CNBC Insight

Belanda Ketakutan! Terancam Bangkrut Kena Getah Kebijakan Presiden RI

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
19 August 2025 12:30
Ilustrasi Belanda
Foto: (iStock)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari-hari setelah 17 Agustus 1945, tepat 80 tahun lalu, jadi hari yang penuh kecemasan bagi Belanda yang ternyata ingin kembali menjajah Indonesia. Dalam pemahamannya kala itu, Indonesia seharusnya kembali ke tangan kolonial Belanda, meski sudah menyatakan proklamasi kemerdekaannya pascapenjajahan Jepang.

Lepasnya Indonesia dari genggaman kolonial Belanda, disertai kebijakan Presiden RI Soekarno yang ogah diajak kerja sama dan meminta rakyat mengangkat senjata demi mempertahankan kemerdekaan, membuat salah satu negara terkaya di Eropa itu terancam bangkrut.

Selama ratusan tahun, Belanda memang sangat bergantung pada Hindia Belanda (koloni Belanda, termasuk Indonesia). Eksploitasi di tanah jajahan ini membuat negeri kecil di Eropa Barat itu mengalami transformasi besar.

Dalam kasus tanam paksa, misalnya. Sejarawan Angus Maddison dalam Dutch Income in and from Indonesia 1700-1938 (1989) mencatat, sistem tanam paksa meningkatkan aliran pendapatan dari Indonesia ke PDB Belanda. Bahkan, setengah keuntungan dari sistem tersebut langsung masuk ke kas pemerintah.

"Secara perhitungan, aliran dana dari Indonesia ke Belanda mencapai 234 juta gulden pada 1831-1850, lalu 491 juta gulden pada 1851-1870. Angka segini setara 31,5% PDB Belanda di periode tersebut," tulis Maddison.

Dia juga menghitung sepanjang 1878-1941, total pendapatan Belanda dari Hindia mencapai 23,5 miliar gulden. Ini setara US$398 miliar atau Rp6.475 triliun saat ini. Jumlah itu belum termasuk keuntungan perusahaan swasta yang juga dipajaki pemerintah.

Aliran dana inilah yang dipakai membiayai pembangunan infrastruktur di Belanda. Mulai dari bendungan, jalan raya, hingga fasilitas publik lain.

Tak heran jika publik Belanda dilanda ketakutan ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Di Belanda, sejak 1940, beredar ungkapan populer, yakni "Indisch verloren, ramspoed geboren" (Hindia hilang, bencana datang).

Menurut Kees van Dijk dalam The Nertherlands Indies and the Great War (2007), ungkapan itu mencerminkan keyakinan publik bahwa tanpa Hindia (Indonesia), Belanda akan jatuh miskin. Sebab, aktivitas ekonomi Negeri Kincir Angin berpusat pada perputaran uang di tanah jajahan. 

Atas dasar itu pula, tak ingin ungkapan itu terwujud, Belanda kembali datang di tanah jajahan paling menguntungkan tersebut. Alasannya demi mewujudkan janji Ratu Wilhemina pada 1942 tentang pembentukan persemakmuran antara Belanda-Indonesia dan menegakkan rust en orde (ketertiban dan keamanan).

Bagi Belanda, pemerintahan Indonesia yang dipimpin Soekarno dianggap sebagai kekacauan yang perlu ditertibkan. Namun, rencana itu bertepuk sebelah tangan. Indonesia sudah memiliki pemerintahan yang berjalan dengan dukungan puluhan juta rakyat yang siap berkorban mempertahankan kemerdekaan.

Kita tahu setelahnya Belanda tak menerima itu semua. Belanda lantas melakukan serangan militer atas nama aksi polisionil untuk merebut kembali Indonesia. Namun, bagi Indonesia, aksi itu dikenal sebagai agresi militer. 

Namun, setelah berulangkali diserang dan perundingan demi perundingan digelar, Belanda harus menyerah pada kenyataan. Pada 27 Desember 1949, mereka mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara penuh.

Saat itu, banyak yang mengira Belanda akan hancur. Namun, perkiraan itu tidak terbukti. Menurut riset "Bijdragen en Mededelingen betreffende de Geschiedenis der Nederlanden" (1982), Negeri Kincir Angin kemudian mendapat kucuran dana besar dari Amerika Serikat lewat Marshall Plan, paket bantuan pemulihan ekonomi bagi Eropa Barat pascaperang.

Dalam program ini, Belanda termasuk penerima terbesar dengan total bantuan US$1,128 miliar selama 1948-1951. Jumlah itu jauh melampaui PDB Belanda pada tahun 1938 yang hanya sekitar US$280 juta.

Berkat suntikan dana tersebut, Belanda mampu bangkit. Negara itu menjadi salah satu kekuatan ekonomi Eropa pada akhir 1950-an tanpa lagi bergantung pada eksploitasi di Indonesia.

Pada akhirnya, ungkapan "Indisch verloren, ramspoed geboren" terbukti keliru. Publik Belanda bisa bernafas lega sebab setelah lepas dari Hindia, Belanda tidak runtuh. Justru bangkit lebih kuat berkat uluran tangan Amerika.

Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu. Lewat kisah seperti ini, CNBC Insight juga menghadirkan nilai-nilai kehidupan dari masa lampau yang masih bisa dijadikan pelajaran di hari ini.


(mfa/mfa) Next Article Ternyata Bukan AS, Ini Negara Pertama yang Melakukan Perang Dagang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular