CNBC Insight

Petinju AS Langganan Juara Dunia Mau Jadi WNI, Tapi Syaratnya Aneh

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Minggu, 28/09/2025 17:15 WIB
Foto: Muhammad Ali di Madame Tussauds, Istanbul Turki.(AP Photo/Emrah Gurel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di saat banyak orang Indonesia ingin melepas status kewarganegaraannya, seorang bintang tinju dunia justru membuat pernyataan mengejutkan. Dia mengatakan bersedia menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), tapi dengan satu syarat yang terdengar aneh, yakni hanya jika dirinya kalah dalam pertandingan tinju di Jakarta.

Petinju tersebut tak lain adalah legenda dunia, Muhammad Ali. Pada 20 Oktober 1973, Ali dijadwalkan bertanding melawan petinju kelas dunia asal Belanda, Rudie Lubbers, di Senayan, Jakarta. Kala itu, keduanya sudah menjadi petinju papan atas dan berulangkali mengangkat sabuk juara dunia. Di Jakarta, keduanya akan bertarung dalam rangka persahabatan dan pemanasan. 

Dalam konferensi pers menjelang pertandingan, Ali mengucapkan janji yang membuat banyak publik Indonesia terpukau, yakni keinginannya menjadi WNI. Hanya saja, itu terjadi jika dirinya terkapar melawan Lubbers.


"Saya ramalkan kalau orang itu (Lubbers) mengalahkan saya, maka saya akan pulang ke Amerika dan akan menjadi Warga Negara Indonesia," ungkap Ali, dikutip dari koran Indonesia Raya (12 Oktober 1973).

Foto: Pada bulan Oktober 1973, 2 orang Petinju dunia datang ke Indonesia. Satu dari Belanda bernama Rudy Lubbers dan satu lagi dari Amerika Serikat yaitu Muhammad Ali. Keduanya disambut oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. (Dok. Perpusnas)
Pada bulan Oktober 1973, 2 orang Petinju dunia datang ke Indonesia. Satu dari Belanda bernama Rudy Lubbers dan satu lagi dari Amerika Serikat yaitu Muhammad Ali. Keduanya disambut oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. (Dok. Perpusnas)

Ali mengatakan demikian didasari oleh rasa percaya diri yang tinggi. Dia awalnya yakin janji itu tentu tidak akan terjadi sebab Lubbers bakal dikalahkannya dalam pertandingan. Namun, perlahan dia barangkali teringat kalau lawan bicaranya bukan petinju kemarin sore. 

Atas dasar ini, Ali langsung buru-buru menarik ucapannya sembari bercanda. 

"Tidak, tidak. Saya tarik kembali janji saya itu. Karena dengan begitu, dia berharap akan menang. Maka saya akan gagal. Akan saya keluarkan ramalan kemudian," lanjut Ali. 

Lubbers sendiri menanggapi pernyataan lawan mainnya itu dengan santai. Dia berujar kalau Ali memang jago dan berharap akan terus melawan sosok yang dijuluki "Si Mulut Besar" itu.

"Saya berharap dapat terus maju dan saya berharap Muhammad Ali akan menjadi juara dunia kembali. Dengan begitu saya akan berhadapan dengan dia kembali," jawab Lubbers. 

Setelah konferensi pers, Muhammad Ali dan Rudi Lubbers diundang ke Balai Kota Jakarta, tempat Gubernur Ali Sadikin berkantor. Menurut harian Indonesia Raya (17 Oktober 1973), Ali Sadikin-lah yang menjadi sosok di balik kehadiran keduanya untuk bertanding di Jakarta. Kala itu, Ali Sadikin memang dikenal sebagai tokoh yang berperan besar dalam mengangkat tinju sebagai olahraga populer di Indonesia.

Namun, Ali dan Lubbers tak mengadakan konferensi pers lanjutan. Keduanya langsung kembali ke tempat penginapan. Hanya saja, Gubernur Ali Sadikin mengatakan kalau petinju Ali ingin membangun rumah di Indonesia setelah pensiun.

"Kalau memungkinkan Muh. Ali ingin membangun rumah di sini (red, Indonesia). Tidak dijelaskan tempat (kota) keinginan Muh. Ali membangun rumahnya. Inipun setelah mengundurkan diri dari dunia tinju," kata Ali Sadikin kepada awak media, dikutip dari Indonesia Raya (17 Oktober 1973). 

Orang pertama di Jakarta itu menyebut Ali juga ingin rutin ke Indonesia setahun dua kali. Tak diketahui pasti alasan pria berkebangsaan AS itu menyukai Indonesia. Gubernur Ali menduga ini berkaitan dengan sikap ramah warga.

"Rakyatnya selalu senyum dan gembira," kata petinju kelas dunia itu, dituturkan ulang Ali Sadikin. 

Namun, sejarah mencatat pada hari pertandingan Muhammad Ali tidak pernah menjadi WNI. Sebab dia berhasil membuktikan ketangguhannya di atas ring. Setelah melewati 12 ronde penuh, Ali meraih poin tertinggi dan sukses menjatuhkan lawannya, Rudi Lubbers.

Begitu juga keinginannya mempunyai rumah di Indonesia yang tidak terwujud sampai pensiun dan wafat pada 3 Juni 2016. Satu-satunya ucapan yang dilaksanakannya adalah terkait kunjungan ke Indonesia. Dia kemudian kembali datang ke Indonesia pada 1990 dan 1996. 


(mfa/wur)