Round Up

Apes! Sepekan Harga Emas Antam Jeblok Rp 24.000/gram

Haryanto, CNBC Indonesia
18 April 2020 12:22
Emas Antam (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Emas Antam (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas logam mulia acuan yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) selama sepekan turun 2,73% week on week (wow) sebesar Rp 24.000 menjadi Rp 878.000/gram dari harga pekan sebelumnya Sabtu (11/4/2020) di Rp 902.000/gram. Harga ini adalah acuan untuk emas 100 gram.

Harga emas Antam sempat menguat pada perdagangan awal pekan (13/4/2020) yang naik 0,11% sebesar Rp 1.000 pada Rp 903.000/gram. Namun pada perdagangan hari-hari berikutnya harga emas Antam terus terdepresiasi hingga perdagangan Sabtu ini (18/4/2020) ke level Rp 878.000/gram.

 

 

Timbul pertanyaan, kenapa harga emas Antam bisa turun mengingat sebagai aset safe haven mestinya harga emas berada pada tren penguatan di tengah pandemi virus corona yang semakin meluas? Apalagi harga emas global juga dalam tren positif di tengah kekhawatiran pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi menuju jurang resesi.

Bahkan harga emas global di pasar spot sempat mencapai US$ 1.727,70/troy ons pada penutupan perdaganan hari Selasa (14/4/2020) yang menyentuh level tertinggi baru dalam kurun 7 tahun, melansir dari Revinitif.



Seharusnya ketika harga emas dunia melonjak, harga emas Antam bisa mengikutinya, tetapi ini malah sebaliknya.

Kok bisa?

Salah satu penyebabnya ialah, ketika harga emas dunia melonjak alias menguat, ternyata mata uang Garuda juga mengalami penguatan selama sepekan terakhir. Dimana nilai tukar rupiah mengalami penguatan 2,6% (week on week/wow) di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Jadi jika dihitung-hitung hingga penutupan perdagangan sepekan terkahir, rupiah sudah menguat 2,6%% sebesar Rp 400/US$ yang sekarang berada di level Rp 15.400/US$.

Mari kita hitung lebih lanjut.

Sebelum menghitung kita harus mengetahui beberapa konsep dasar. Harga yang tertera adalah dalam satuan US$ dengan berat troy ons pada harga emas dunia.

Kita harus mengubah berat troy ons ke satuan berat gram. Dari satuan berat gram baru kita konversi nilai US$ tersebut ke rupiah. 1 troy ons ekuivalen atau sama dengan 31,1034768 gram (Untuk kemudahan kita ambil angka 31,1 gram).

 

[Gambas:Video CNBC]

Jadi, jika harga emas dunia di pasar spot pada penutupan perdagangan akhir pekan (17/4/2020) yang berada di level US$ 1.684,19/troy ons dibagi dengan 31,1, maka didapat US$ 54,15 per gram.

Nah, harga emas dunia per gram ini kita kalikan dengan nilai tukar rupiah saat ini di Rp 15.400/US$ hasilnya adalah Rp 833.910/gram. Padahal saat ini harga emas Antam berada di Rp 878.00/gram masih lebih tinggi dari harga seharusnya.

Oleh sebab itu, bukan karena aset safe haven seperti emas Antam ini kehilangan sinarnya, melainkan ada faktor nilai tukar rupiah yang menguat 2,6% terhadap dolar AS.

Di sisi lain, penurunan dalam harga emas Antam juga diperkirakan karena permintaan untuk aset pendapatan tetap (fixed income) yang menguat seiring dengan sejumlah kebijakan stimulus yang digelontorkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI).

Bank Indonesia (BI) memastikan kebijakan yang dianggap sebagai 'jamu' oleh Gubernur BI Perry Warjiyo adalah longgar, atau kebijakan moneter longgar.

"Semua jamunya BI itu longgar. Diwujudkan dalam quantitative easing (QE) yang lebih besar dan pelonggaran makroprudensial dan akselerasi sistem pembayaran," kata Perry, Jumat (17/4/2020).

Quantitative Easing (QE) adalah salah satu kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral guna meningkatkan jumlah uang beredar.

Harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada hari Jumat (17/4/2020) kemarin menguat didorong oleh arus modal asing (capital inflow) di pasar keuangan.

Kenaikan obligasi juga ditopang setelah Gubernur BI mengatakan bahwa perbankan sudah diwajibkan untuk memegang SBN atau Surat Berharga Negara yang diterbitkan pemerintah melalui rasio Penyangga Likuiditas Makro (PLM).

Selain itu, Perry Warjiyo, Gubernur BI, kembali menegaskan bahwa kurs rupiah masih terlalu murah (undervalued) dibandingkan fundamentalnya. Oleh karena itu, Perry yakin bahwa rupiah akan terus bergerak stabil cenderung menguat ke arah Rp 15.000/US$ pada akhir 2020.

Penguatan rupiah, lanjut Perry, akan didorong oleh arus modal asing (capital inflow) di pasar keuangan. Selama 14-16 April, BI mencatat arus modal asing adalah Rp 2,9 triliun. "Inflow ini sebagian besar ke SBN," katanya dalam konferensi pers Perkembangan Ekonomi Terkini, Jumat (17/4/2020).

Berdasarkan data historis, tambah Perry, arus modal asing yang masuk ke Indonesia lebih banyak dan berlangsung lebih lama ketimbang arus modal keluar (capital outflow). Sepanjang 2011-2019, rata-rata outflow dari SBN adalah Rp 29,2 triliun dalam waktu empat bulan.

Namun, inflow ternyata lebih deras dan lebih lama. pada 2011-2019, inflow di SBN rata-rata adalah Rp 229,1 triliun dalam kurun waktu 21 bulan.

Bank Sentral juga telah menurunkan GWM per 1 Mei sebesar 200 bps, serta menambah likuiditas Rp 102 triliun. "Sehingga total quantitative easing BI sudah hampir Rp 420 triliun," terangnya.

Perry mengungkapkan lebih jauh, perbankan sudah diwajibkan untuk memegang SBN atau Surat Berharga Negara yang diterbitkan pemerintah melalui rasio Penyangga Likuiditas Makro (PLM).

Minat investor untuk obligasi pemerintah inilah yang cenderung mengikis permintaan untuk aset safe haven seperti emas batangan yang di produksi oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yang turun 2,73% selama sepekan ini.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular