Waspada Terjebak! Dari Saham IPO Sampai Big Cap Bisa Digoreng

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
26 February 2021 15:32
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Praktik goreng-menggoreng di pasar modal bisa terjadi pada saham apa saja. Founder Ellen May Institute dan Emtrade, Ellen May mengatakan termasuk pada saham saham yang baru tercatat di Bursa Efek Indonesia atau IPO juga rentan digoreng.

Ini tampak dari kenaikan tinggi saham-saham yang baru IPO dalam kurun waktu beberapa tahun ini. Padahal sebagai emiten baru, tak banyak investor yang kenal dengan emiten tersebut. 

"To be very honest, iya. Memang dia belum punya track record. Kecuali kalau yang IPO perusahaan besar, contoh beberapa perusahaan gede yang belum IPO Wings, Kapal Api," kata Ellen dalam program InvesTime CNBC Indonesia, Kamis (25/2/2021).

Dia mengatakan jika perusahaan bagus dan sektor sedang diminati, maka investor mau berinvestasi di perusahaan tersebut. Namun Ellen juga meminta para investor berhati-hati pada saham IPO ini, harus menunggu sampai technical terbentuk 1-2 bulan.

Saat ditanya apa yang harus dilakukan investor pemula melihat saham IPO tinggi, Ellen mengatakan jika masuk hari pertama dan beruntung langsung diamankan. Namun menurutnya dianggap sebagai bonus.

"Kalau masuk hari pertama cuan bungkus aja. Tapi jangan ngejar, istilahnya bonus saja. Baiknya beli sebelum listed," jelas Ellen.

Saham IPO memang beberapa kali menunjukan fenomena melesat tinggi secara cepat. Tahun 2021 sudah ada tujuh emiten yang melantai di Bursa dan seluruh nilainya naik secara kencang.

Salah satunya PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang terbang 2.810,71% sejak melantai. Perusahaan itu pertama kali melantai pada 6 Januari lalu dengan harga Rp420/unit dan ditutup Rp12.225/unit.

Padahal itu terjadi saat DCII tak diperdagangkan selama dua minggu akibat suspensi bursa yang menganggap kenaikan sahamnya naik kencang dengan tidak wajar.

Kenaikan saham yang baru melantai ini kerap terjadi akibat saham yang beredar tidak menyebar rata ke para investor. Namun hanya dikuasai oleh beberapa orang atau kelompok dan menyebabkan mudah untuk menggerakkan harganya.

Terbaru adalah PT Bank Net Syariah Tbk (BANK) yang melesat kencang mendekati level tertinggi yang diperbolehkan regulator, Kenaikan nya 25% dalam sehari. Kenaikan itu ternyata sudah terjadi 13 hari berturut-turut bahkan sejak pertama kali melantai di harga Rp103/unit.

Bahkan saat bursa melakukan suspensi sebanyak dua kali tak menghentikan laju sahamnya yang melesat sebesar 1.327,18% sejak melantai pertama kali.

Ellen menambahkan sebagai investor perlu mengetahui menghindari saham-saham gorengan.

"Saran saya juga mikirin kapan saham ini akan digoreng atau enggak. Kita investasi saham enggak usah terburu-buru. Santai saja, dengan santai enggak mengejar cuan justru malah cuan mengikuti kita," kata Ellen.

Dia mengatakan agak sulit untuk lari sebelum saham naik saat ada pemberitaan yang keluar. Saat itu terjadi penggoreng saham sudah keluar terlebih dulu.

"Apakah harus dekat dengan si penggoreng atau orang yang mau menggerakkan agak susah sekali, mau dapat ingo darimana. Itu juga ilegal, bisa kena pentung regulator," ungkapnya.

Untuk menghindarinya, menurut Ellen harus kembali ke fundamental perusahaan. Penting untuk ada balance sheet dengan memiliki current ratio atau kemampuan perusahaan di dalam melunasi hutang jangka pendek.

Selain itu dia mengingatkan untuk mencari perusahaan secara kapitalisasi oke dan frekuensi likuiditas cukup ramai.

Ellen juga mengatakan perubahan tiba-tiba volume transaksi perlu jadi kecurigaan. Transaksi harian harus berjalan stabil bukan dari sepi tiba-tiba melonjak ramai dan kemudian kembali menghilang.

"Volume transaksi hari itu sudah mulai stabil bukan yang hari ini sepi lonjak ramai besoknya hilang lagi enggak ada transaksi," ujar dia.

Menurutnya bisa saja perusahaan itu yang menggoreng sahamnya sendiri. Ini mengindikasikan jika secara fundamental perusahaan tidak bagus dan membuat berita untuk menaikkan nilai saham.

Saat saham naik, diharapkan ritail akan mengikuti membeli. Sebab kenaikan nilai ini akan menarik perhatian para ritail.

"Ritail kayak gitu ya kalau lihat harga saham naik ini menarik jadi langsung tertarik ikutan beli, padahal sebenarnya sudah dicreate gitu," kata Ellen.

Ellen juga mengatakan jika bisa dilihat dari kapitalisasi dan likuiditasnya. Perusahaan kecil, sahamnya lebih mudah digoreng. Namun dia mengatakan kasus itu tidak selalu terjadi. Sebab ada juga perusahaan dengan kapitalisasi besar.

"Karena enggak butuh modal banyak buat ngegoreng perusahaan seperti itu," kata Ellen dalam program InvesTime CNBC Indonesia, Kamis (25/2/2021).

Dia juga menjelaskan bisa melihat dari frekuensi transaksi. Jika transaksi sepi namun ada lonjakan terjadi perlu jadi kecurigaan sama halnya jika ada pemberitaan bombastis soal perusahaan.

Perlu jadi pertanyaan juga investor yang berinvestasi pada sebuah perusahaan. Misalnya pendapatan yang tidak pernah bagi dan selalu merugi serta valuasi mahal patut mempertanyakan alasan berinvestasi di sana.

"Apakah forward looking? setelah pandemi akan untung perusahaan ini. Tapi kalau setelah pandemi enggak ada prospek mau ngapain berarti memang ada kemungkinan digoreng," ungkapnya.

Ellen mengatakan jika saham atau kripto yang secara fluktuasi cepat biasanya akan jatuh dengan kencang juga. Menurutnya harus siap menyikapi fenomena ini dan berusaha untuk tidak tersangkut atau serakah.

Dia memberikan tips jika suatu saham naik dua kali sebaiknya langsung keluar. Bila ada kemungkinan auto rejct atas lagi keesokan harinya, Ellen menyatakan untuk tak menggubrisnya.

Sebab dia mengingatkan seorang investor haruslah punya kesadaran investasi itu bukan sesuatu yang pasti. Tanaman juga sifat legowo jika menjadi investor, kata Ellen.

"Seorang investor trader harus punya kesadaran instrumen investasi sifatnya tidak 100% pasti," kata Ellen.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular