
Schroders: Ini Faktor Pendorong IHSG Lebih Baik dari 2018
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
09 January 2019 17:26

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Schroder Investment Management Indonesia optimistis pada pasar saham domestik karena didukung kondisi global yang membaik tahun ini.
Irwanti, Direktur Manajer Investasi Schroders Indonesia, mengatakan faktor global pertama adalah kenaikan the Fed Fund Rate (FFR) yang diperkirakan tidak segaresif tahun sebelumnya, dan faktor kedua adalah harga minyak yang lebih rendah.
"Hal tersebut menciptakan sentimen positif untuk kelas aset pasar negara berkembang termasuk Indonesia serta mendorong penguatan rupiah," ujarnya menjawab pertanyaan melalui surat elektronik hari ini (9/1/19).
Namun demikian, tim Schroders Indonesia menilai terdapat risiko yang dapat berpengaruh terhadap optimisme tersebut.
Beberapa di antaranya adalah prospek (outlook) pertumbuhan global yang tetap terbatas dengan adanya penurunan perkiraan pertumbuhan global dari 3,3% ke 2,9% di tahun 2019.
Pemangkasan tersebut, tutur Irwanti, akan menahan sentimen positif ke kelas asset saham secara umum.
Selain itu, tuturnya, ketidakpastian terhadap prospek damainya dan berlanjutnya perang dagang antara China dan Amerika Serikat yang terus berlanjut juga menambah kewaspadaan terhadap perlambatan ekonomi global. Dari sisi domestik,
Irwanti mengatakan sentimen keseluruhan untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun ini lebih baik (lebih favourable) dibandingkan tahun lalu.
Namun, lanjutnya, kewaspadaan terhadap data-data fundamental Indonesia seperti defisit neraca perdagangan (trade deficit) dan neraca transaksi berjalan (current account deficit) tetap ada.
"Dengan melihat kondisi tersebut, kami memiliki pandangan optimististetapi tetap waspada (cautiously optimistic view) untuk pasar saham Indonesia tahun ini."
Sumber: Schroders Indonesia
Dia mengatakan Schroders Indonesia memperkirakan pemulihan pertumbuhan GDP akan sangat terbatas (modest) dikarenakan adanya tekanan pada harga komoditas sebagai akibat pertumbuhan China yang diprediksi juga akan melambat.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga akan tetap bergantung pada pendanaan asing karena likuiditas domestik yang ketat dan ketergantungan pada inflow investasi untuk mendanai defisit neraca pembayaran Indonesia saat ini.
Menurut dia, IHSG saat ini diperdagangkan pada valuasi 15x terhadap rasio harga saham per laba (PE ratio) 2019 dengan perkiraan pertumbuhan laba sebesar 10%.
Untuk itu, saat ini anak usaha Schroders plc asal Inggris tersebut memiliki preferensi investasi pada saham-saham defensif seperti saham-saham di sektor barang konsumsi, keuangan, dan telekomunikasi tertentu serta saham-saham komoditas dengan nilai yang menarik.
Saham defensif adalah saham berkarakteristik tidak terpengaruh oleh siklus ekonomi sehingga berkinerja stabil dan tahan banting terhadap gejolak ekonomi karena memproduksi kebutuhan primer dan sekunder.
Sektor barang konsumsi, keuangan dan telekomunikasi lanjutnya, juga menjadi sektor yang akan diuntungkan dari peningkatan belanja akibat pemilu tahun ini.
Meskipun demikian Irwanti enggan membeberkan prediksi IHSG tahun ini maupun target pertumbuhan dana kelolaan perseroan.
Sumber: Schroders Indonesia
Terkait kinerja perseroan, Irwanti mengatakan saat ini total dana kelolaan (asset under management/AUM) perseroan sudah mencapai Rp 87,09 triliun per akhir 2018.
Dana itu sudah termasuk Rp 46,3 triliun dana kelolaan reksa dana yang tercatat di data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Data reksa dana OJK menunjukkan dana kelolaan Schroders Indonesia masih berada di posisi puncak.
Di bawah posisi Schroders Indonesia ada PT Mandiri Manajemen Investasi, PT Batavia TCW Investment Management, dan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia dengan dana kelolaan reksa dana masing-masing Rp 42,04 triliun, Rp 40,34 triliun, Rp 38,77 triliun, dan Rp 27,83 triliun.
Sumber: Diolah
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Gimana Cara Memaksimalkan Investasi Reksa Dana?
Irwanti, Direktur Manajer Investasi Schroders Indonesia, mengatakan faktor global pertama adalah kenaikan the Fed Fund Rate (FFR) yang diperkirakan tidak segaresif tahun sebelumnya, dan faktor kedua adalah harga minyak yang lebih rendah.
"Hal tersebut menciptakan sentimen positif untuk kelas aset pasar negara berkembang termasuk Indonesia serta mendorong penguatan rupiah," ujarnya menjawab pertanyaan melalui surat elektronik hari ini (9/1/19).
Beberapa di antaranya adalah prospek (outlook) pertumbuhan global yang tetap terbatas dengan adanya penurunan perkiraan pertumbuhan global dari 3,3% ke 2,9% di tahun 2019.
Pemangkasan tersebut, tutur Irwanti, akan menahan sentimen positif ke kelas asset saham secara umum.
Selain itu, tuturnya, ketidakpastian terhadap prospek damainya dan berlanjutnya perang dagang antara China dan Amerika Serikat yang terus berlanjut juga menambah kewaspadaan terhadap perlambatan ekonomi global. Dari sisi domestik,
Irwanti mengatakan sentimen keseluruhan untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun ini lebih baik (lebih favourable) dibandingkan tahun lalu.
Namun, lanjutnya, kewaspadaan terhadap data-data fundamental Indonesia seperti defisit neraca perdagangan (trade deficit) dan neraca transaksi berjalan (current account deficit) tetap ada.
"Dengan melihat kondisi tersebut, kami memiliki pandangan optimististetapi tetap waspada (cautiously optimistic view) untuk pasar saham Indonesia tahun ini."
Faktor Global |
Positif |
FFR tidak seagresif 2018 |
Penurunan harga minyak |
Negatif |
Prospek pertumbuhan global dipangkas |
Perang dagang |
Perlambatan ekonomi China |
Faktor Domestik |
Positif |
Pemilu |
Negatif |
Defisit perdagangan bertambah |
Defisit neraca berjalan melebar |
Pertumbuhan GDP melambat |
Ketergantungan inflow asing |
Dia mengatakan Schroders Indonesia memperkirakan pemulihan pertumbuhan GDP akan sangat terbatas (modest) dikarenakan adanya tekanan pada harga komoditas sebagai akibat pertumbuhan China yang diprediksi juga akan melambat.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga akan tetap bergantung pada pendanaan asing karena likuiditas domestik yang ketat dan ketergantungan pada inflow investasi untuk mendanai defisit neraca pembayaran Indonesia saat ini.
Menurut dia, IHSG saat ini diperdagangkan pada valuasi 15x terhadap rasio harga saham per laba (PE ratio) 2019 dengan perkiraan pertumbuhan laba sebesar 10%.
Untuk itu, saat ini anak usaha Schroders plc asal Inggris tersebut memiliki preferensi investasi pada saham-saham defensif seperti saham-saham di sektor barang konsumsi, keuangan, dan telekomunikasi tertentu serta saham-saham komoditas dengan nilai yang menarik.
Saham defensif adalah saham berkarakteristik tidak terpengaruh oleh siklus ekonomi sehingga berkinerja stabil dan tahan banting terhadap gejolak ekonomi karena memproduksi kebutuhan primer dan sekunder.
Sektor barang konsumsi, keuangan dan telekomunikasi lanjutnya, juga menjadi sektor yang akan diuntungkan dari peningkatan belanja akibat pemilu tahun ini.
Meskipun demikian Irwanti enggan membeberkan prediksi IHSG tahun ini maupun target pertumbuhan dana kelolaan perseroan.
Pilihan sifat saham | Sektor pilihan |
Saham defensif | Barang konsumsi |
Keuangan | |
Telekomunikasi | |
Komoditas |
Terkait kinerja perseroan, Irwanti mengatakan saat ini total dana kelolaan (asset under management/AUM) perseroan sudah mencapai Rp 87,09 triliun per akhir 2018.
Dana itu sudah termasuk Rp 46,3 triliun dana kelolaan reksa dana yang tercatat di data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Data reksa dana OJK menunjukkan dana kelolaan Schroders Indonesia masih berada di posisi puncak.
Di bawah posisi Schroders Indonesia ada PT Mandiri Manajemen Investasi, PT Batavia TCW Investment Management, dan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia dengan dana kelolaan reksa dana masing-masing Rp 42,04 triliun, Rp 40,34 triliun, Rp 38,77 triliun, dan Rp 27,83 triliun.
Manajer Investasi | Dana Kelolaan (Rp miliar) |
Schroder Investment Management Indonesia, PT | 46,303 |
Mandiri Manajemen Investasi, PT | 42,047 |
Batavia Prosperindo Aset Manajemen, PT | 40,342 |
Bahana TCW Investment Management, PT | 38,770 |
Manulife Aset Manajemen Indonesia, PT | 27,833 |
Sinarmas Asset Management, PT | 22,804 |
Danareksa Investment Management, PT | 19,168 |
Syailendra Capital, PT | 17,816 |
Trimegah Asset Management, PT | 17,384 |
BNP Paribas Investment Partners, PT | 16,892 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Gimana Cara Memaksimalkan Investasi Reksa Dana?
Most Popular