Internasional

Obat Herbal Indonesia Ini Bikin Khawatir AS, Loh Kok Bisa?

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
13 October 2019 11:43
Kratom tengah diperiksa di AS
Foto: Ilustrasi Obat (REUTERS/Srdjan Zivulovic/)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kratom, daun pohon tropis yang semakin banyak digunakan di seluruh dunia sebagai obat penghilang rasa sakit dan sebagai pengganti opioid, mungkin mendapat sorotan besar di wilayah Barat, tetapi di Tuana Tuha, sebuah desa pedalaman di Kalimantan timur di Indonesia, dianggap sebagai anugerah dan mata pencaharian.

Kratom, atau Mitragyna speciosa, adalah tanaman asli Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Papua Nugini. Daunnya mengandung senyawa yang mengubah pikiran yang mempengaruhi reseptor otak yang sama seperti morfin, membuat kratom menjadi obat herbal yang populer.


Penggunaan kratom saat ini sedang dalam pemeriksaan di Amerika Serikat, di mana lebih dari 130 orang meninggal setiap hari akibat overdosis opioid. Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS telah memperingatkan perihal konsumsi obat tersebut.

Di Indonesia, lembaga narkotika negara menginginkan kementerian kesehatan mengklasifikasikan kratom sebagai psikotropika kelas satu, seperti heroin dan kokain. Pelanggaran narkoba dalam kategori ini dapat dikenai hukuman maksimum 20 tahun penjara.

"Kami meminta kementerian kesehatan untuk mengklasifikasikannya sebagai [zat ilegal] kelas satu. Bahaya [kratom] sepuluh kali lipat dari kokain atau ganja," kata Yunis Farida Oktoris Triana, wakil rehabilitasi di Badan Narkotika Nasional Indonesia (BNN). "Diskusi kita masih berlangsung," dilansir dari South China Morning Post, Jumat (11/10/2019).

American Kratom Association memperkirakan bahwa ada 15,6 juta pengguna kratom di AS pada Juni, dan industri ini bernilai lebih dari satu miliar dolar.

Pada 2016, Administrasi Penegakan Narkoba AS sempat mengusulkan peningkatan kratom ke obat kelas I, menempatkannya berdampingan dengan heroin, LSD dan MDMA. Namun, ada reaksi besar lalu proposal itu akhirnya ditarik, meskipun masih ada kekhawatiran tentang kratom, yang dapat membuat penggunanya berisiko terhadap kecanduan atau efek samping lainnya.

Bulan lalu, misalnya, seorang penduduk Florida ditangkap setelah seorang lelaki cacat yang ia rawat meninggal karena kepanasan dalam minivannya. Pria itu tertidur di rumahnya setelah menelan dua paket bubuk kratom, kata polisi AS.

Di AS, kratom masuk dalam kategori ilegal di enam negara, termasuk Alabama dan Wisconsin, sementara di Eropa, kratom ilegal di Irlandia, Swedia, Latvia, Lithuania, Polandia dan Inggris, tetapi di Jerman, Prancis, dan Spanyol dianggap legal. Di Barat, dan juga di Indonesia, kratom mudah dipesan melalui internet, dimana kratom dijual sebagai bubuk hijau, teh atau dalam bentuk permen karet.

Kratom asli dari Tuana Tuha, sebuah desa berpenduduk 3.000 orang, sekitar empat jam dari ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda, dan di salah satu kabupaten yang akan menjadi rumah bagi ibukota baru Indonesia.

Pohon-pohon, yang dikenal sebagai kedemba, adalah bagian dari keluarga kopi dan dapat tumbuh hingga tujuh meter. Mereka dengan cepat menjadi sumber pendapatan utama penduduk desa, menggantikan kelapa sawit dan perikanan.

"Kratom adalah pohon liar yang tumbuh di halaman belakang kami dan di seluruh kampung kami. Di mana ada 1.200 hektar lahan yang dulunya adalah perkebunan kelapa sawit, sekarang dipenuhi dengan pohon kratom," kata Tommy, kepala desa Tuana Tuha.

"Kami punya pepatah di sini, bahwa dengan kedemba, jika kami menemukan pohon, kami menemukan uang."

Penduduk desa Tuana Tuha biasanya mencari ikan untuk mendapatkan penghasilan, tetapi ketidakpastian dan biaya memaksa banyak dari mereka untuk meninggalkan mata pencaharian itu. Pada akhir 2017, seorang lelaki dari Pontianak, ibu kota provinsi tetangga Kalimantan Barat, mengunjungi desa itu untuk membeli daun kratom, memberi tahu penduduk bahwa daun-daun itu sangat diminati di luar negeri. Daun tersebut telah dibudidayakan sejak 2004 di Pontianak, kata pria itu.

"Penduduk desa di sini selama beberapa generasi meminum air rebusan kulit pohon kedemba setelah wanita melahirkan, untuk membersihkan darah kotor mereka dan mempercepat proses penyembuhan, tetapi kami tidak pernah mengonsumsi daunnya," kata Tommy. "Jadi kami percaya ketika dia mengatakan bahwa orang asing menggunakan kedemba sebagai obat herbal."

Penduduk desa awalnya merasa sulit untuk memetik daun kratom karena tidak ada yang mengajari mereka cara melakukannya. Daun kratom tipis dan sangat berbeda dengan tanaman lain seperti beras dan jagung, kata Iksan Maulana, salah satu dari ratusan pemetik kratom di Tuana Tuha.

"Ketika saya mulai, saya hanya mendapat 50kg per hari karena saya tidak tahu cara memetik daun dengan cepat jadi saya mengambilnya satu per satu," kata seorang pria berusia 24 tahun.

"Saya takut memanjat pohon, tetapi saya harus melakukannya, karena bagaimana lagi cara saya bisa mendapatkan daunnya? Saya belajar bagaimana melakukannya dengan benar dalam tiga hari. Saya juga belajar bahwa daun tua lebih mudah dipetik daripada daun yang muda."

Sekarang Iksan dapat mengambil hingga 200kg per hari. Keahlian barunya menghasilkan 400.000 rupiah (US $ 28) per hari, dari tujuh jam kerja.

Desa ini mencapai puncak produksinya antara Januari dan Mei tahun ini, ketika 300 pemetik dapat memperoleh hingga 50 ton daun kratom per bulan, menghasilkan pendapatan satu miliar rupiah (US $ 70.600).




(sef/sef) Next Article Dunia Rebutan Kratom, 'Narkotika' Baru Asal RI Laku Miliaran

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular