InvesTime

Begini Rahasianya Borong Saham Diskon Saat IHSG Ngedrop

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
10 March 2021 15:40
Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi, maka yang terjadi biasanya ada saham-saham terdiskon atau harganya sudah turun dari harga wajarnya.

Selain itu, saham-saham tersebut juga berpotensi untuk naik dalam jangka pendek karena secara fundamental masih punya prospek. Ditambah dari sisi chart analisis teknikal, gerak sahamnya juga menunjukkan tren yang memungkinkan bagi investor untuk masuk membeli.

Analis PT BCA Sekuritas M. Syahrizannas mengatakan sebelum investor mengoleksi saham-saham diskon, pertama harus bisa membedakan apakah memang sedang diskon atau memang terkoreksi karena memiliki pendekatan yang berbeda.

Dia menjelaskan saham diskon biasanya secara valuasi dari sisi Price to earnings (PE) atau Price to book value (PBV) lebih rendah dibandingkan industri.

Bisa juga dalam 5 tahun terakhir pergerakan harganya memang sudah murah dibandingkan rata-rata industri sehingga bisa dikatakan diskon.

PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya. Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah, Untuk PER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.

Sedangkan PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara rule of thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali

"Kalau terkoreksi ini kan dr sisi teknikal, sehari atau sepekan pasti ada dua sisi analisa berbeda dari trader. Kalau koreksi kurang dari 3% atau 7% dalam tiga candle terakhir masih cukup wajar. kalau koreksi. Kalau diskon kita lihat dari jangka yang lebih panjang," kata Syahrizannas dalam Investime CNBC Indonesia.

Selain itu, bagi investor yang memiliki portofolio yang ikut terkoreksi atau masih dalam posisi diskon, menurutnya jangan terburu-buru mengambil langkah. Dia mengatakan meski di tengah penurunan harus tetap sesuai trading plan yang direncanakan investor.

"Kalau menjadi trader, sudah return 3-5% dalam sehari atau 2 hari perdagangan saya lebih taking profit terlebih dahulu sebagai trader. Kalau kita sebagai investor saya meng-hold sampai medium 3-4 bulanan untuk saham yang bagus fundamentalnya dalam jangka menengah," jelasnya.

Dia memaparkan untuk menentukan emiten mana yang tepat dikoleksi di saat-saat diskon ini, kembali pada dua teori dasar, ada fundamental dan teknikal.

Sementara itu, seorang trader biasanya mengutamakan dari sisi chart atau grafiknya, karena mengindikasikan yang sudah terjadi akan terulang lagi di beberapa hari atau pekan ke depan.

"Dari sisi teknikal ada yang namanya moving average [gerak rata-rata], digabungkan dengan indikator osilator yang menentukan dia ini aset ini sudah masuk ke sesi jenuh jual atau jenuh beli. Atau bisa juga indikator momentum, dimana kita dapat masuk, entry atau jual salah satu aset yang kita punya," jelasnya.

Sementara dari sisi fundamental bisa dilihat dari sisi PER secara 5 tahun ke belakang, apakah sudah terdiskon. Selain itu, bisa digunakan sektor sejenisnya, apabila saham yang diteliti lebih rendah dibandingkan sektoralnya maka indikasinya masih ada potensi naik alias upside.

"Kalau balik ke kriteria saham, kalau mau lihat sisi emiten saya sudah memfilter dari LQ45 [Indeks LQ45], kita menemukan ada saham BBTN [Bank BTN], PTBA [Bukit Asam], GGRM [Gudang Garam], ITMG [Indo Tambang], INDF [Indofood], UNTR [United Tractors], ADRO [Adaro], MNCN [Media Nusantara Citra]. Di antara semuanya MNCN yang paling kecil secara PER," katanya.

Dengan basis price earning, bisa dilihat juga earning per share atau EPS saham dari satu emiten ini akan meningkat di 12 bulan ke depan.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Live Now! Ini Bocoran Saham-saham Diskon Saat IHSG Ngedrop

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular