
Sedih Bunda, Harga Emas Antam Ambrol 11% Lebih Dari Rekor

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, turun lagi pada perdagangan Selasa (1/12/2020), setelah stagnan di awal pekan kemarin. Harga emas dunia yang kembali turun pada perdagangan Senin kemarin menyeret harga emas Antam.
Melansir data dari situs resmi milik PT Antam, logammulia.com, emas satuan 1 gram turun 0,42% ke Rp 938.000/batang. Sepanjang bulan November, emas Antam ambrol 5,42%, sementara jika dilihat dari rekor termahal sepanjang masa Rp 1.065.000/batang yang dicapai pada 7 Agustus lalu, kemerosotan tercatat sebesar 11,55%.
Sementara itu satuan 100 gram yang biasa menjadi acuan hari ini dibanderol Rp 88.012.000/batang atau Rp 880.120/garam turun 0,45%.
Harga emas dunia kemarin melemah lagi 0,62% ke US$ 1.777,01/troy ons, sementara dari rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons ambrol 14,26%.
Para analis kini mulai merubah proyeksinya terhadap harga emas dunia.
Sean Lusk, co-director di Walsh Trading, mengatakan kemerosotan emas terjadi akibat para investor yang mengambil posisi beli saat harga emas sedang tinggi-tingginya kini mulai keluar dari posisi beli.
"Apa yang kita lihat disini adalah investor yang membeli emas saat harga sedang tinggi menjadi yang pertama melepas posisinya, investor kemungkinan yang membeli saat harga emas di US$ 1.920/troy ons," kata Lusk sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (27/11/2020).
Lusk juga mengatakan harga emas masih mungkin akan ambrol lagi ke bawah US$ 1.700/troy ons.
"jika pasar mampu menekan emas turun lagi sekitar US$ 60 hingga US$ 70, maka kita bisa melihat emas di bawah US$ 1.700/troy ons sebelum periode penurunan tersebut berakhir," tambahnya.
Lusk melihat, emas baru akan mulai bangkit di penghujung 2020, sebab secara musiman akhir Desember dan awal Januari merupakan waktu yang bagus untuk membeli logam mulia.
Khusus untuk pekan ini, harga emas para analis di Wall Street memproyeksikan emas akan bearish (tren turun).
Hal tersebut terlihat dari survei mingguan yang dilakukan Kitco terhadap para analis di Wall Street. Dari 15 analis yang berpartisipasi, sebanyak 8 analis atau 53% memberikan outlook bearish, 6 orang atau 40% memberikan outlook bullish (tren naik) dan sisanya netral.
Sementara itu survei yang dilakukan terhadap pelaku pasar atau yang disebut Main Street menunjukkan sebanyak 48% dari 1.270 partisipan memberikan outlook bullish, 33% bearish, dan 21% netral.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ibu-ibu, Harga Emas Antam Sudah Drop 13% Lho, Beli?