Tersebar di 31 Negara, Begini Cara Kerja Tim Pemburu Kampret

Redaksi CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
28 April 2020 19:28
Kalelawar. (Ist)
Foto: Kalelawar. (Ist)
Jakarta, CNBC Indonesia -Para ilmuwan dunia kini membentuk tim yang serius berburu kelelawar dan masuk ke sarang-sarang binatang malam tersebut. Tujuannya adalah mencari tahu virus baru yang berpotensi dibawa oleh hewan tersebut, dan mencegah pandemi di masa mendatang.

Tim ini terdiri dari berbagai ilmuwan dan institusi, di antaranya adalah Ecohealth Alliance yang merupakan NGO asal Amerika Serikat, NUS Singapore, dan Smithsonian Institution.

Mereka melaksanakan ekspedisi ke pusat-pusat populasi kelelawar, pada awalnya hanya berfokus di China yakni provinsi Yunnan yang terkenal dengan populasi kampret yang besar.

"Kami memang awalnya menargetkan China karena ini tempat bermulanya SARS," jelas Peter Daszak, salah satu peneliti dari Ecohealth Science. "Lalu kami menyadari bahwa saat ini ada ratusan virus corona yang berbahaya jadi kami mulai berpencar untuk menemukan mereka," jelasnya.

Saat ini, tim pemburu virus pada kelelawar meneliti lebih di 31 negara. Salah satu tim yang juga berkontribusi adalah dari Smithsoinia Institution yang fokus di Kenya dan Myanmar. "Sejauh ini kami sudah temukan 6 virus corona di Myanmar," kata anggota tim, Suzay Murray peneliti dari Smithsonian Institute.

Pekerjaan tim pemburu kelelawar ini bisa dibilang sangat berbahaya karena mereka harus kontak langsung dengan sumber virus, yakni kelelawar.

Mereka melakukan ekspedisi ke gua-gua yang berada di China mendeteksi kemungkinan adanya virus baru dan antisipasi pandemi.

Melansir CNN Internasional, tim kecil yang dibentuk ini menggunakan APD lengkap atau hazmat , masker, dan sarung tangan. Mereka harus kontak dan mendapatkan liur serta air seni si kampret, yang kemungkinan membawa virus mematikan.

Di kepala tim pemburu kampret, masing-masing memiliki alat pencahayaan. Mereka menunggu matahari terbenam untuk masuk gua yang berada di Yunan, China. Begitu matahari terbit dan kelelawar kembali ke sarang mereka, tim pemburu langsung beraksi.

Di dalam gue, mereka sudah memasang jaring untuk menangkap kelelawar. Binatang yang terperangkap kemudian akan dibius, untuk diambil sample darahnya dari sayap mereka. "Kami juga bawa alat untuk swab oral dan kotoran mereka, serta mengkoleksi liur juga," ujar Peter Daszak, seperti dikutip dari CNN Internasional, Selasa (28/4/2020).

Sejauh ini, Peter mengaku sudah berburu virus sejak 10 tahun dan melanglang ke 20 negara. Dari hasil petualangannya, ia dan tim sukses mendapat 150 ribu sample kelelawar dan 500 virus baru corona.

Tidak hanya kelelawar, tim pemburu juga mengambil sampel manusia yang hidup di dekat populasi kelelawar tersebut. Untuk mengetahui soal daya tahan tubuh dan apakah telah terpapar patogen.

Setelah sampel-sampel dikumpulkan, mereka akan menyimpannya di tabung nitrogen dan mengirimkan ke laboratorium terdekat yang telah menjadi mitra mereka untuk dianalisa.

"Biasanya kami pilih laboratorium terbaik di negara tersebut, jika tidak ada kami akan bangun sendiri dengan kapasitas lokal," ujar Peter.

Sampel DNA yang dikumpulkan di lapangan kemudian akan dibandingkan dengan profil yang tersimpan di GenBank, akses data terbuka yang dimiliki oleh Badan Informasi Bioteknologi Pusat Amerika Serikat (NCBI) yang memiliki bank data semua virus terkait hewan maupun manusia.

"Dari situ kita akan tahu apakah kita temukan virus baru atau tidak," jelas Dawn Zimmerman, yang merupakan salah satu peneliti di tim pemburu virus ini.



[Gambas:Video CNBC]




(gus/gus) Next Article Corona Bukan Cuma Salah Kampret, Ilmuwan: Manusia Juga!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular