
Tidak Ada Payung Hukum, Masalah AJB Bumiputera Sulit Selesai
gita rossiana, CNBC Indonesia
25 January 2018 14:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Permasalahan yang terjadi di Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dinilai bermula karena ketiadaan peraturan yang menaungi perusahaan tersebut. Akibatnya, pengelola statuer yang bertugas melakukan restrukturisasi di AJB Bumiputera berjalan tanpa landasan.
Ketua Komite Asuransi dan Dana Pensiun Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Herris Simandjuntak mengatakan, berdasarkan amanat dari Undang-Undang Perasuransian No.40 Tahun 2014, perihal mengenai usaha asuransi bersama harus dijelaskan dalam bentuk undang-undang baru atau peraturan pemerintah.
"Namun sampai sekarang undang-undang mengenai asuransi mutual belum kunjung keluar," kata dia saat ditemui dalam acara Seminar Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Herris menyadari usaha untuk membentuk undang-undang mengenai usaha bersama membutuhkan upaya yang besar, baik dari sisi regulator maupun legislator. Sementara peruntukkan aturan tersebut hanya untuk satu perusahaan.
Namun demikian, apabila tidak ada aturan ini, pengelola statuter maupun pihak yang akan menangani AJB Bumiputera akan terus terhambat. Sebelumnya, aksi restrukturisasi yang dilakukan oleh pengelola statuter juga banyak dikritisi oleh praktisi hukum.
"Mereka tidak punya pegangan undang-undang," kata dia.
Mengutip Pasal 6 UU Perasuransian No.40 Tahun 2014, bentuk usaha asuransi yang diakui adalah perseroan terbatas, koperasi dan usaha bersama yang saat ini sudah ada.
Lebih lanjut, pada butir 3 undang-undang tersebut, peraturan mengenai usaha bersama sebagai badan hukum akan dijelaskan dalam peraturan pemerintah.
Sementara itu, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, AJB Bumiputera beroperasi sejak 1912 dan sampai saat ini belum memiliki payung hukum. Akibatnya, tanpa ketiadaan aturan tersebut terjadi salah kelola.
"Konsekuensinya bisa dilihat dalam beberapa tahun ini," kata dia.
Saat ini, AJB Bumiputera mendapatkan kembali warisan historisnya. Namun sistemnya sudah rusak akibat restrukturisasi sudah terjadi. "Butuh waktu lama lagi untuk memulihkan," jelas dia.
Padahal, menurut amanat Mahkamah Konstitusi haus ada undang-undang asuransi usaha bersama. Pasalnya, hal tersebut sesuai dengan Pasal 33 UUD 45 yang berdasar atas asas kekeluargaan.
OJK memaparkan AJB Bumiputera mengalami masalah solvabilitas (kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya) sudah berlangsung sejak awal tahun 2000. Bahkan defisit perusahaan semakin melebar hingga 2016. Memburuknya solvabilitas AJB Bumiputera disebabkan pengelolaan perusahaan yang tidak dilakukan secara profesional. Pengelolaan investasi pun tidak dilakukan dengan benar. Penjualan produk asuransi kemudian cenderung merugi dan terjadi inefisiensi.
(dru) Next Article Cerita Asuransi Bumiputera yang Menjelma Jadi Bhinneka Life
Ketua Komite Asuransi dan Dana Pensiun Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Herris Simandjuntak mengatakan, berdasarkan amanat dari Undang-Undang Perasuransian No.40 Tahun 2014, perihal mengenai usaha asuransi bersama harus dijelaskan dalam bentuk undang-undang baru atau peraturan pemerintah.
"Namun sampai sekarang undang-undang mengenai asuransi mutual belum kunjung keluar," kata dia saat ditemui dalam acara Seminar Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Namun demikian, apabila tidak ada aturan ini, pengelola statuter maupun pihak yang akan menangani AJB Bumiputera akan terus terhambat. Sebelumnya, aksi restrukturisasi yang dilakukan oleh pengelola statuter juga banyak dikritisi oleh praktisi hukum.
"Mereka tidak punya pegangan undang-undang," kata dia.
Mengutip Pasal 6 UU Perasuransian No.40 Tahun 2014, bentuk usaha asuransi yang diakui adalah perseroan terbatas, koperasi dan usaha bersama yang saat ini sudah ada.
Lebih lanjut, pada butir 3 undang-undang tersebut, peraturan mengenai usaha bersama sebagai badan hukum akan dijelaskan dalam peraturan pemerintah.
Sementara itu, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, AJB Bumiputera beroperasi sejak 1912 dan sampai saat ini belum memiliki payung hukum. Akibatnya, tanpa ketiadaan aturan tersebut terjadi salah kelola.
"Konsekuensinya bisa dilihat dalam beberapa tahun ini," kata dia.
Saat ini, AJB Bumiputera mendapatkan kembali warisan historisnya. Namun sistemnya sudah rusak akibat restrukturisasi sudah terjadi. "Butuh waktu lama lagi untuk memulihkan," jelas dia.
Padahal, menurut amanat Mahkamah Konstitusi haus ada undang-undang asuransi usaha bersama. Pasalnya, hal tersebut sesuai dengan Pasal 33 UUD 45 yang berdasar atas asas kekeluargaan.
OJK memaparkan AJB Bumiputera mengalami masalah solvabilitas (kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya) sudah berlangsung sejak awal tahun 2000. Bahkan defisit perusahaan semakin melebar hingga 2016. Memburuknya solvabilitas AJB Bumiputera disebabkan pengelolaan perusahaan yang tidak dilakukan secara profesional. Pengelolaan investasi pun tidak dilakukan dengan benar. Penjualan produk asuransi kemudian cenderung merugi dan terjadi inefisiensi.
(dru) Next Article Cerita Asuransi Bumiputera yang Menjelma Jadi Bhinneka Life
Most Popular