
Tekan Impor, Jokowi Minta Para CEO Kolaborasi sama Petani

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para pimpinan alias CEO (chief executive officer) perusahaan besar bisa ikut berkolaborasi bersama dengan pengusaha kecil, termasuk petani guna menekan tingginya impor akan komoditas-komoditas unggulan, di antaranya pangan dan farmasi.
"Saya mengajak agar para CEO bisa merancang kolaborasi kerjas ama antara yan besar denga para petani. sehingga komoditas-komoditas yang saya sampaikan tadi bisa kita selesaikan [tekan impor]," tegas Kepada Negara saat membuka Kompas CEO Forum, di Jakarta, secara virtual, Kamis (21/1/2021).
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga mengungkapkan tiga sektor bisa bertahan di tengah dampak pandemi Covid-19 yang memporak-porandakan ekonomi dalam negeri dan global.
Ketiganya yakni pangan, farmasi dan rumah sakit, serta teknologi, jasa keuangan dan pendidikan.
"Industri apa sih yang akan bertahan di Covid-19 ini? Saya melihat dan perlu kita kembangkan. Satu, pangan, kedua farmasi dan rumah sakit, dan ketiga teknologi, jasa keuangan dan pendidikan," kata Jokowi.
Eks Wali Kota Solo ini mengungkapkan, meski sektor-sektor tersebut bisa bertahan, tetapi masih ada penekanan dan tantangan ke depan. Misalnya pangan, persoalan komoditas impor masih melingkupi.
"Pangan, ya ingin garisbawahi tantangan komoditas kita yang masih impor, substitusi yang gula masih impor jutaan, kedelai kita juga punya lahan luas, jagung juga punya jutaan ton, perlu diselesaikan. Bawang putih dulu di Wonosobo, Tulung Agung dulu nanam bawang putih sekarang tidak karena kalah bersaing, ini perlu kita benahi," kata Jokowi.
Adapun farmasi, Jokowi juga melihat persoalan yang sama lagi-lagi impor.
"Kita melihat juga, mungkin hampir 80-85 persen [farmasi] kita masih impor, kenapa tidak dilakukan [produksi] di Indonesia."
Sementara itu, sektor teknologi yang dimiliki Indonesia juga sebetulnya punya potensi, hanya belum maksimal.
"Teknologi punya kesempatan besar dalam membangun industri hulu sampai hilir, misalnya untuk mobil listrik lewat lithium baterai yang nikel kita punya, ini harus kita lihat dan dorong agar bisa kita laksanakan untuk bisa berikan kontribusi yang besar bagi negara."
"Secara jangka panjang kita punya kekuatan di green product, green economy. Saya kira sekarang ini negara kawasan mulai melihat itu. Di Eropa sudah mulai UU yang membatasi, sehingga ke depan green product akan berkembang, low carbon resource efficiency, dan socially inclusive dan kita punya kesempatan untuk masuk ke produk hijau, dari produksi, distribusi dan konsumsi. Semuanya."
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Restui Gali Harta Karun, Susi Kok Teriak, Kenapa?
