
Cek Mana yang Lebih Cuan, Saham, Obligasi atau Emas?

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas perekonomian mulai kembali bangkit perlahan seiring dengan mulai diterapkannya tatanan normal baru sejak awal Juni ini. Hal ini terlihat dari mulai kembalinya para pemodal memborong instrumen investasi.
Terlihat, hampir di semua instrumen investasi sejak awal bulan ini (month to date) secara tren imbal hasil menunjukkan kinerja positif. Meski ketiga instrumen yang bisa anda pilih, baik saham, obligasi maupun emas memiliki karakteristik dan risikonya masing-masing.
Pertama, untuk pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 7,94% dalam sebulan terakhir. Optimisme pasar akan kembali pulihnya ekonomi ditandai dengan masih cukup derasnya aksi beli bersih oleh investor. Meski jika dilihat sejak awal tahun, IHSG masih cukup tertekan 22,06%.
Para analis meyakini di era tatanan normal baru, ada sejumlah saham yang masih berpeluang untuk tumbuh antara lain di sektor telekomunikasi, menara telekomunikasi dan konsumer.
Lantas, bagaimana dengan obligasi pemerintah? Mengacu data Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), hingga 19 Juni 2020 imbal hasilnya masih cukup menarik.
Rata-rata, untuk obligasi pemerintah dengan tenor 5 tahun imbal hasilnya sekitar 6,63%. Untuk tenor selama 10 dan 15 tahun masing-masing sebesar 7,15% dan 7,62%.
Freddy Tedja, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) berpendapat, pasar obligasi Indonesia diproyeksi memberikan peluang investasi yang menarik hingga akhir tahun 2020.
Penguatan akan didukung oleh rendahnya suku bunga global dan domestik, stabilitas nilai tukar Rupiah, kondisi kepemilikan investor asing yang sudah sangat rendah, dan fakta bahwa imbal hasil yang ditawarkan obligasi domestik masih sangat menarik.
"Target imbal hasil sampai akhir tahun diperkirakan mencapai kisaran 6,5% - 7,0%," kata Freddy Tedja, kepada CNBC Indonesia, Senin (22/6/2020).
Meski tidak setinggi tahun lalu, potensi hasil dan peluang di pasar obligasi masih menarik bagi investor yang ingin mengurangi risiko atau volatilitas.
Terakhir, bagaimana dengan emas? Sejak merebaknya pandemi Covid-19 di awal tahun, tren investasi di instrumen safe haven ini terus melejit. Ketidakpastian menyebabkan investor mengalihkan investasi mereka dari aset yang berisiko.
Mengacu data logam mulia PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), jika pada awal Januari harga emas masih diperdagangkan pada kisaran Rp 771 ribu per gram, pada 22 Juni 2020, harga emas sudah melejit di kisatan Rp 907 ribu. Dengan demikian, jika anda berinvestasi emas sejak awal tahun ini, anda sudah cuan 17,63%. Harga emas Antam bahkan sempat menyentuh level tertingginya di tahun ini pada leve Rp 972 per gram.
Kenaikan harga emas Antam ini tidak terlepas dari naiknya harga emas dunia di pasar spot pada hari ini Senin (22/6/2020) pukul 08:30 WIB, yang naik US$ 11,18 atau 0,64% ke level US$ 1.754,02/troy ons dari penutupan perdagangan hari Jumat kemarin atau Sabtu pagi waktu Indonesia.
Jeffrey Sica, pendiri Circle Squared Alternative Investments, melansir CNBC International berpendapat, melonjaknya harga emas dunia dipicu oleh kenaikan penambahan kasus positif virus corona, sehingga meningkatkan kekhawatiran gelombang kedua pandemi yang dapat memaksa sejumlah negara untuk menerapkan karantina wilayah (lockdown) kembali.
"Ada peningkatan berkelanjutan dalam COVID-19 di seluruh wilayah Selatan dan Barat Daya AS dengan peningkatan dalam tingkat rawat inap. Itu telah menyebabkan sedikit kekhawatiran penutupan lainnya, yang menguntungkan emas, " tutur Jeffrey Sica.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Tips dan Trik Koleksi Saham Yang Kasih THR Saat Puasa & Lebaran