
Ada Lho Saham Blue Chip Potensi Rebound, Serok Gak?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan Indeks Harga Gabungan (IHSG) diprediksi akan mengalami penguatan lanjutan dalam beberapa waktu ke depan. Mengacu data Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga penutupan perdagangan Selasa ini (16/3), IHSG hanya naik 0,63% dalam sebulan terakhir di level 6.309.
Di tengah fluktuasi indeks saham ini, Head Of Equity Trading MNC Sekuritas Medan, Frankie WP mengatakan saham emiten dengan fundamental kuat akan tetap mampu mencetak keuntungan selama pandemi Covid-19.
Adapun sejumlah rekomendasi saham blue chip alias saham-saham unggulan yang dapat menjadi pertimbangan investor, antara lain yakni PT Astra International Tbk (ASII), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT United Tractors Tbk (UNTR), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Khusus ASII dan UNVR adalah saham-saham kategori big cap alias saham dengan kapitalisasi pasar di atas Rp 100 triliun. Saham ASII memiliki market cap Rp 225 triliun dan UNVR Rp 250 triliun.
"Menurut saya, Astra kalau mulai akumulasi. Jadi menarik. Boleh. Sarannya, jangan beli di satu harga, kita nggak tau market. Market sangat banyak dipengaruhi faktor. Astra udah cukup menari. Market turun bisa ikut turun juga," kata Frankie WP dalam Investime, CNBC Indonesia Senin malam (15/03/2021).
Dia menuturkan bahwa Astra tahun lalu terpukul karena pandemi, di mana penjualan motor turun. Pendapatan juga turun 26%. Namun Pemerintah sudah memberikan stimulus pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang di bawah 1500 cc sehingga ini bisa mampu mendongkrak penjualan.
Frankie juga menyebut bahwa rekomendasi saham lainnya yang berpotensi rebound yakni GGRM, UNTR yang juga anak ASII, dan UNVR.
"Astra tahun lalu terpukul karena pandemi. Jual motor turun. Revenue turun 26%. Tertolong penjualan Bank Permata, jadi cuma minus 20-an persen. Untuk sekarang terlalu dini nggak? Astra sekarang sudah menarik. Pemerintah kasih stimulus PPnBM, yang di bawah 1500 cc," jelasnya.
Adapun Unilever, dari sisi pertumbuhan 5 tahun sekitar sekitar 5,2%.
"Sudah turun 8%, Unilever tetap pilihannya investor institusi. Price to earning [rasio harga saham terhadap laba/PER] 35 kali, butuh investor jangka panjang. Ini bagus, cuma at this price agak kemahalan. Di Gudang Garam, beda. Selama 5 year growth, sekitar 15%. Saat ini, dilihat dari 12 bulan price to earning 75 kali. Jadi cuma 0,5%. Artinya, Gudang Garam sudah murah," papar dia.
Dia menganalisis, khusus untuk GGRM ada dua sentimen. Pertama, emiten rokok ini punya SKM (sigaret kretek mesin) dengan rasio 90% yang terkena kenaiakn cukai tinggi.
"Kretek tangan rendah. Perusahaan punya SKT [sigaret kredit tangan] tinggi, SKM rendah. Satu sentimen lagi, tiap tahun distribusi dividen Rp 5 triliun, tahun lalu tidak distribusi karena buat airport dan jalan tol. Tapi pandangan investor jadi lebih buruk, karena nggak ada distribusi dividen. Di harga turun bisa jadi peluang," tambahnya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Live Now! Hayooo....Mau Jadi Investor atau Trader Saham?
