Kisah Butet Manurung, Si Indiana Jones Pendidikan Anak Rimba

Linda Sari Hasibuan, CNBC Indonesia
29 September 2018 13:10
Memiliki tekad untuk membagikan ilmu bagi anak-anak rimba telah menjadi cita-cita Butet Manurung sejak kecil.
Foto: CNBC Indonesia/Lynda Hasibuan
Jakarta, CNBC Indonesia - Memiliki tekad untuk membagikan ilmu bagi anak-anak rimba telah menjadi cita-cita Butet Manurung sejak kecil.

Sebagai langkah awal, perempuan bernama lengkap Saur Marlina Manurung ini merintis pendidikan alternatif bagi komunitas adat, khususnya suku Anak Dalam atau Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Jambi.

Kepada CNBC Indonesia, dia menuturkan awal ketertarikan mengajar karena sedari kecil sangat menyukai petualangan. Niat pun sudah dibentuk dan diutarakan kepada orang tuanya untuk diizinkan bekerja di wilayah hutan.

Sebab, dia prihatin pada kehidupan masyarakat pedalaman. Salah satu karakteristik mereka adalah hidup nomaden.

Alhasil, pelopor pendidikan alternatif untuk masyarakat adat dan pendiri Sokola ini membentuk Sokola Rimba sejak 1999. Dari sinilah Butet merasa masyarakat rimba perlu mendapat pendidikan melindungi mereka dari penindasan dunia luar.

"Ya awalnya karena suka baca buku petualangan dari kecil. Petualangan itu sudah ada dalam pikiran jadi aku punya niat yang besar ingin jadi Indiana Jones bilang sama ayah dan diizinkan tali tamat SMA," kata Butet saat acara Dove #CantikSatukanKita di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (25/9/2018).


Dia menuturkan sekolah rimba yang dia buat tidak seperti sekolah formal pada umumnya yang memiliki bangunan tembok beratap. Sokola Rimba hanyalah sebuah dangau kecil tidak berdinding dan selalu berpindah-pindah.

Pendidikan yang diajarkan di Sokola Rimba juga tidak sama dengan kurikulum sekolah pada umumnya. Di sana anak-anak diajarkan pendidikan dasar, baca, tulis dan berhitung.

"Pertama kali bikin Sokola itu tahun 1999 dan di Jambi," ujar Butet.


Kendati demikian, tidak semua niat baik bisa diterima dengan baik juga. Ada tantangan yang kerap kali dihadapi ibu beranak dua ini.

Siapa sangka, berbagai penolakan dulunya pun dialami wanita berusia 46 tahun itu karena ketakutan pendidikan akan mengubah adat istiadat mereka.

Namun, Butet bersikeras, tidak patah semangat dan terus berusaha meyakinkan masyarakat setempat.

"Tantangan membuat sekolah rimba itu adalah tidak dipercaya. Itu karena kita orang luar dan jarang melihat perempuan jalan sendiri ke rimba," kata Butet.

"Terus kalau jalan sama teman dan itu pria maka akan ditanya itu suaminya bukan, saya jawab bukan malah saya dianggap perempuan jahat. Jadi awal itu susah," lanjutnya.

Terhitung hingga saat ini Sokola Rimba sudah mulai menjangkau wilayah lain di Indonesia hingga mencapai sebanyak 16 titik. Beberapa diantaranya, seperti Flores, Halmahera, Bulukumba (Sulawesi), Pulau Besar dan Gunung Egon, Aceh, Yogyakarta, Makassar, Klanten, dan Sumba.


(miq/miq) Next Article Streaming: Jaga-Jaga Biaya Pendidikan Anak yang Selangit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular