Wow, Perkantoran CBD Diminati Perusahaan Co-Working

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
16 April 2019 07:06
Pasar properti di kawasan segitiga emas, atau biasa disebut dengan Central Business District (CBD) sangat diminati oleh perusahaan teknologi dan co-working
Foto: Suasana Ruang Kerja Bersama (Coworking Space) The Riveter di Seattle, AS. (AP Photo/Ted S. Warren)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar properti di kawasan segitiga emas, atau biasa disebut dengan Central Business District (CBD) sangat diminati oleh perusahaan teknologi dan co-working. Bahkan, 55% dari total kontrak penyewaan kantor sepanjang kuartal I-2019 dilakukan oleh dua kategori perusahaan tersebut.

Sumber: JLL


Fakta tersebut diungkapkan oleh konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) dalam laporan "Jakarta Property Market Update" edisi kuartal-I2019. Sebagai catatan, yang termasuk dalam kategori perusahaan teknologi dalam laporan tersebut antara lain:
  • Fintech
  • Online Gaming
  • Travel Booking
  • Online Marketplace
Sedangkan sesuai namanya, co-working merupakan perusahaan yang menyediakan jasa penyewaan ruang perkantoran yang bisa digunakan secara bersama-sama oleh beberapa perusahaan. Model co-working menjadi populer di kalangan usaha rintisan (startup) karena biayanya yang relatif lebih murah ketimbang menyewa ruang kantor secara eksklusif.


Perusahaan co-working di sekitar Jakarta saat ini masih terkonsentrasi di kawasan CBD. Bahkan, sebanyak 86% dari co-working di wilayah sekitar Jakarta terdapat di kawasan CBD, sedangkan 12% lainnya tersebar di wilayah Jakarta lain. Hanya 2% yang berada di pinggiran Jakarta.

Pemimpin pasar co-working saat ini adalah Co-Hive yang mengantongi 26% pangsa pasar di Jakarta, disusul oleh WeWork, Regus, dan Gowork Indonesia yang mendapatkan bagian masing-masing sebesar 14%, 11%, dan 10% di pasar co-working Jakarta.

Pangsa Pasar Co-Wirking JakartaPangsa Pasar Co-Working Jakarta, Sumber: JLL


Adanya perusahaan-perusahaan tersebut membuat permintaan di pasar properti Grade A masih tumbuh sehat. Pada kuartal I-2019, penyerapan bersih perkantoran mencapai 97.500 meter persegi (sqm) dan didominasi oleh properti Grade A. Ini meningkat jauh dibanding kuartal sebelumnya yang bahkan tak sampai 25.000 sqm.

Sebagai informasi, penyerapan bersih merupakan selisih antara luas ruangan yang disewa dengan luas ruangan yang ditinggalkan dalam periode waktu tertentu. Kala nilainya positif, maka menandakan permintaan sedang meningkat. Lebih besar lebih bagus.

Penyerapan Bersih Ruang Perkantoran Kawasan CBD, Sumber: JLL


Namun demikian, tingkat hunian untuk properti perkantoran Grade A terus mengalami penurunan hingga tinggal sebesar 65% di kuartal I-2019. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan ruangan yang terus bertambah seiring banyaknya gedung baru yang selesai di bangun.

Sebagai contoh, adalah gedung World Capital Tower dan Sudirman 7.8 yang akan rampung pada tahun 2019. Keduanya menambah ketersediaan ruang properti Grade A lebih dari 100.000 sqm.

Bahkan pada tahun 2020 mendatang, akan ada tiga gedung Grade A baru yang akan selesai dibangun, yaitu Indonesia 1, RDTX Place, dan Thamrin Nine Tower 1. Ketiga gedung tersebut akan menambah ketersediaan ruangan mencapai lebih dari 300.000 sqm.


Alhasil biaya sewa terus mengalami tren penurunan yang sudah dimulai sejak tahun 2018. Pada kuartal I-2019 biaya sewa properti Grade A adalah sebesar Rp 277.326 untuk setiap 1 sqm/bulan atau terkoreksi 1,1% dibanding kuartal sebelumnya.

Sedangkan untuk properti Grade B dan C masih bisa bernafas lega karena tingkat huniannya masih bisa bertahan, bahkan cenderung naik. Harga yang relatif murah memang membuat daya tarik kedua golongan properti tersebut masih tetap tinggi. Alhasil harga sewa properti Grade B dan C masih tetap stabil.

Tingkat Hunian dan Harga Sewa Properti Kawasan CBD, Sumber: JLL


Meski demikian, rata-rata keseluruhan tingkat hunian di kawasan CBD masih terus turun, yang mana tinggal sebesar 76% di kuartal I-2019. Diprediksi, tingkat hunian akan terus berkurang hingga mencapai titik terendah pada 2019-2020. Barulah setelah itu akan kembali meningkat.

Pasalnya, setelah 2020, jumlah lahan baru yang bertambah setiap tahunnya akan semakin kecil. Pada saat yang bersamaan, permintaan diyakini masih tetap akan kuat seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sehat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(taa/prm) Next Article Dear Pesepeda, Intip Jalur Permanen Sepeda Sudirman-Thamrin

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular