
Dana Kelolaan Reksa Dana Tembus Rp 513 T, Siapa MI Terbesar?
Irvin Avriano Arief & Monica Wareza, CNBC Indonesia
17 July 2019 08:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana kelolaan (asset under management/AUM) reksa dana tumbuh tipis dari periode akhir 2018 hingga Juni 2019 yaitu sebesar 1,49% ditopang naiknya harga instrumen pasar modal serta penambahan unit penyertaan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah dana kelolaan industri reksa dana naik menjadi Rp 512,9 triliun dengan unit penyertaan yang tumbuh 2,13% menjadi 381,68 miliar unit dari 373,72 miliar unit.
Faktor lain, yaitu kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi tolok ukur pasar saham domestik serta penguatan pasar obligasi yang diwakili dengan INDOBeX Corporate Total Return untuk obligasi korporasi dan INDOBeX Government Total Return untuk obligasi pemerintah.
IHSG naik 2,65% pada periode tersebut, INDOBeX Corporate Total Return yang dikeluarkan PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) juga tumbuh 8,09%. Adapun INDOBeX Government Total Return juga menguat 7,43%.
Instrumen lain yang juga berpengaruh pada kinerja reksa dana adalah deposito berjangka perbankan, yang menjadi portofolio tambahan dalam reksa dana pasar uang, dengan kinerja sejak akhir 2018 hingga Juni sebesar 3,46%. Besaran return deposito tersebut merupakan rerata bunga deposito bank umum pada periode Desember 2018-April 2019.
Patut diperhatikan bahwa data tersebut hanya mencakup reksa dana polos (plain vanilla) seperti reksa dana saham, reksa dana campuran, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana pasar uang, reksa dana terproteksi, serta reksa dana indeks dan reksa dana yang dapat ditransaksikan di bursa (exchange traded fund, ETF) baik yang konvensional dan berprinsip syariah.
Karenanya, dana kelolaan tersebut tidak memasukkan kontrak pengelolaan dana (KPD), reksa dana penyertaan terbatas (RDPT), reksa dana yang dibungkus produk asuransi (unitlinked dan white labelled), serta efek beragun aset (EBA) serta produk lainnya.
Berkaca pada penguatan instrumen investasi tersebut dan dari bertambahnya dana kelolaan serta unit penyertaan, terlihat bahwa pertumbuhan industri reksa dana tidak signifikan jika dibanding kenaikan harga dari instrumen yang menjadi portofolio investasinya.
Dari sisi klasemen, dari total 88 manajer investasi (MI) yang datanya dapat ditelusuri dari total 93 manajer investasi yang tercatat di OJK, posisi teratas Juni diduduki oleh PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen dengan dana kelolaan Rp 42,35 triliun.
Posisi selanjutnya diisi PT Mandiri Manajemen Investasi dengan dana kelolaan Rp 42,32 triliun, PT Schroder Investment Management Indonesia Rp 42,3 triliun, PT Bahana TCW Investment Management Rp 39,47 triliun, dan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Rp 29,52 triliun.
Secara berturut-turut, di bawahnya ada PT Sinarmas Asset Management Rp 22,08 triliun, PT Danareksa Investment Management Rp 18,97 triliun, PT Syailendra Capital Rp 18,29 triliun, PT BNI Asset Management Rp 18,04 triliun, dan PT Eastspring Investments Indonesia Rp 17,7 triliun.
Batavia Prosperindo baru di puncak klasemen sejak bulan ini, mengungguli Mandiri Investasi yang sempat berada di puncak klasemen pada Mei dengan selisih tipis, hanya sekitar Rp 30 miliar. Sebelumnya, posisi teratas diduduki oleh Schroders Indonesia yang relatif tidak pernah turun sejak 2006, pasca krisis reksa dana pendapatan tetap dan harga pasar obligasi.
Dua penghuni 10 besar baru yaitu BNI Asset Management dan Eastspring Investments merangsek naik ke posisi 9 dan 10 besar dari sebelumnya di posisi 13 dan 11 pada Desember 2018.
"Kenaikan total AUM Mandiri Investasi YTD 3,7% yang berasal dari pembelian bersih [net subscription] sekitar +1,1% sedangkan karena market impact sekitar 2,6%," ujarnya pekan lalu.
Menurut Asti, panggilan Endang Astharanti, penambahan jumlah nasabah lebih banyak dari segmen ritel dibandingkan dengan institusi, yang dapat melalui platform digital perusahaan maupun melalui jaringan distribusi agen penjual reksa dana (APERD).
Saat ini, aturan OJK memungkinkan APERD dapat berupa perbankan, sekuritas, maupun perusahaan berbasis teknologi (fintech).
Manajemen Schroders Indonesia mengatakan alasan penurunan dana kelolaan perseroan disebabkan oleh pencairan reksa dana (redemption) dan karena turunnya nilai pasar portofolio perseroan.
Direktur Utama BNI AM Reita Farianti mengatakan ada lima hal yang meningkatkan AUM produk investasi perseroan yaitu kondisi pasar modal Indonesia yang mulai membaik, meningkatnya kepercayaan investor terhadap pengelolaan investasi perseroan, dan tambahan investor baru.
"[Keempat adalah] kinerja investasi dari reksa dana yang kami kelola berhasil mencatatkan kenaikan imbal hasil investasi di atas benchmark [acuan]."
Untuk beberapa produk reksa dana saham perseroan, dia mengatakan kinerja BNI-AM Inspiring Equity Fund naik 5,57 %, BNI-AM Nusantara ETF MSCI Indonesia (XBNI) 4,8%, dan BNI-AM Dana Saham Syariah Musahamah 21,36%, di atas kinerja IHSG.
Dari jenis reksa dana pendapatan tetap, kinerja BNI-AM Dana Pendapatan Tetap Nirwasita naik 7,78% dan BNI-AM Makara Investasi 5,72%, di atas acuannya Infovesta Fixed Income Fund Index.
Selain itu, lanjut Reita, faktor kelima adalah perluasan jaringan pemasaran ritel melalui kerjasama dengan APERD terutama fintech.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Bitcoin Dkk Hancur Lebur, Ini Pilihan Investasi Buat Kamu
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah dana kelolaan industri reksa dana naik menjadi Rp 512,9 triliun dengan unit penyertaan yang tumbuh 2,13% menjadi 381,68 miliar unit dari 373,72 miliar unit.
Faktor lain, yaitu kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi tolok ukur pasar saham domestik serta penguatan pasar obligasi yang diwakili dengan INDOBeX Corporate Total Return untuk obligasi korporasi dan INDOBeX Government Total Return untuk obligasi pemerintah.
IHSG naik 2,65% pada periode tersebut, INDOBeX Corporate Total Return yang dikeluarkan PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) juga tumbuh 8,09%. Adapun INDOBeX Government Total Return juga menguat 7,43%.
Instrumen lain yang juga berpengaruh pada kinerja reksa dana adalah deposito berjangka perbankan, yang menjadi portofolio tambahan dalam reksa dana pasar uang, dengan kinerja sejak akhir 2018 hingga Juni sebesar 3,46%. Besaran return deposito tersebut merupakan rerata bunga deposito bank umum pada periode Desember 2018-April 2019.
Patut diperhatikan bahwa data tersebut hanya mencakup reksa dana polos (plain vanilla) seperti reksa dana saham, reksa dana campuran, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana pasar uang, reksa dana terproteksi, serta reksa dana indeks dan reksa dana yang dapat ditransaksikan di bursa (exchange traded fund, ETF) baik yang konvensional dan berprinsip syariah.
Karenanya, dana kelolaan tersebut tidak memasukkan kontrak pengelolaan dana (KPD), reksa dana penyertaan terbatas (RDPT), reksa dana yang dibungkus produk asuransi (unitlinked dan white labelled), serta efek beragun aset (EBA) serta produk lainnya.
Berkaca pada penguatan instrumen investasi tersebut dan dari bertambahnya dana kelolaan serta unit penyertaan, terlihat bahwa pertumbuhan industri reksa dana tidak signifikan jika dibanding kenaikan harga dari instrumen yang menjadi portofolio investasinya.
Dari sisi klasemen, dari total 88 manajer investasi (MI) yang datanya dapat ditelusuri dari total 93 manajer investasi yang tercatat di OJK, posisi teratas Juni diduduki oleh PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen dengan dana kelolaan Rp 42,35 triliun.
Posisi selanjutnya diisi PT Mandiri Manajemen Investasi dengan dana kelolaan Rp 42,32 triliun, PT Schroder Investment Management Indonesia Rp 42,3 triliun, PT Bahana TCW Investment Management Rp 39,47 triliun, dan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Rp 29,52 triliun.
Secara berturut-turut, di bawahnya ada PT Sinarmas Asset Management Rp 22,08 triliun, PT Danareksa Investment Management Rp 18,97 triliun, PT Syailendra Capital Rp 18,29 triliun, PT BNI Asset Management Rp 18,04 triliun, dan PT Eastspring Investments Indonesia Rp 17,7 triliun.
Batavia Prosperindo baru di puncak klasemen sejak bulan ini, mengungguli Mandiri Investasi yang sempat berada di puncak klasemen pada Mei dengan selisih tipis, hanya sekitar Rp 30 miliar. Sebelumnya, posisi teratas diduduki oleh Schroders Indonesia yang relatif tidak pernah turun sejak 2006, pasca krisis reksa dana pendapatan tetap dan harga pasar obligasi.
Dua penghuni 10 besar baru yaitu BNI Asset Management dan Eastspring Investments merangsek naik ke posisi 9 dan 10 besar dari sebelumnya di posisi 13 dan 11 pada Desember 2018.
Manajemen BPAM tidak ingin berkomentar terkait dengan posisinya di urutan teratas. Direktur Mandiri Investasi Endang Astharanti mengatakan kenaikan AUM perseroan disebabkan pembelian reksa dana (subscription) investor maupun dari dampak kenaikan harga instrumen di pasar.
"Kenaikan total AUM Mandiri Investasi YTD 3,7% yang berasal dari pembelian bersih [net subscription] sekitar +1,1% sedangkan karena market impact sekitar 2,6%," ujarnya pekan lalu.
Menurut Asti, panggilan Endang Astharanti, penambahan jumlah nasabah lebih banyak dari segmen ritel dibandingkan dengan institusi, yang dapat melalui platform digital perusahaan maupun melalui jaringan distribusi agen penjual reksa dana (APERD).
Saat ini, aturan OJK memungkinkan APERD dapat berupa perbankan, sekuritas, maupun perusahaan berbasis teknologi (fintech).
Manajemen Schroders Indonesia mengatakan alasan penurunan dana kelolaan perseroan disebabkan oleh pencairan reksa dana (redemption) dan karena turunnya nilai pasar portofolio perseroan.
Direktur Utama BNI AM Reita Farianti mengatakan ada lima hal yang meningkatkan AUM produk investasi perseroan yaitu kondisi pasar modal Indonesia yang mulai membaik, meningkatnya kepercayaan investor terhadap pengelolaan investasi perseroan, dan tambahan investor baru.
"[Keempat adalah] kinerja investasi dari reksa dana yang kami kelola berhasil mencatatkan kenaikan imbal hasil investasi di atas benchmark [acuan]."
Untuk beberapa produk reksa dana saham perseroan, dia mengatakan kinerja BNI-AM Inspiring Equity Fund naik 5,57 %, BNI-AM Nusantara ETF MSCI Indonesia (XBNI) 4,8%, dan BNI-AM Dana Saham Syariah Musahamah 21,36%, di atas kinerja IHSG.
Dari jenis reksa dana pendapatan tetap, kinerja BNI-AM Dana Pendapatan Tetap Nirwasita naik 7,78% dan BNI-AM Makara Investasi 5,72%, di atas acuannya Infovesta Fixed Income Fund Index.
Selain itu, lanjut Reita, faktor kelima adalah perluasan jaringan pemasaran ritel melalui kerjasama dengan APERD terutama fintech.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Bitcoin Dkk Hancur Lebur, Ini Pilihan Investasi Buat Kamu
Most Popular