
Adu Laku Telur Gulung vs Maklor, Mana yang Lebih Cuan?
Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
22 December 2019 12:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa waktu lalu, Tim CNBC Indonesia membuat riset kecil-kecilan mengenai mana dagangan kaki lima jajanan sekolah dasar yang lebih cuan. Kami mewawancarai dua pedagang, Nur Jamil (37) atau Bang Boy, serta Setiaci (24) atau Bang Bewok.
Nur Jamil merupakan pedagang yang berjualan telur gulung dan aci gulung (cilung) di salah satu kantin sekolah dasar di kelurahan Depok Jaya, Kota Depok. Sedangkan Setiaci adalah pedagang makaroni telur (maklor) dan mie telur (milor) di depan sekolah dasar yang lokasinya tidak jauh dari Stasiun Depok Lama.
Dalam wawancara tersebut, Nur Jamil mengatakan modal yang dikeluarkan untuk berjualan telur gulung hanya Rp 250 ribu. Sedangkan omzet per hari yang diterima hampir dua kali lipat, yaitu Rp 500 ribu. Omzet hanya ia dapat dari berjualan di satu tempat saja, yaitu di kantin sekolah dasar tersebut.
"Kalau untungnya itu sekitar Rp 250 ribu yang diambil dari Rp 500 ribu jualan bersih," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Dalam sehari, Nur Jamil bisa membuat 500-700 tusuk telur goreng dari bahan-bahan telur sebanyak 4,5 kilogram, sagu 3 kilogram, dan minyak goreng 2,5 kilogram. Bahan telur memang dicampur sagu. Menurutnya, kalau murni hanya telur, satu telur paling hanya jadi untuk 2 tusuk. Kalau dicampur sagu, bisa menghasilkan 5-7 tusuk telur gulung.
"Tapi kadang-kadang sehari bisa habis segitu, kadang masih sisa untuk besok. Ya namanya juga berjualan, kadang habis kadang enggak kan," jelasnya.
Jika setiap hari Senin hingga Jumat berjualan di kantin sekolah dasar tersebut, pada hari Minggu, Nur Jamil mengatakan menjajakan dagangannya di Taman Lembah Gurame, Kota Depok.
Ia mengatakan, lokasi sangat menentukan jumlah omzet dagangannya. Jika ia berjualan di sekolah dasar mulai pukul 6 pagi hingga jam setengah 5 sore, ia hanya mendapatkan omzet Rp 500 ribu. Sedangkan jika ia berjualan di Taman Lembah Gurame mulai pukul 7 pagi hingga 11 siang, ia bisa mendapatkan omzet Rp 400 ribu.
"Kalau ditanya keuntungan sehari jualan di SD dan di Taman Lembah Gurame, ya imbang sih. Kalau di Lembah, berhubung saya baru jualan 3 kali di sana, ya sekitaran Rp 400 ribu lah," ujarnya.
Jika hitung, Bang Boy bisa mendapatkan kurang lebih Rp 12 juta omzet per bulan dengan asumsi ia berjualan selama 24 hari dalam sebulan. Menurutnya, selain diputar lagi untuk membeli bahan-bahan jualan, sebagian omzet harian yang ia dapatkan akan ditabung untuk modal berjualan sepatu yang digeluti oleh istrinya di kampung halamannya.
Sedangkan Setiaci mengatakan modalnya untuk berjualan makaroni telur (maklor) dan mie telur (milor) sebesar Rp 1,5 juta untuk membeli gerobak dan bahan-bahan awal. "Kalau belanja normal bahan-bahan harian sama bumbu-bumbu Rp 150 ribu abis lah," paparnya.
Namun belanja Rp 150 ribu tersebut dihitung per 3 hari. Setiaci mengatakan ia berbelanja bahan seperti bumbu-bumbu, makaroni, mie telur, telur, minyak, dan lainnya tiga hari sekali. Jadi disimpulkan bahwa modal per hari yang ia harus keluarkan hanya Rp 50 ribu.
"Saya enggak belanja bumbu tiap hari. Yang tiap hari dibeli paling makaroni 1 kilo dan mie telor 1 bal (1 bungkus besar). Telur juga sekilo aja," jelasnya.
Untuk bumbu, Setiaci mengatakan ia membuatnya sendiri. Ketika berbelanja, ia hanya membeli beberapa bumbu mentah yang nantinya akan dicampur. "Total Rp 40 ribu harga bumbu buat 3 hari jualan. Kita beli per 3 hari karena ukuran bumbu yang dibeli cukup buat segitu. Kalau beli tiap hari mah boros," papar Setiaci.
Lebih lanjut soal keuntungan, Setiaci mengatakan dalam sehari ia bisa mendapatkan Rp 400 ribu. "Tapi ini kalau makaroni dan mie telor habis semua dalam sehari. Beli bahan Rp 150 ribu per 3 hari, bisa dapat Rp 400 ribu sehari kalau semua bahan habis. Kalau enggak habis, paling dapat separonya sekitar Rp 200 ribuan," lanjutnya.
Jika dihitung, keuntungan Setiaci berjualan ini adalah Rp 350 ribu per hari. Namun keuntungan ini tidak hanya digunakan untuk menghidupi anak dan istri, tetapi sebagian keuntungan disimpan untuk membangun jualan rujak ulek dan serut.
