedahan dengan dipasangkan alat yang disebut stent di dalam pembuluh darah, sehingga darah dapat mengalir tanpa bocor kembali.

"Flow diverter merupakan tindakan bedah penanganan aneurisma yang dilakukan tanpa membuka tempurung kepala. Prosedur ini dilakukan melalui kateterisasi dan pemasangan stent melalui pembuluh darah menuju gelembung aneurisma. Sayatan pun cukup dilakukan pada pangkal paha," ujar Head of Neurosurgeon Rumah Sakit Pusat Otak Nasional dr. Abrar Arham, SpBS dalam media briefing di RSPON, Jakarta, Kamis (16/9/2021).



Lebih lanjut, dia menjelaskan kateterisasi nantinya akan membantu stent untuk menuju ke gelembung aneurisma. Stent berfungsi untuk melakukan mem-blocking sehingga darah tidak berbelok masuk menuju gelembung aneurisma.

Selain menggunakan stent, operasi ini juga menggunakan mesin angiografi untuk melihat bagian dalam tubuh manusia, sehingga pergerakan kateter mampu dikontrol.

Metode ini pun dianggap sebagai metode yang minim risiko dengan tingkat keberhasilannya sangat tinggi, yaitu hingga 95%. Adapun keunggulan teknologi ini adalah prosedur relatif cepat, pascatindakan tidak perlu perawatan ICU, mengurangi lamanya rawat inap, lebih nyaman untuk pasien
dan tidak ada luka sayatan.

Berbicara biaya, ongkos pengobatan ini dibanderol US$ 10 ribu atau setara dengan Rp 142 juta. Sedangkan untuk pengerjaannya hanya memakan waktu 1-2 jam dan bila memungkinkan pasien bisa pulang ke rumah keesokan harinya.

"Kalau di luar US$ 25 ribu sekarang mungkin bisa setengahnya. Pemerintah punya program dengan teknologi ini dan sekarang di bawah US$ 10 ribu," kata Abrar.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular