CNBC Indonesia Weekend
Fansub Anime: Hobi & Maknanya
Fikri Muhammad, CNBC Indonesia
16 March 2019 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah animo Astro Boy di Amerika Serikat beberapa komunitas di stasiun TV membuat subtitle dari anime robot bernama Getter Robo. Fred Patten, menceritakan pengalaman awal mula pembuatan Fansub (fan-subtitled) di Amerika Serikat.
Dalam Jurnal Internasional publikasi SAGE oleh Sean Leonard, Patten menceritakan bahwasanya dirinya dikenalkan pada anime Jepang oleh seorang dari Sony Betamax Technology. Ia dan beberapa temanya yang saat itu menyukai anime Jepang membentuk Cartoon/Fantasy Organization (C/FO) pada Mei 1977.
Pada bulan November 1977 C/FO mulai bertukar tape anime dengan penggemar anime di Amerika Serikat sampai Jepang. Bahkan Patten dan C/FO membantu studio animasi Toei, Film Tokyo Shinsa (TMS) dan Tansunoko Pro untuk mempromosikan anime di Amerika Serikat.
Saat itu memang Jepang sulit untuk mengakses pasar karena target saluran tayangan di Amerika Serikat terlalu tinggi. Toei yang meluncurkan kantornya di Hollywood Utara pada 1978 sempat tidak aktif selama hampir satu dekade.
Kemudian perwakilan Toei merekrut Patten dan C/FO untuk membuat Comic-Con pada 1980 sekaligus memberikan cetakan anime Lupin III: Castle of Cagliostro for Noreascon II untuk melihat reaksi fan dan mencatutkan subtitle Amerika dalam video anime tersebut.
Patten mengutip dari Jun Hirabayashi, dari TMS, mengatakan bahwa pemberian itu tidak biasa bagi perusahaan. Karena melakukan transaksi secara informal dengan penggemar guna keperluan bisnis. Perwakilan perusahaan dan penggemar tidak pernah bergaul kecuali untuk publisistas, yakni penggemar hanya akan menjadi penonton.
Ko¯ki Narushima, seorang eksekutif dari studio animasi Tatsunoko mengatakan bahwa ia memberikan rekaman video anime Tatsunoko pada Patten untuk ditampilkan di Hollywood secara tidak resmi.
Namun pada tahun 1989, perebutan kekuasaan terjadi di kalangan atas C/FO ketika Patten ingin mundur dari organisasi. Saat itu banyak yang menuduh Patten sebagai seorang yang tidak loyal. Namun ia menyatakan bahwa apa yang ia lakukan dengan Fansub adalah untuk menyebarkan agama anime dan membuat itu lebih dikenal di Amerika Serikat.
Saat ini, Fansub juga berkembang di Indonesia. Tahti (bukan nama sebenarnya), saorang admin web streaming anime gratis di Indonesia mengatatakan bahwa Fansub adalah suatu komunitas yang mewadahi orang-orang yang ingin menerjemahkan anime kesukaan mereka.
"Fansub itu, kita bikin subtitle dari anime untuk para fans. Kita kan memang ngerjain subtitlenya bukan animasinya," kata Tahti pada CNBC Indonesia (11/3/2019).
Fansub tidak bernaung dalam satu korporasi penerjemah resmi. Mereka terbentuk dan mentranslasi subtitle dari bahasa Jepang ke bahasa tanah airnya. Menurut seorang admin fanpage anime bernama Ki-Kun (bukan nama asli) kepada CNBC Indonesia, mengatkan bahwa Fansub berada pada jalur underground atau indie.
Tipikal Fansub ini pun berbeda-beda. Ada yang memang memiliki niat untuk menyebarkan translasi anime pada website lalu mencari keuntungan. Adapula yang menjadi fansub hanya sekedar hobi atau kepuasan pribadi saja.
"Semua orang bisa jadi Fansub, bahkan ada yang menyebar untuk pribadinya saja. Kaya di Facebook yang gua lihat 5-6 bulan lalu. Dia nge-Fansub lalu di posting. Setelah sehari dua hari dia hapus. Dia kepuasan pribadi aja ngesahre ke temen2nya. Nggak selalu Fansub itu nyari profit," ucap Ki-Kun pada CNBC Indonesia di Jakarta (11/3/2019).
Kehadiran fansub memang sangat memabantu orang-orang yang menyukai anime. Karena umumnya di Indonesia, Fansub menyebar anime yang sudah di translasi Bahasa Indonesia ke berbagai website. Walaupun itu illegal, karena anime yang dibagikan tidak memiliki lisensi resmi dari Jepang.
"Sebelum saya berangkat ke Jepang saya mempunyai kendala menonton anime. Saya punya dua kendala waktu itu, yang pertama saya nggak tahu mau nonton dimana yang legal makanya nonton yang bajakan. Kedua adalah, saat menonton anime bajakan namun tidak ada subtitle. Maka itu, Fansub sangat membantu para penonton, bahkan sampai sekarang," Kata Marco di Kantor Ponimu, Jakarta (13/3/2019).
Founder dari Ponimu, web streaming anime online berbayar itu mengatakan bahwa anime yang legal diperjualbelikan lisensinya. Namun terkadang menjadi eksklusif karena lisensi anime dibeli oleh satu perusahaan dan tidak bisa dijual ke tempat lain karena di monopoli.
"Misalnya, katakanlah Netflix beli satu anime dibayar mahal. Makanya nggak bisa jual ke tempat lain. Buat orang yang nggak langganan Netflix kan nggak bisa nonton. Sudah jadi hal yang utama bahwa Netflix dan Amazon saingan, orang harus milih jadi grup Netflix atau grup Amazon. Di satu sisi, bajakan itu dibutuhkan. Bahkan menjadi marketing buat pihak Jepang," ujar Marco.
Namun, bukan berarti keberadaan website anime berbayar tidak membutuhkan dukungan. Menurut Marco Ini berpengaruh pada kepercayaan pihak Jepang untuk menjual lisensi ke Indonesia.
Kepercayaan itu terbentuk jika ada data statistik penjualan lisensi anime.
Kalau sudah ada streaming legal kenapa tidak kita support? Karena banyak pecinta anime di Indonesia tapi tak terlacak, nggak pernah ada datanya. Oke mungkin di bajakan mereka pake google analytics tapi itu tidak dipercaya sama pihak Jepang," ucap Marco.
Website Fansub yang menyediakan streaming anime gratis tersebar di belahan dunia. Seperti misalnya web bernama crunchyroll dari Amerika Serikat. Crunchyroll yang sukses dari konten bajakan mendapatkan suntikan dana sehingga bisa membayar lisensi anime dan menjadi website berbayar.
Itu adalah bukti sukses web streaming anime. Namun menurut Marco kesuksesan itu tidak bisa terus menerus diikuti oleh Fansub lain. Karena tidak selamanya pihak Jepang memaklumi perbuatan tersebut.
(dru) Next Article Fandomnya Banyak, Yuk Melihat Kembali Perjalanan Anime di RI
Dalam Jurnal Internasional publikasi SAGE oleh Sean Leonard, Patten menceritakan bahwasanya dirinya dikenalkan pada anime Jepang oleh seorang dari Sony Betamax Technology. Ia dan beberapa temanya yang saat itu menyukai anime Jepang membentuk Cartoon/Fantasy Organization (C/FO) pada Mei 1977.
Pada bulan November 1977 C/FO mulai bertukar tape anime dengan penggemar anime di Amerika Serikat sampai Jepang. Bahkan Patten dan C/FO membantu studio animasi Toei, Film Tokyo Shinsa (TMS) dan Tansunoko Pro untuk mempromosikan anime di Amerika Serikat.
![]() |
Kemudian perwakilan Toei merekrut Patten dan C/FO untuk membuat Comic-Con pada 1980 sekaligus memberikan cetakan anime Lupin III: Castle of Cagliostro for Noreascon II untuk melihat reaksi fan dan mencatutkan subtitle Amerika dalam video anime tersebut.
Patten mengutip dari Jun Hirabayashi, dari TMS, mengatakan bahwa pemberian itu tidak biasa bagi perusahaan. Karena melakukan transaksi secara informal dengan penggemar guna keperluan bisnis. Perwakilan perusahaan dan penggemar tidak pernah bergaul kecuali untuk publisistas, yakni penggemar hanya akan menjadi penonton.
Ko¯ki Narushima, seorang eksekutif dari studio animasi Tatsunoko mengatakan bahwa ia memberikan rekaman video anime Tatsunoko pada Patten untuk ditampilkan di Hollywood secara tidak resmi.
Namun pada tahun 1989, perebutan kekuasaan terjadi di kalangan atas C/FO ketika Patten ingin mundur dari organisasi. Saat itu banyak yang menuduh Patten sebagai seorang yang tidak loyal. Namun ia menyatakan bahwa apa yang ia lakukan dengan Fansub adalah untuk menyebarkan agama anime dan membuat itu lebih dikenal di Amerika Serikat.
Saat ini, Fansub juga berkembang di Indonesia. Tahti (bukan nama sebenarnya), saorang admin web streaming anime gratis di Indonesia mengatatakan bahwa Fansub adalah suatu komunitas yang mewadahi orang-orang yang ingin menerjemahkan anime kesukaan mereka.
"Fansub itu, kita bikin subtitle dari anime untuk para fans. Kita kan memang ngerjain subtitlenya bukan animasinya," kata Tahti pada CNBC Indonesia (11/3/2019).
Fansub tidak bernaung dalam satu korporasi penerjemah resmi. Mereka terbentuk dan mentranslasi subtitle dari bahasa Jepang ke bahasa tanah airnya. Menurut seorang admin fanpage anime bernama Ki-Kun (bukan nama asli) kepada CNBC Indonesia, mengatkan bahwa Fansub berada pada jalur underground atau indie.
Tipikal Fansub ini pun berbeda-beda. Ada yang memang memiliki niat untuk menyebarkan translasi anime pada website lalu mencari keuntungan. Adapula yang menjadi fansub hanya sekedar hobi atau kepuasan pribadi saja.
"Semua orang bisa jadi Fansub, bahkan ada yang menyebar untuk pribadinya saja. Kaya di Facebook yang gua lihat 5-6 bulan lalu. Dia nge-Fansub lalu di posting. Setelah sehari dua hari dia hapus. Dia kepuasan pribadi aja ngesahre ke temen2nya. Nggak selalu Fansub itu nyari profit," ucap Ki-Kun pada CNBC Indonesia di Jakarta (11/3/2019).
Kehadiran fansub memang sangat memabantu orang-orang yang menyukai anime. Karena umumnya di Indonesia, Fansub menyebar anime yang sudah di translasi Bahasa Indonesia ke berbagai website. Walaupun itu illegal, karena anime yang dibagikan tidak memiliki lisensi resmi dari Jepang.
![]() |
"Sebelum saya berangkat ke Jepang saya mempunyai kendala menonton anime. Saya punya dua kendala waktu itu, yang pertama saya nggak tahu mau nonton dimana yang legal makanya nonton yang bajakan. Kedua adalah, saat menonton anime bajakan namun tidak ada subtitle. Maka itu, Fansub sangat membantu para penonton, bahkan sampai sekarang," Kata Marco di Kantor Ponimu, Jakarta (13/3/2019).
Founder dari Ponimu, web streaming anime online berbayar itu mengatakan bahwa anime yang legal diperjualbelikan lisensinya. Namun terkadang menjadi eksklusif karena lisensi anime dibeli oleh satu perusahaan dan tidak bisa dijual ke tempat lain karena di monopoli.
"Misalnya, katakanlah Netflix beli satu anime dibayar mahal. Makanya nggak bisa jual ke tempat lain. Buat orang yang nggak langganan Netflix kan nggak bisa nonton. Sudah jadi hal yang utama bahwa Netflix dan Amazon saingan, orang harus milih jadi grup Netflix atau grup Amazon. Di satu sisi, bajakan itu dibutuhkan. Bahkan menjadi marketing buat pihak Jepang," ujar Marco.
Namun, bukan berarti keberadaan website anime berbayar tidak membutuhkan dukungan. Menurut Marco Ini berpengaruh pada kepercayaan pihak Jepang untuk menjual lisensi ke Indonesia.
Kepercayaan itu terbentuk jika ada data statistik penjualan lisensi anime.
Kalau sudah ada streaming legal kenapa tidak kita support? Karena banyak pecinta anime di Indonesia tapi tak terlacak, nggak pernah ada datanya. Oke mungkin di bajakan mereka pake google analytics tapi itu tidak dipercaya sama pihak Jepang," ucap Marco.
Website Fansub yang menyediakan streaming anime gratis tersebar di belahan dunia. Seperti misalnya web bernama crunchyroll dari Amerika Serikat. Crunchyroll yang sukses dari konten bajakan mendapatkan suntikan dana sehingga bisa membayar lisensi anime dan menjadi website berbayar.
Itu adalah bukti sukses web streaming anime. Namun menurut Marco kesuksesan itu tidak bisa terus menerus diikuti oleh Fansub lain. Karena tidak selamanya pihak Jepang memaklumi perbuatan tersebut.
(dru) Next Article Fandomnya Banyak, Yuk Melihat Kembali Perjalanan Anime di RI
Most Popular