Sedangkan untuk omzetnya sendiri, Setiaci bisa mendapatkan Rp 9,6 juta dengan asumsi berjualan selama 24 hari dalam sebulan.
(sef/sef)
Nur Jamil merupakan pedagang yang berjualan telur gulung dan aci gulung (cilung) di salah satu kantin sekolah dasar di kelurahan Depok Jaya, Kota Depok. Sedangkan Setiaci adalah pedagang makaroni telur (maklor) dan mie telur (milor) di depan sekolah dasar yang lokasinya tidak jauh dari Stasiun Depok Lama.
Dalam wawancara tersebut, Nur Jamil mengatakan modal yang dikeluarkan untuk berjualan telur gulung hanya Rp 250 ribu. Sedangkan omzet per hari yang diterima hampir dua kali lipat, yaitu Rp 500 ribu. Omzet hanya ia dapat dari berjualan di satu tempat saja, yaitu di kantin sekolah dasar tersebut.
![]() |
Dalam sehari, Nur Jamil bisa membuat 500-700 tusuk telur goreng dari bahan-bahan telur sebanyak 4,5 kilogram, sagu 3 kilogram, dan minyak goreng 2,5 kilogram. Bahan telur memang dicampur sagu. Menurutnya, kalau murni hanya telur, satu telur paling hanya jadi untuk 2 tusuk. Kalau dicampur sagu, bisa menghasilkan 5-7 tusuk telur gulung.
"Tapi kadang-kadang sehari bisa habis segitu, kadang masih sisa untuk besok. Ya namanya juga berjualan, kadang habis kadang enggak kan," jelasnya.
Jika setiap hari Senin hingga Jumat berjualan di kantin sekolah dasar tersebut, pada hari Minggu, Nur Jamil mengatakan menjajakan dagangannya di Taman Lembah Gurame, Kota Depok.
Ia mengatakan, lokasi sangat menentukan jumlah omzet dagangannya. Jika ia berjualan di sekolah dasar mulai pukul 6 pagi hingga jam setengah 5 sore, ia hanya mendapatkan omzet Rp 500 ribu. Sedangkan jika ia berjualan di Taman Lembah Gurame mulai pukul 7 pagi hingga 11 siang, ia bisa mendapatkan omzet Rp 400 ribu.
"Kalau ditanya keuntungan sehari jualan di SD dan di Taman Lembah Gurame, ya imbang sih. Kalau di Lembah, berhubung saya baru jualan 3 kali di sana, ya sekitaran Rp 400 ribu lah," ujarnya.
Jika hitung, Bang Boy bisa mendapatkan kurang lebih Rp 12 juta omzet per bulan dengan asumsi ia berjualan selama 24 hari dalam sebulan. Menurutnya, selain diputar lagi untuk membeli bahan-bahan jualan, sebagian omzet harian yang ia dapatkan akan ditabung untuk modal berjualan sepatu yang digeluti oleh istrinya di kampung halamannya.
Sedangkan Setiaci mengatakan modalnya untuk berjualan makaroni telur (maklor) dan mie telur (milor) sebesar Rp 1,5 juta untuk membeli gerobak dan bahan-bahan awal. "Kalau belanja normal bahan-bahan harian sama bumbu-bumbu Rp 150 ribu abis lah," paparnya.
Namun belanja Rp 150 ribu tersebut dihitung per 3 hari. Setiaci mengatakan ia berbelanja bahan seperti bumbu-bumbu, makaroni, mie telur, telur, minyak, dan lainnya tiga hari sekali. Jadi disimpulkan bahwa modal per hari yang ia harus keluarkan hanya Rp 50 ribu.
"Saya enggak belanja bumbu tiap hari. Yang tiap hari dibeli paling makaroni 1 kilo dan mie telor 1 bal (1 bungkus besar). Telur juga sekilo aja," jelasnya.
Untuk bumbu, Setiaci mengatakan ia membuatnya sendiri. Ketika berbelanja, ia hanya membeli beberapa bumbu mentah yang nantinya akan dicampur. "Total Rp 40 ribu harga bumbu buat 3 hari jualan. Kita beli per 3 hari karena ukuran bumbu yang dibeli cukup buat segitu. Kalau beli tiap hari mah boros," papar Setiaci.
Lebih lanjut soal keuntungan, Setiaci mengatakan dalam sehari ia bisa mendapatkan Rp 400 ribu. "Tapi ini kalau makaroni dan mie telor habis semua dalam sehari. Beli bahan Rp 150 ribu per 3 hari, bisa dapat Rp 400 ribu sehari kalau semua bahan habis. Kalau enggak habis, paling dapat separonya sekitar Rp 200 ribuan," lanjutnya.
Jika dihitung, keuntungan Setiaci berjualan ini adalah Rp 350 ribu per hari. Namun keuntungan ini tidak hanya digunakan untuk menghidupi anak dan istri, tetapi sebagian keuntungan disimpan untuk membangun jualan rujak ulek dan serut.
Sedangkan untuk omzetnya sendiri, Setiaci bisa mendapatkan Rp 9,6 juta dengan asumsi berjualan selama 24 hari dalam sebulan.
(sef/sef)
Most Popular